SHNet,Jakarta- Perempuan tahanan politik, Utati Koesalah Soebagyo Toer berharap, buku tentang pengalamannya selama di Penjara Wanita Bukit Duri 11 tahun, berjudul “Onak dan Tari di Bukit Duri” yang ditulis Magdalena Sitorus menjadi penyeimbang informasi tentang stigma yang selama ini dilekatkan kepada dirinya dan juga ribuan penyintas 1965.
“Ya, saya berharap, buku tentang saya ini jadi sumbangan kecil untuk keseimbangan informasi yang masih beredar. Sebab selam ini masalah kejelekan yang dituduhkan pada kami masih ada,” ungkap Utati, ketika memberi sambutan pada acara peluncuran dan bedah buku yang dilaksanakan via zoom, Jumat malam (8/10).
Dalam bedah buku yang dihadiri sekitar 130 an peserta dari berbagai belahan daerah, pembahas dari Prancis, Gloria Trully (Warisan Ingatan) dan juga dari pengamat Universitas Amsterdam, Prof.Dr. Saskia E.Wieringa ini, Utati juga berharap peristiwa seperti yang dialimi dirinya dan juga ribuan tahanan politik lain, tak terjadi lagi.
Utati yang kini berusia 77 tahun tampak masih gagah dan tegas. Ia sangat jelas menguraikan bagaimana semula dirinya ragu untuk ditulis ,tetapi berkat ketelatenan dan kesabaran Magdalena, ia akhirnya bersedia. “Prosesnya cukup lama, dan ketika pandemi Covid-19 melanda, proses dilanjutkan, tapi hanya lewat telepon,” kata Utati.
Penuh Penderitaan
Penulis buku ini, Magdalena Sitorus mengatakan, bukunya menggambarkan bagaimana perjalanan hidup Utati yang penuh onak. Artinya penuh penderiaan dan kesakitan seperti duri, tapi ia selalu gembira karena masih bisa terus menari.
“Dengan buku ini saya ngin meluruskan sejarah yang masih belum lurus. Semoga masih lahir buku tentang penyintas 1965, sebab saya masih ingin menulis secara utuh masakah ini melalui sosok tokoh orang per orang,” ujar Magdalena.
Dalam peluncuran dan bedah buku, paparan menarik juga diungkapkan Ketua Komnas Ham, Andy Yentriyani, Ketua Ruang Arsip dan Sejarah Perempuan (RUAS) Ita F Nadia, dan dosen sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr.Baskara T. Wardaya.
Di akhir acara, diperdengarkan lagu “Ibu” karya Utati yang menggambarkan kerinduan Utati ada sanga bunda, karena tak bisa melihat, mendengar kabar selama ia dipenjara. Lagu yang menyayat dan penuh makna.
Saking semangatnya peserta, peluncuran dan bedah buku Utati yang dimulai pukul 19.00 WIB berlangusng hingga 3 jam. Itu pun peserta masih ada yang ingin bertanya.(sur)