Jakarta– Bangsa Indonesia musti segera bersiap untuk menghadapi 2024 karena hanya punya dua pilihan semakin menjadi negara modern, adil dan sejahtera atau menghadapi ancaman disintegrasi. Indonesia butuh pemimpin yang kuat ke depan.
Demikian Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina dalam sebuah diskusi terbatas di Jakarta, Minggu (3/10/2021) menanggapi suksesi kekuasaan 2024 nanti.
“Kalau benar Jokowi sudah tidak mau mengurus negara ini pasca 2024 nanti, maka siapakah yang akan melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai terinterupsi oleh wabah covid-19,” ujarnya.
Menurut Engelina, Indonesia butuh figur Presiden yang kuat, karena berbagai persoalan yang dihadapi sangat berat. “Bukan hanya soal ekonomi, tapi juga ada masalah sosial, ekonomi, dan persoalan kebangsaan,” katanya.
Dia mengingatkan, polarisasi dalam Pilpres lalu belum benar-benar selesai, sehingga kalau keadaan tidak dikelola baik dan figur yang terpilih tidak mumpuni, maka taruhannya sangat berat.
“Ada banyak figur yang muncul, tapi jujur belum ada figur yang benar-benar buat kita yakin. Saya bukan dalam posisi setuju atau tidak ya, tapi saya lihat ada kemungkinan untuk perpanjangan masa jabatan presiden. Bisa saja itu terjadi,” tegas Mantan Anggota DPR/MPR RI ini.
Secara internasional, katanya, Indonesia berada dalam dua tarikan besar Amerika atau China. Situasi ini butuh figur mumpuni untuk menyikapi sehingga Indonesia tidak dirugikan. “Saya kira, internasional pasti memiliki kepentingan melalui berbagai kelompok di dalam negeri,” ujarnya.
Dalam konteks kawasan, jelas Engelina, kawasan timur butuh figur yang memiliki komitmen dan keberpihakan nyata. Pemimpin, katanya, jangan sekadar mengandalkan baliho semata.
“Lima Provinsi termiskin itu ada di kawasan timur, Papua, Papua Barat, Maluku, dan NTT, Maluku Utara. Kita tunggu dan cari figur yang benar-benar mau mengangkat kawasan timur. Dari figur baliho, belum ada yang memperlihatkan komitmen,” jelasnya.
Peta partai politik hari ini juga bisa dibaca Anies mendapat dukungan luas dari partai-partai Islam. Hal ini sudah tergarap secara sistematis oleh elit-elit politik sejak dirinya menjadi menteri dan gubernur DKI Jakarta saat ini.
“Nasdem bahkan sudah duluan menggadangnya. Dari Golkar bisa dapat separoh. Mungkin PDIP akhirnya harus memasang calonnya bersama Anies pada akhirnya,” jelas mantan pimpinan PDI Perjuangan ini.
Kalau demikian Engelina bertanya siapakah calon lain yang bisa mengalahkan Anies Baswedan? Menurutnya tidak ada calon yang sanggup mengalahkan Anies.
“Adakah calon yang bisa mengalahkan Anies. Kalau dia menang, tentu akan terjadi perubahan yang signifikan,” ujar Direktur Archipelago Solidarity Foundation ini.
Janji Politik
Sementara itu, Kader PDI Perjuangan, Jacobus Mayong Padang, mengatakan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu merealisasikan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Menurut Jacobus, Bung Karno memiliki Memorandum of Understanding (MoU) secara batin dengan petani Marhaen. “Kemerdekaan harus bisa mengangkat derajat petani seperti Marhaen, buruh dan nelayan. Pertanyaan kita, apakah kemerdekaan sudah sesuai dengan cita-cita para pendiri negara? Saya kira belum,” kata Jacobus, yang juga mantan Wakil Sekjen PDI Perjuangan.
Menurutnya, setiap partai harus setia dengan ideologi, sehingga ketika berhasil memegang kekuasaan di berbagai tingkat berusaha untuk mewujudkan ideologi.
“Untuk itu sangat mengejutkan, ketika bidang yang terkait dengan ideologi partai dibiarkan lepas, lantas bagaimana partai mewujudkan ideologinya? Ini yang harus disoroti dalam praktek berpartai,” jelasnya.
Jacobus menjelaskan, partai hanya berlomba mendekati pemilih saat pemilu. Semua partai mengedepankan keberpihakan ke petani, buruh dan nelayan. Tapi, tidak ada perubahan yang nyata dari nasib kaum Marhaen. Jadi, MoU kebatinan Bung Karno itu belum terjadi.
“Ideologi hanya di kertas, tapi tidak muncul dalam upaya nyata. Setelah dapat kekuasaan, semestinya kesempatan untuk merealisasikan ideologi, bukan tunggu pemilu datang untuk memberikan janji lagi. Bagi petani merdeka kalau pupuk murah, harga musim panen tidak anjlok. Ada tidak jaminan dan komitmen seperti ini bagi petani, buruh, nelayan dan masyarakat kecil?” tegas Jacobus.(sp)