30 April 2024
HomeBeritaEkonomi Bukan Alasan untuk Menggantikan Susu dengan Kental Manis

Ekonomi Bukan Alasan untuk Menggantikan Susu dengan Kental Manis

SHNet, Jakarta – Konsumsi kental manis sebagai pengganti susu untuk anak-anak di masyarakat Indonesia menghadirkan ancaman serius terhadap kesehatan mereka. Meskipun dipilih karena ketersediaan dan harga yang lebih terjangkau, penggunaan kental manis sebagai alternatif susu dapat berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.

Dalam masyarakat marjinal terutama, ketersediaan susu yang berkualitas sering kali sulit diakses karena faktor ekonomi. Akibatnya, banyak orang tua di masyarakat ini memilih untuk memberikan kental manis sebagai pengganti susu untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka.

Namun, perlu ditekankan bahwa kental manis tidak dapat menggantikan susu sebagai sumber gizi yang penting bagi anak-anak. Kental manis memiliki kandungan gula yang tinggi dan rendah nutrisi, yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan jangka panjang, seperti obesitas, diabetes, dan gangguan pertumbuhan.

Prof. Dr Tria Astika EP, M.KM, ahli kesehatan dan gizi serta guru besar di bidang kesehatan masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta mengingatkan bahwa susu mengandung nutrisi penting, seperti protein, kalsium, dan vitamin, yang mendukung pertumbuhan tulang, perkembangan otak, dan sistem kekebalan tubuh anak-anak.

“Menggantikan susu dengan kental manis dapat mengakibatkan kekurangan nutrisi dan dampak buruk pada kesehatan anak-anak. Kental manis memiliki kandungan gula yang tinggi dan rendah nutrisi esensial seperti protein, kalsium, dan vitamin. Anak-anak membutuhkan nutrisi yang seimbang untuk mendukung perkembangan otak, tulang yang kuat, dan sistem kekebalan tubuh yang sehat. Menggantikan susu dengan kental manis dapat mengakibatkan kekurangan nutrisi penting dan mengganggu pertumbuhan anak-anak,” ujar Tria.

Para orang tua dan masyarakat perlu menyadari pentingnya memberikan susu sebagai bagian dari pola makan anak-anak. Menggantikan susu dengan kental manis dapat mengakibatkan risiko kekurangan nutrisi yang serius dan masalah kesehatan jangka panjang seperti gangguan pertumbuhan, kelemahan tulang, dan masalah gizi lainnya.

Pemberian kental manis sebagai pengganti susu bagi anak-anak di masyarakat marjinal seringkali dikaitkan dengan keterbatasan ekonomi yang mereka hadapi. Namun, Tria ingin menyoroti bahwa ekonomi seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengorbankan gizi anak-anak dengan memberikan kental manis sebagai pengganti susu. Hal ini dianggap sebagai sebuah kesalahan yang dapat berdampak negatif pada kesehatan dan perkembangan anak-anak.

Lebih lanjut Tria memaparkan, meskipun kental manis dapat menjadi alternatif yang lebih terjangkau secara finansial, tetapi keputusan untuk menggantikan susu dengan kental manis adalah kesalahan yang berpotensi merugikan anak-anak.

“Kental manis tidak menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh anak-anak dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Selain itu, kandungan gula yang tinggi dalam kental manis dapat berdampak buruk pada kesehatan, termasuk risiko obesitas dan gangguan kesehatan lainnya,” tegasnya.

Masyarakat perlu menyadari bahwa kental manis bukan solusi yang tepat dalam memberikan gizi untuk anak-anak mereka.

“Meskipun situasi ekonomi yang sulit mungkin menjadi tantangan, tetapi ada upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah, organisasi masyarakat, dan lembaga kesehatan perlu bekerja sama dalam menyediakan bantuan dan pendampingan untuk memastikan bahwa anak-anak menerima asupan gizi yang memadai,” lanjut Tria.

Dalam rangka menciptakan generasi yang sehat dan berkembang, penting bagi masyarakat untuk mendapatkan akses yang terjangkau dan berkelanjutan terhadap susu dan pangan bergizi lainnya. Kesalahan dalam memberikan kental manis sebagai pengganti susu harus diakui dan diperbaiki demi kepentingan kesehatan dan masa depan anak-anak.

Melalui hal tersebut, perempuan yang menyelesaikan studi doktoralnya (S3) di Universitas Indonesia bermitra untuk kolaborasi penelitian dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) dan Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah dalam rangka mengetahui konsumsi kental manis di 3 wilayah provinsi yakni Banten, Yogyakarta, dan Jakarta.

“Hal ini kita lakukan untuk bersama-sama menciptakan kesadaran dan langkah-langkah nyata dengan mengedukasi masyarakat mengenai bahaya konsumsi kental manis dalam jangka panjang,” ujarnya.

Tria pun mengakui untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah dan organisasi masyarakat perlu bekerja sama dalam memberikan solusi yang lebih baik. Inisiatif seperti program bantuan gizi, edukasi gizi yang tepat, dan pendampingan untuk masyarakat marjinal dapat membantu meningkatkan akses terhadap susu dan pangan bergizi lainnya bagi anak-anak.

“Penting bagi kita semua untuk memahami pentingnya gizi yang adekuat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Dukungan dan kesadaran kolektif akan memastikan bahwa setiap anak, termasuk mereka di masyarakat, mendapatkan akses terhadap sumber daya yang diperlukan untuk tumbuh sehat dan berkembang dengan baik,” pungkasnya. (bil)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU