29 March 2024
HomeBeritaPariwisataPotensi Ekraf Bogor yang Belum Terjamah, dari Lilin, Barongsai hingga Liong

Potensi Ekraf Bogor yang Belum Terjamah, dari Lilin, Barongsai hingga Liong

SHNet, Bogor – Selain dikenal dengan kota hujan dan pariwisata, Bogor ternyata kaya akan ekonomi kreatif. Bahkan, banyak segudang potensi ekonomi kreatif yang bisa menjadi lumbung perekonomian.

Banyak orang mengunjungi Bogor selain untuk berwisata, juga menikmati kuliner khas seperti asinan Bogor, soto Bogor hingga berbagai olahan berbahan dasar talas Bogor.

Selain itu Bogor punya potensi ekonomi kreatif yang luar biasa. Sayangnya belum banyak diketahui orang dan belum terjamah oleh program pemerintah maupun swasta. Diantaranya, barongsai, naga (liong) dan lilin.

Lili Hambali, pengrajin barongsai dan liong memulai usahanya sejak tahun 2000. Dia memanfaat halaman rumahnya di Gang Angbun No. 2, Jalan Roda, Kota Bogor, Jawa Barat sebagai tempat produksi barongsai dan liong.

Setiap hari, Lili Hambali dibantu 5 karyawannya memproduksi barongsai dan liong. Dalam prosesnya dibutuhkan waktu seminggu buat mengerjakan satu unit barongsai dan liong. Seperangkat barongsai dijual dengan harga Rp6 juta hingga Rp8 juta.

Lili Hambali menjelaskan dalam membuat barongsai dan liong 70% bahan baku barongsai masih diimpor dari China.

“Sebanyak 70% bahan baku berupa bulu domba dan kelinci masih diimpor dari China termasuk untuk bagian matanya sedangkan untuk kerangka menggunakan bahan dari Indonesia yakni rotan yang didapati dari Kalimantan,” ucapnya.

Barongsai yang diproduksi Lili Hambali bukan hanya memenuhi permintaan pasar dalam negeri saja, tetapi juga diekspor ke Australia, Arab Saudi dan Jerman. (Dok. MAPNUS)

Pada imlek tahun ini, Lili Hambali memproduksi 20 barongsai. Bahkan, saking tersohor produksinya, barongsai dan liong karya Lili Hambali ini, tidak hanya memenuhi pasar dalam negeri saja, tetapi juga diekspor ke Australia, Arab Saudi, hingga daratan Eropa seperti Jerman

“Kami pernah mengirim barongsai ke daerah-daerah di Indonesia, mulai dari Sabang hingga Manokwari. Permintaan paling banyak dari Bandung, Bali dan Riau. Beberapa tahun belakangan ini, kami ekspor barongsai ke Australia tahun lalu dan Arab Saudi dan Jerman di tahun ini,” ujarnya.

Untuk kualitas, barongsai dan liong yang diproduksi Lili Hambali tak perlu diragukan lagi. Hal ini diakui Aang Wiguna. Remaja yang satu ini bersama dengan teman-temannya datang dari Karawang ke Bogor untuk memesan barongsai.

“Saya dan teman-teman pesan barongsai di sini karena kualitasnya bagus,” ujarnya.

Selain barongsai dan liong, ada pula tempat pembuatan Lilin yang biasa digunakan di vihara maupun saat perayaan Imlek.

Pangga Suryono, pengrajin lilin untuk imlek dan vihara di Indonesia (Dok.MAPNUS)

Dialah Panggah Suryono, sang pemilik pembuatan lilin yang ada di Kampung Ciletuh, Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Di mana, usaha miliknya telah ditekuni sejak 2000. Bisa dibilang lilin Imlek di Indonesia merupakan hasil karya Panggah..

“Biasanya pelanggan dari sekitar Bogor. Kami juga mengirim ke Pulau Sumatera dan Kalimantan kalau ada pesanan,” ucapnya

Sayangnya, di tahun 2017 usaha yang dilakoni Panggah berbeda dengan Lili Hambali, di mana ekonomi kreatif milik nya harus menelan pil pahit.

“Harga CPO melonjak tinggi membuat kami kesulitan untuk membuat pasokan lilin, ditambah dengan kehadiran para pemain besar seperti industri besar membuat kami kewalahan,” ujarnya.

Belum ada bantuan

Apa yang dilakoni oleh Lili Hambali dan Panggah Suryono tidak disupport oleh pemerintah, bahkan mirisnya keduanya pun tidak memperoleh bantuan dari pemerintah.

“Bantuan dari Pemda belum ada, termasuk bantuan untuk UMKM. Untungnya, saya banyak teman. Jadi kalau kesulitan dana, saya pinjam dari mereka,” tutur Lili Hambali.

Senada dengan Lili, Panggah Suryono, pengrajin lilin mengaku belum pernah dapat bantuan usaha dari pemerintah maupun swasta.

“Sampai sekarang belum memperoleh bantuan usaha dari pemerintah dan bank. Untuk bisa bertahan, kami berjualan bakso, soto dan budidaya jahe,” katanya lagi.

MAPNUS, Organisasi yang didalamnya tergabung media, asosiasi, praktisi pariwisata nusantara (MAPNUS) melihat dengan cermat bahwa potensi tersebut harus muncul kepermukaan. Sehingga, sentuhan pemerintah pun bisa dirasakan para UMKM yang selama ini berperan menumbuhkan ekonomi masyarakat sekitar.

Untuk itu, MAPNUS berkolaborasi dengan BNI berupaya mengatasi kendala yang dihadapi pengrajin barongsai, liong, dupa dan lilin di Bogor, BNI menawarkan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

KUR merupakan kredit bersubsidi dari pemerintah dengan bunga 6% per tahun. Bagi yang ingin mengajukan KUR dapat mengakses https://eform.bni.co.id/BNI_eForm/kurOption.

Untuk diketahui selama tahun 2021 kredit BNI tumbuh sebesar 5,3 persen yoy menjadi Rp 582 44 triliun. Adapun penyalurkan kredit di sektor Business Banking penyaluran terutama pembiayaan ke segmen Korporasi Swasta yang tumbuh 7,6% yoy menjadi Rp 180,4 triliun; segmen Large Commercial yang tumbuh 10,4% yoy menjadi Rp 40,9 triliun; segmen kecil juga tumbuh 12,9% yoy dengan nilai kredit Rp 95,8 triliun.

Secara keseluruhan kredit di sektor Business Banking tumbuh 4,5% yoy menjadi Rp 482,4 triliun. Sementara di sektor Consumer, kredit terbesar yang tumbuh adalah kredit payroll, yaitu naik 18,3% yoy menjadi Rp 35,8 triliun; kemudian kredit kepemilikan rumah (mortgage) tumbuh 7,7% yoy menjadi Rp 49,6 triliun. Secara keseluruhan kredit consumer tumbuh 10,1% yoy menjadi Rp 99 triliun. (Stevani Elisabeth)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU