SHNet, Jakarta -Kebijakan pelarangan moda transportasi logistik pada saat hari-hari besar keagamaan akan memunculkan masalah-masalah baru. Yang paling sederhana adalah berkurangnya supply pada saat permintaan (demand) melonjak yang bisa mengganggu stabilitas harga (ancaman inflasi) karena kelangkaan barang.
“Permintaan terhadap beberapa komoditas seperti kebutuhan makanan dan minuman biasanya meningkat pada saat hari-hari besar keagamaan. Jika dilakukan pelarangan terhadap angkutan logistiknya, otomatis bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan barang. Itu kan ada multiplier efek lainnya seperti bisa menyebabkan kenaikan harga dan ancaman inflasi,” ujar ekonom dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Dr.phil Aknolt Kristian Pakpahan baru-baru ini.
Dia mencontohkan seperti air mineral dalam kemasan (AMDK) yang sebenarnya sudah masuk ke dalam kebutuhan pokok masyarakat. Menurutnya, pada setiap hari-hari besar keagamaan seperti Lebaran, Nataru, dan Imlek, kebutuhan masyarakat terhadap AMDK itu pasti akan meningkat. “Jadi, jika pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap sebagian moda transportasinya, pasti harganya juga bisa naik dan itu sangat merugikan masyarakat,” tuturnya.
Dia mengatakan dampak terhadap ekonomi logistik akibat pelarangan kebijakan pelarangan terhadap angkutan logistik itu akan muncul pada dua sisi. Pertama, dampak terhadap konsumen yang akan menghadapi situasi kelangkaan barang dan ancaman kenaikan harga akibat supply-demand-nya tidak seimbang. Menurutnya, kondisi tersebut dikhawatirkan akan memunculkan masalah stabilitas harga termasuk stabilitas politik. “Kita perlu memahami psikologi masyarakat, ketika misalnya barang-barang yang sudah menjadi kebutuhan pokok di masyarakat seperti AMDK itu tidak tersedia di masyarakat, yang paling ekstrim kan akan muncul isu-isu sosial misalnya penjarahan dan lain-lain,” tukasnya.
Kedua, lanjutnya, dampak pada produsen, di mana kebijakan pelarangan ini akan berdampak pada operasional perusahaan. Menurutnya, yang perlu dipahami juga adalah bahwa aktivitas ekonomi itu selalu didasarkan juga terhadap penghitungan biaya tetap (fixed cost). Fixed cost itu terdiri dari biaya operasional seperti produksi, gaji pekerja dan sewa gudang. “Biaya tetap ini kan tidak mengenal misalnya ada libur atau kebijakan pemerintah. Perusahaan tetap mengeluarkan biayanya. Tidak bisa karena adanya kebijakan pelarangan angkutan logistik itu lantas perusahaan mengurangi gaji karyawannya. Itu yang perlu dipahami,” ucapnya.
Katanya, yang perlu diingat juga adalah bahwa infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan layanan ekonomi, dan bukan sekedar memperhatikan kebutuhan pribadi seperti mudik saja. Selain itu, lanjutnya, yang perlu diperhatikan juga adalah, jika pelarangan ini terus dilakukan, alur distribusi kebutuhan barang terutama yang dilakukan antar pulau akan menyebabkan masalah baru sekiranya terjadi kelangkaan barang.
“Jadi, pemerintah perlu melakukan skala prioritas mana yang perlu dikedepankan, untuk mudik atau aktivitas ekonomi. Perlu dipahami , infrastruktur yang dibangun itu kan sebenarnya bermanfaat untuk mendukung aktivitas ekonomi, bukan untuk melayani yang mudik atau yang berangkat liburan,” ungkapnya.
Dia menuturkan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah selain mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap angkutan logistik. Di antaranya dengan melakukan perbaikan infrastruktur jalan raya (seperti pelebaran jalan) serta pengaturan jadwal pembatasan operasional kendaraan besar di jam-jam tertentu. “Jadi, yang paling penting sebenarnya adalah pembatasan angkutan logistik dan bukan pelarangan,” ucapnya. (cls)