Jakarta– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu segera masuk memeriksa proses keluarnya izin lingkungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara tahun 2020 yang menunjuk, lokasi kontrak penambangan mas oleh PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) seluas 42.000 ha di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Demikian mantan Ka BAIS, Soleman Ponto melalui telepon dari Papua, Kamis (21/10/2021).
“Kita dukung penuh perintah Presiden untuk memerangi semua mafia termasuk mafia tambang yang selama ini telah merusak negara dan merugikan masyarakat. Menurut saya KPK perlu segera masuk memeriksa kasus izin lingkungan tambang mas di Sangihe ini,” tegasnya.
Soleman Ponto mengatakan bahwa perjuangan pemerintahan Jokowi melawan mafia tambang tidak mudah karena sudah menggurita dari pusat sampai daerah. Oleh karenanya semua pihak harus bersepakat dan bersatu melawan mafia tambang dimanapun.
“Jangan ikut mensabotase kebijakan Presiden Jokowi. Mafia tambang memang seperti itu kerjanya. Cukup bayar elit pemerintahan. Kalau elit lokal menolak, mereka cari yang di atasnya, yang penting keluar surat untuk jadi dasar dibawa ke Pusat. Cukup pejabat kementerian yang tanda tangan IUP. Perusahaan bisa langsung bertindak. Polanya selalu demikian,” jelasnya.
Sekarang menurutnya sebaiknya pemerintah pusat menghentikan dengan mencabut IUP PT TMS yang bermasalah agar tidak menjadi persoalan baru dimasa depan.
“KPK perlu segera masuk memeriksa setiap titik-titik rentan intervensi mafia tambang. Periksa dari tingkat provinsi dan semua kementerian yang terkait di Jakarta,” tegasnya.
Menurutnya KPK bisa memeriksa menyelidiki siapa investor dan dari negara mana saja yang berada dibalik PT TMS sehingga berani melakukan pertambangan emas ilegal di pulau kecil yang dilindungi Undang Undang.
“Periksa juga siapa saja yang dijanjikan kepemilikan saham dari PT TSM. Biasanya ndak pakai nama pejabat, tapi nama keluarga atau anaknya,” ujarnya.
Penolakan Bupati
Sebelumnya, Bupati Sangihe, Jabes Ezar Gaghana, SE, ME membantah keras jika dikatakan pihaknya menyetujui ijin penambangan PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) di 42.000 ha atau 57% dari luas Kabupaten Kepulauan Sangihe yang hanya 73.689 ha. Hal ini menanggapi pernyataan mantan Kepala Badan Intelejen Strategis, Soleman Ponto, yang menyatakan pertambangan tersebut didukung pemerintah daerah.
“Kami tidak pernah menyetujui penambangan emas oleh PT TMS di Pulau Sangihe. Amdal (Analisa dampak lingkungan) sebagai salah satu syarat yang dibikin oleh perusahaan sejak awal sudah kami tolak. Tapi pemerintah pusat tetap keluarkan izin,” tegasnya.
Atas izin tersebut bupati melakukam protes ke kementerian lingkungan hidup, namun oleh pemerintah pusat izin pertambangan tetap berjalan.
“Herannya, walau kami menolak rekomendasi Amdal, namun izin tetap keluar. Kami protes ke KLH di Jakarta, tapi tidak digubris. PT TMS tetap mendapat izin penambangan,” katanya.
Bupati menegaskan bahwa sejak awal hingga saat ini pihaknya tetap menolak PT TMS beroperasi di Sangihe.
“Sejak 2017 saya jadi bupati diundang semua pihak untuk membicarakan perizinan saya tetap menolak sampai hari ini. Soleman Ponto dan semua pejabat di Sulut dan nasional tahu torang samua menolak pertambangan ini,” tegasnya.
Bupati menjelaskan bahwa oleh pemerintahan Kabupaten Sangihe sebelumnya ada Perda Tata Ruang yaitu Perda No 4/2014 yang mendukung perizinan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
“Sekarang kami sedang dorong perubahan Perda Tata Ruang sehingga tidak ada tata ruang tambang emas,” tegasnya.(den)