SHNet, Jakarta-Wilayah Kecamatan Polanharjo, termasuk dalam kategori dataran rendah dimana mayoritas masyarakatnya sebagian besar bekerja sebagai petani desa. Masalahnya, hama tikus sawah menjadi salah satu momok yang paling mengerikan bagi para petani di sini karena bisa menghancurkan tanaman padi mereka.
Luasan lahan sawah di Kecamatan Polanharjo mencapai 1823,84 hektare (ha). Selama tahun 2017 di Kecamatan Polanharjo terjadi serangan hama seluas 96 ha. Tikus-tikus sawah menjadi penyebab kerusakan tertinggi dibanding dengan organisme pengganggu tanaman lain. Kebutuhan makan bagi seekor tikus untuk setiap harinya kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering. Hal itu dapat dimaksimalkan mencapai 15% bobot tubuh tikus jika yang dikonsumsi merupakan pakan basah .
Hama tikus ini pun menjadi sorotan besar di Klaten. Khususnya di Polanharjo. Pengendalian menggunakan racun tikus dan belerang bagi para petani memerlukan biaya dan penanganan khusus, ditambah lagi potensi pencemaran akan meningkat. Mengatasi hal itu, pengendalian menggunakan predator alami menjadi salah satu solusi yang dikembangkan. Hal itu karena selain biayanya yang murah, juga tidak memerlukan perawatan.
Rama Zakaria, Stakeholder Relations Manager Pabrik Danone AQUA Klaten , mengatakan salah satu predator alami yang dikembangkan saat ini adalah burung hantu Serak Jawa (Tyto alba), dimana seekor Serak Jawa mampu memakan 2 – 5 ekor tikus per harinya. “Artinya, penanganan hama tikus sawah akan terselesaikan,” ujarnya.
Karenanya, di Kabupaten Klaten, ruang terbuka hijau bagi habitat alami Serak Jawa menjadi “PR” tersendiri karena adanya keterbatasan ruang. Dan berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Tim Peneliti, di Taman Kehati AQUA Klaten ditemukan adanya potensi baru untuk pengembangan bagi habitat alami Serak Jawa.
Serak Jawa merupakan spesies burung yang memiliki ukuran besar sekitar 34 cm. Habitatnya secara umum dapat ditemukan di area dataran rendah. Biasanya berada di wilayah yang memiliki kerapatan pepohonan seperti di tepi hutan, perkebunan, persawahan, pekarangan, hingga bangunan-bangunan besar dan taman-taman di kota besar. Keberadaannya sering bertengger rendah di pohon atau bersembunyi di celah-celah gedung atau bangunan besar.
Potensi reproduksi Serak Jawa lebih tinggi jika dibandingkan dengan raptor lain. Serak Jawa adalah burung dengan perkembangbiakan yang produktif. Setiap tahun mereka dapat menghasilkan hingga 3 indukan, dimana beberapa mampu menghasilkan hingga 12 anakan. Dengan kondisi yang sesuai dan cocok, mereka dapat berkembang biak sepanjang tahun.
Dinamika populasi tahunan pada Serak Jawa sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Serak Jawa merupakan spesies yang sangat sensitif terhadap faktor lingkungan, seperti cuaca buruk dan variasi pasokan makanan. Serak Jawa mempunyai kemampuan yang baik dalam menangkap mangsanya, mempunyai penglihatan dan pendengaran yang tajam, paruh dan cakar yang kuat, serta kemampuan terbang yang cepat. Serak Jawa biasanya memangsa hewan-hewan kecil seperti tikus, kodok, kelinci, serangga dan lain-lain.
Pengembangan Serak Jawa di areal persawahan didukung oleh sifatnya yang tidak migratori. Serak Jawa memiliki potensi yang sangat besar untuk mengurangi jumlah hama rodensia dengan pembuatan kotak sarang. Keberadaan burung hantu ini akan semakin mudah perkembangannya jika tersedia tempat berbiaknya karena jenis ini adalah jenis yang tidak bisa untuk membuat sarang
Keberadaaan rubuhan (Rumah Serak Jawa) di Kabupaten Klaten saat ini ada sebanyak 1.126 buah, dimana beberapa di antaranya merupakan inisiasi rubuha (Rumah Burung Hantu) yang dibangun oleh PT. Tirta Investama- Pabrik Klaten.
Efektivitas Serak Jawa dapat ditingkatkan dengan pembuatan rubuhan sebagai tempat tinggal (sarang) yang ditempatkan di dekat atau sekitar lahan. Penerapan rubuhan bertujuan untuk dijadikan sebagai tempat transit Serak Jawa liar. Teknologi pemanfaatannya sangat mudah diterapkan. Pemasangan rubuha diatur agar memudahkan Serak Jawa mengamati dan memakan mangsa.
Pada saat keluar dari sarang, Serak Jawa tidak langsung terbang, namun hinggap dulu di atas pohon atau di depan atau atap rubuha untuk mengamati mangsa dan menentukan arah terbang. Penempatan rubuha yang ideal minimal satu unit setiap 10 hektare lahan. Teknik pengendalian dengan menggunakan predator alami Serak Jawa dalam jangka panjang akan menunjukkan efisiensinya, karena Serak Jawa akan berkembang biak dan mengurangi biaya pengendalian. Dengan adanya rubuhan, diharapkan Serak Jawa dapat bertempat tinggal dan berkembang biak sehingga mengurangi hama tikus di area persawahan di Kecamatan Polanharjo. Rubuha dibuat dengan menggunakan bahan dari kayu dan dibentuk menyerupai bentuk rumah.
Rubuha ini nantinya akan dipasang di sawah-sawah petani, Taman Kehati dan area sub DAS Sungai Pusur dengan harapan agar Serak Jawa dari alam dapat menempati dan berkembangbiak.
Peningkatan jumlah rubuhan di Kabupaten Klaten juga mengindikasikan keseriusan para pihak, baik dari petani, pemerintah daerah, dan lainnya untuk dapat mengendalikan serangan tikus sawah dengan metode menghadirkan dan memainkan peranan alam yaitu dengan Serak Jawa.
AQUA Klaten juga mendorong terbentuknya Perdes yang disepakati bersama beberapa desa, Perdes ini mengatur tentang larangan memburu Burung Hantu. Pemahaman Masyarakat tentang pentingnya keberadaan Burung hantu sebagai predator alami sekaligus memberantas hama tikus menjadi penting. Masyarakat juga menjadi motor untuk menjaga keberadaan Burung hantu tidak hanya dari warga sendiri tetapi juga pemburu yang berpotensi datang dari luar daerah juga.
“Pemanfaatan burung hantu Serak Jawa dapat menjadi kebijakan prioritas pengendalian tikus karena termasuk teknologi pengendalian ramah lingkungan dan memiliki dampak jangka panjang,” kata Rama. (sbr)