4 December 2024
HomeBeritaKasus Pemecatan Kepala BBPOM Surabaya, Penny Lukito Abaikan Putusan Inkracht PTUN...

Kasus Pemecatan Kepala BBPOM Surabaya, Penny Lukito Abaikan Putusan Inkracht PTUN Jakarta

Jakarta-Persoalan pelengseran mantan Kepala Balai Besar POM di Surabaya, Sapari, hingga kini ternyata masih belum selesai. Pria yang banyak menerima penghargaan selama bekerja di Badan POM dan di BNN ini masih menunggu itikad baik dari Kepala BPOM Penny K. Lukito, yang memberhentikannya secara tidak adil sejak 19 September 2018.

Menurut Sapari, Penny K. Lukito tidak melaksanakan amar putusan perkara nomor 294/G/2018/PTUN-JKT yang telah inkracht dengan tidak membatalkan dan mencabut SK Kepala BPOM RI Nomor  KP.05.02.1.242.09.18.4592 tanggal 19 September 2018, tentang Memberhentikan dengan Hormat Pegawai Negeri Sipil atas nama Drs. Sapari, Apt., M.Kes. NIP.195908151993031001 Pangkat/Gol. Pembina Tk. I (IV/b) dari Jabatan Kepala Balai Besar POM di Surabaya beserta lampirannya.  Penny juga tidak mau merehabilitasi atau memulihkan haknya dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya seperti semula sebagai Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya.

“Saya sudah mengadukan juga hal ini ke Komnas HAM. Tapi Kepala BPOM Penny K Lukito telah menyurati Komnas HAM dengan mengatakan bahwa kasus ini sudah selesai dan dana kompensasi saya sudah dibayarkan semua. Padahal pembayaran sejumlah uang kompensasi yang dimaksud oleh Kepala BPOM itu menurut saya bukan kompensasi,” katanya.

Sapari menegaskan tidak ada kompensasi yang dibayarkan kepadanya. Menurutnya, uang yang dibayarkan itu merupakan hak gajinya selama 10 bulan dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Balai Besar POM di Surabaya (Eselon II-b), terhitung sejak November 2018 hingga Agustus 2019, ditambah gaji ke-13 tahun 2019, THR tahun 2019 dan tanpa tunjangan kinerja.

“Yang ditahan sengaja tidak dibayarkan oleh Kepala BPOM Penny K. Lukito yaitu gaji saya selama lebih kurang 38 bulan sejak November 2018 hingga Desember 2021. Hal itu membuat saya tidak bisa menafkahi anak istri. Bukankah ini pelanggaran HAM berat?  Itu baru dicairkan setelah adanya penetapan Ketua PTUN Jakarta Nomor : W2.TUN1.2168/HK.06/X/20 21 tanggal 11 Oktober 2021, dan itupun baru dibayarkan tanggal 16 Desember 2021,” tuturnya.

Pemberhentian Sapari dari jabatan Kepala BBPOM di Surabaya ini berawal ketika dia tengah menangani kasus perkara tindak pidana Obat dan Makanan yang dilakukan D’Natural Healthy Store and Resto di Jalan Dr Soetomo No. 75 Surabaya, yang diduga mengedarkan produk tanpa izin edar pada Selasa, 13 Maret 2018 dengan didampingi Korwas PPNS Polda Jatim. Aparat bergerak atas informasi masyarakat yang merasa resah atas produk yang dijual tanpa izin edar. Ketika melakukan pengecekan kebenaran informasi di lokasi, ternyata setelah dilakukan pengecekan ada 99 item dengan 2.806 jumlah produk yang dijual tanpa izin edar. Total produk senilai mencapai Rp 110 juta.

Sapari pun mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan pada 19 Maret 2018 “Namun, sekitar bulan April 2018, saya tiba-tiba ditelepon oleh Kepala BBPOM di Jakarta, Sukriadi Darma (sekarang menjabat Kepala BBPOM di Bandung), yang mengatakan dapat perintah dari petinggi Jakarta untuk menghentikan kasus ini. Tapi, saya tetap proses hingga Mei 2018, dan sejak itu saya selalu diintimidasi dan diintervensi. Bahkan, saat itu saya difitnah dengan mengatakan saya menjadikan ‘ATM D’ Natural,” tuturnya.

Pada 30 Mei 2018, Sapari mengatakan ditelepon Kepala Biro Umum dan SDM BPOM, Rita Mahyona, untuk menghadap Kepala BPOM Penny K. Lukito di Jakarta. “Saya waktu itu lagi supervisi pabrik susu Greenfields di Kepanjen Malang. Tapi saya pun segera memesan tiket untuk berangkat tanggal 31 Mei ke Jakarta,” tukas Sapari.

Tapi dengan seenaknya, penghadapan di Jakarta dibatalkan dan dipindah ke Balai Besar POM di Semarang. “Dengan susah payah saya pun minta staf saya untuk mencarikan tiket ke Semarang dan baru dapat jam 11 malam,” ujarnya.

Penghadapannya dipindah lagi tidak di Balai Besar POM di Semarang, tapi di Bandara Ahmad Yani Semarang. Sapari akhirnya bertemu dengan Kepala BPOM Penny K. Lukito, di ruang tunggu VIP.

“Begitu datang, saya langsung digruduk bu Penny dan timnya. Saya disuruh menghadap dulu ke Deputi Penindakan Hendri Siswadi, dan saya dibilang jangan besar kepala setelah mendapat penghargaan sebagai Kepala BBPOM Terbaik, jangan bentak-bentak tersangka, ubah gaya bicara. Akhirnya setelah itu, saya dipanggil bu Penny, dan saya nggak disuruh duduk lho. Akhirnya, saya duduk sendiri tapi langsung saya dimarahi bu Penny,” ucapnya.

Intinya, kata Sapari, dia saat itu diancam oleh Kepala BPOM Penny K Lukito. “Saudara saya akan copot. Jabatan saudara akan saya lelang dan diviralkan. Saudara akan saya kembalikan ke BNN. Saudara akan mendapat tugas khusus. Itu ancaman beliau ke saya waktu itu,” kata Sapari.

“Saat saya mau bicara ke Bu Penny, dia langsung berdiri untuk boarding. Tapi, saya langsung bilang mohon izin menyampaikan satu menit saja. Ini mohon izin Bu, ini kasus yang saya tangani ada intervensi dari Kepala BBPOM di Jakarta Sukriadi Darma, (sekarang menjabat Ka BBPOM di Bandung) yang menyatakan, apa yang disampaikan ke saya itu atas perintah Pak Firdaus Ali suami ibu. Tapi, beliau langsung boarding dan tidak jawab sama sekali,” tukas Sapari.

Setelah itu, Sapari mengatakan dirinya langsung ditelepon Deputi Penindakan BPOM. Posisinya saat itu masih di Semarang. “Deputi itu bilang bu Penny marah sama Kepala BBPOM di Jakarta Sukriadi Darma. Kemudian saya bilang, kalau marah sama dia (Sukriadi Darma) kenapa yang disikat malah saya,” ucapnya.

Pada awal Juni 2018 diadakan pertemuan seluruh Kepala Balai Besar/Balai POM se-Indonesia di Pabrik Sidomuncul, Klepu, Jawa Tengah. Namun, sebelumnya, dalam pertemuan Deputi dengan para Kepala Balai Besar/Balai POM sudah ada issue bahwa ada Kepala Balai Besar POM yang akan diganti.

“Saya pun sudah paham paling saya. Karena yang ‘melawan’ itu cuma saya. Dan benar saja, pada tanggal 5 Juni 2018, sekitar pukul 17:24 WIB, saya ingat betul Jabatan Kepala BBPOM di Surabaya diviralkan di website dan tanggal 22 dan 28 Juni 2018 diposting di Instagram BPOM, bahwa jabatan Kepala Balai Besar POM di Surabaya dinyatakan sebagai jabatan lowong. Padahal yang secara normal, saya masih aktif menjabat sebagai Kepala BBPOM di Surabaya hingga 1 September 2019,” tuturnya.

“Tapi, saya tetap komitmen kasus D’Natural harus tetap saya proses pro justicia. Tanggal 2 Juli 2018, saya didatangi pejabat BPOM, yaitu Deputi Penindakan Hendri Siswadi dan Direktur Penyidikan BPOM Teguh (asal instansi Kejagung RI), dan tanggal 5 Juli 2018 kembali saya didatangi Direktur Penyidikan BPOM Teguh. Dan hebatnya, saya didatangi dua kali dalam seminggu, di aman hal itu tidak pernah terjadi dalam sejarah BPOM. Intinya, mereka meminta saya agar kasus itu ditahan dan tidak dilanjuti,” tutur Sapari.

Akhirnya, jabatan Kepala BBPOM di Surabaya yang masih diemban Sapari pun dilelangkan melalui website BPOM pada 5 Juni 2018, sekitar pukul 17:24 WIB, dan 22 dan 28 Juni 2018 diposting di Instagram BPOM. Pada 19 September 2018 Sapari diberhentikan tanpa kesalahan dan dasar hukum yang jelas. “Padahal, sebelum itu, pada 16 Agustus 2018, saya diusulkan naik pangkat ke Presiden,” katanya.

Seperti diketahui, Sapari dipensiunkan oleh Ka BPOM melalui SK Pensiun Nomor : 00032/15014/AZ/03/19 tanggal 26 Maret 2019 yang cacat prosedur. SK Pensiun diterimanya pada 9 Mei 2019, tepatnya sehari setelah putusan PTUN Jakarta tanggal 8 Mei 2019 yang dimenangkan Sapari. Anehnya, pada SK Pensiun yang diterimanya tertulis bahwa dia dipensiunkan oleh Kepala BPOM melalui SK Pensiun TMT tertanggal 1 Oktober 2018 dengan Pertimbangan Teknis (Pertek) dari BKN tanggal 20 Maret 2019, dengan berkas kelengkapan belum terpenuhi atau belum lengkap. Bahkan, menurut Sapari, ada indikasi manipulasi persyaratan kelengkapan berkas pensiun.

Sapari menduga, dengan terbitnya SK Pensiun itu, ada “konspirasi” yang sengaja dilakukan untuk menyingkirkan dirinya. Sebab, menurutnya, ketika proses sidang gugatan (yang pertama) teregister No. 294/G/2018/PTUN-JKT tanggal 17 Desember 2018 masih berjalan di PTUN Jakarta, hingga putusan tanggal 8 Mei 2019 yang dimenangkan dirinya, SK Pensiun itu baru diterimanya dari Biro Umum dan SDM Badan POM pada hari Kamis tanggal 9 Mei 2019 pukul 14.08 WIB, sehari setelah Sapari memenangkan gugatan.

“Konspirasi” pertemuan antara Kepala Biro Umum dan SDM BPOM, Rita Mahyona, beserta jajarannya dengan pihak Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada tanggal 26 Oktober 2018, dengan hasil pertemuannya adalah SK Pensiun Sapari “Tidak Dapat Diproses” karena ada beberapa kelengkapan berkas pensiun Sapari, di antaranya Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP) yang belum ditandatangani oleh Sapari. Tetapi dengan adanya “Konspirasi” pertemuan tingkat tinggi antar pejabat BPOM dan BKN, yaitu Sestama BPOM Dra. Elin Herlina, Apt., MP dengan Sestama BKN Supranawa Yusuf, S.H., MPH tanggal 25 Januari 2019 di BATAM, dan dugaan “konspirasi” terbukti berhasil dan Pertek BKN terbit tertanggal 20 Maret 2019 tanpa kelengkapan Data Perorangan Calon Penerima Pensiun (DPCP) yang tidak ditandatangani Sapari, dan terbitlah SK Pensiun yang bermasalah itu.

Dia mengatakan ada kejanggalan atas ditetapkannya SK Pensiun tersebut karena beberapa persyaratan pensiun berupa dokumen belum dilengkapi, namun tiba-tiba SK tersebut keluar. Selain itu, perkara pemberhentian dari jabatan Kepala BBPOM di Surabaya masih berjalan di PTUN Jakarta. “Artinya, bahwa ini belum final. Belum berkekuatan hukum tetap, sehingga tindakan apapun terhadap Penggugat/Terbanding/Drs. Sapari, Apt., M.Kes, tidak boleh dilakukan oleh Tergugat/Pembanding/Kepala Badan POM,” ucapnya.

Mengutip putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 90 K/TUN/2020, tanggal 19 Maret 2020 telah mengeluarkan amar putusan yang menolak kasasi yang dimohon oleh Kepala BPOM RI atas Perkara Nomor : 294/G/2018/PTUN-JKT, Sapari juga sudah pernah mengirimkan surat pribadi dan surat terbuka kepada Presiden Jokowi dan sekretarisnya atas perkara yang sudah Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht) kenapa belum bisa direalisasi dengan tuntas. Hingga saat ini, dia masih terus menuntut keadilan dan kebenaran bagi dirinya dan keluarganya. “Saya akan terus melawan untuk mempertahankan hak dan martabat anak dan istri saya,” katanya. (cls)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU