JAKARTA– Perlawanan Indonesia terhadap World Trade Organization (WTO) adalah cermin Indonesia negara berdaulat yang menolak didikte kepentingan asing. Semua pihak harus mendukung kebijakan pemerintah untuk mengelola seluruh sumberdaya alam dari hilir.
Hal ini tegaskan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dalam Seminar Ekonomi Dunia Pasca Konflik Rusia–Ukraina Menuju Multipolarisme”, di Bandung, Selasa (24/1/2023) yang diselenggarakan oleh Komite Persahabatan Rakyat Indonesia-Rusia dan dihadiri Duta Besar Federasi Rusia, Lyudmila Vorobieva.
“Dibutuhkan kebijakan-kebijakan radikal seperti yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dalam melawan WTO dan menetapkan hilirisasi sumberdaya alam,” tegasnya.
“Kalau perlu kita Indonesia keluar dari WTO,” tegasnya lagi disambut gegap gempita tepuk tangan ratusan peserta seminar dan Duta Besar Federasi Rusia, Lyudmila Vorobieva.
Menurut Cak Imin Indonesia saat ini punya kesempatan besar di dunia untuk melakukan perubahan besar-besaran yang hanya bisa dilakukan secara radikal.
Selaras dengan sanksi yang dilakukan Barat pada Rusia, WTO melakukan paksa ekspor dengan batas harga, memaksa Indonesia untuk mengekspor nikel dalam bentuk ore.
“Pak Jokowi sudah melawan, Indonesia harus bersiap terutama dalam hal kebijakan energi harus diletakkan dengan menghitung secara cermat neraca energi nasional,” ujarnya.
Indonesia saat ini memjadi importir besar untuk minyak, surplus energi adalah gas dan batubara. Upaya upaya untuk menutupi kekurangan produksi minyak harus menempatkan kepentingan nasional sebagai yang utama.
“Yaitu mengusahakan harga terbaik dan supplyer yang handal. Perluasan struktur energi nasional harus berbasis sumber energi dimana kita mengalami surplus,” tegasnya.
Kerjasama Rusia-Indonesia
Menyambut hal tersebut, Duta Besar Federasi Rusia, Lyudmila Vorobieva mengatakan Indonesia tidak perlu ragu untuk mengambil langkah-langkah independen demi menegakkan kedaulatan bangsa dan negara.
“Justru krisis dunia saat ini memberikan kesempatan untuk Indonesia dan Rusia untuk membangun sistim bisnis, industri, tehnologi dan energi baru yang dapat meningkatkan keuntungan bersama kedua negara,” tegasnya.
“Banyak pebisnis Rusia ingin bisa bekerjasama masuk ke Indonesia. Bagi kami Indonesia ada kunci kerjasama di Asia Tenggara sejak masa presiden Soekarno,” ujarnya.
Saat ini menurutnya, Rusia berada di tengah sanksi barat yang sangat tidak adil namun tidak efektif.
“Kami bisa membuktikan justru berbagai sanksi ekonomi menjadikan negara kami kuat. Kami ingin berbagi pengalaman untuk membangun sebuah sistim baru yang lebih adil,” tegasnya.
Perang di Ukraina menurut Lyudmila adalah peramg barat untuk menghancurkan Rusia dengan lokasi di Ukraina.
“Konflik ini bukan tentang Ukraina. Saya lahir di Kyiev, Ukraina. Kami semua bersaudara antara Rusia dan Ukraina. Namun Ukraina menjadi alat politik mengganggu Rusia,” katanya.
Hal ini menurutnya karena meraka tidak setuju dengan pemerintah Rusia selama puluhan tahun. Semua negara menjadi kolonial barat.
“Indonesia paling tahu soal ini. Kami tidak setuju kolonialisme barat. tidak ada negara yang mau menjadi bagiam dari kolonialisme,” ujarnya. (sp)