Jakarta-Penolakan keberadaan PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) beroperasi di Pulau Kecil Sangihe tidak hanya dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di Pulau Sangihe saja, tapi makin meluas ke berbagai daerah di pelosok nusantara Indonesia
Pada Sabtu (21/01/2022), giliran warga masyarakat Pulau Sangihe di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) menolak kehadiran PT.TMS beroperasi di pulau leluhur mereka.
Sesepuh dan tokoh masyarakat Sangihe, Gerd Willem Aer, membacakan Petisi Penolakan dalam pertemuan masyarakat Sangihe se Jabodetabek dengan tiga orang perwakilan PT. TMS di sebuah Hotel di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (21/1/2022)
Petisi penolakan kehadiran TMS beroperasi di pulau kecil Sangihe ditandatangani 30 elemen masyarakat yang terdiri dari puluhan rukun rukun warga Sangihe, dan tokoh tokoh masyarakat.
Usai membacakan petisi yang berisikan tiga point penolakan, Gerd Willem Aer, Tokoh Kelahiran Pulau Sangihe yang cukup disegani, dan akrab disapa Bung Herce menyerahkan petisi tertulis kepada salah seorang perwakilan PT.TMS yang diterima Direktur Operasional, Jirriel Kumayas
Tokoh-tokoh masyarakat Sangihe, Sitaro, dan Talaud se-Jabodetabek, yang menandatangani petisi tersebut diwakili Pendeta Iriani Misah Awaeh (Ketua Resort GMIST Indonesia Barat), Pendeta Rico Manangsang (GBI Glow Jakarta), Johny Damar (IKIST), DR. Ahmad Nasir Biasane (Almuni SMP/SMA 1 Tahuna), Edwin W. Jacobs (Rukun Tanawata), Corneles Tuwoliu dari Nusa Utara Bersatu (NUB), Simson Katiandagho (Rukun Tampungang Lawo), Gerd Willem Aer (IKIST), Irjen Pol (Purn) Drs. S. Mamadoa (Rukun Tampungang Lawo), Yan Damar, Fany Tucunang dari NUB, Joseph Musa (Rukun Maebungang, juga mewakili Pria Kaum Bapak GMIST), Ayub Makawekes (Malahasa), Frodi Wailan, Johan Damar, Nusa M (Ikatan Keluarga Nanusa), Paris Diamanis (Rukun Mantelagheng), Djetro Sumendong (Rukun Mantelagheng), Vondel Towoliu, Jorry Tucunang (NUB), Beatriks Labeda (GMIST), Niniwati Terah, Anak Sangihe Rantau (ASR), dan beberapa pemuda yang mewakili ASR
Sementara tiga orang pimpinan PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) diwakili Boyke Richal Paparang, yang mengaku sebagai Consultan Coorporation Social Response (CSR) PT. TMS, Jenny Polii mengaku sebagai Project Administration dan dihadiri juga Jiriel Kumayas, Direktur Operasional PT. TMS.
Pertemuan yang semula di dijadwalkan Pukul 18.00 Wib, ditunda sampai Pukul 19.00 WIB.
Perwakilan Tokoh-Tokoh Sangihe dan perwakilan rukun-rukun warga Sangihe secara seragam memakai masker warna merah, yang bertuliskan: “Tolak TMS, I Love Sangihe”.
Acara sosialisasi PT.TMS diawali dengan doa yang dipimpin oleh Ketua Resort GMIST InBar Pendeta Iriani Misah Awaeh. Kemudian masing-masing perwakilan rukun keluarga asal Sangihe, Sitaro dan Talaud yang ada di Jabodetabek memperkenalkan diri.
Ketua Resort GMIST Inbar, Pendeta Iriani Misah Awaeh yang pernah bertugas di Bowone yang menjadi salah satu lokasi area tambang menyatakan, PT. TMS hanya akan mewariskan kemiskinan dan kerusakan lingkungan bagi masyarakat Bowone dan sekitarnya.
Sementara Dr. Ahmad Nasir Biasane selain mempertanyakan status Boy Richal Paparang sebagai seorang Komisioner di KPID Provinsi Sulut, mengapa berani menerima tugas sebagai konsultan CSR PT. TMS? Sebagai putera Tabukan Utara, dengan tegas ia menyatakan bahwa tetap komitmen Sangihe bagian selatan mengandalkan pertanian dan hasil perikanan dan tidak untuk ditambang
Sesuai pengalamannya sebagai penambang, Johan Damar, mempertanyakan dampak kerusakan dan tanggung jawab PT. TMS jika beroperasi.
Ketua rukun Tampungan Lawo, Simson Katiandagho, mengingatkan PT. TMS yang sudah melihat peristiwa pengembalian fasilitas penambangan PT. TMS yang dilakukan masyarakat pada tanggal 22 – 24 Desember 2021.
“Mobilisasi alat berat PT.TMS milik kontraktor Indo Drill yang diadang di Pelabuhan Pananaru dan dipaksa masyarakat, dinaikan kembali ke kapal LCT dan dihalau keluar, itu akan terjadi terus-menerus sampai PT. TMS keluar dari Sangihe,” tegas Simson
Sedang Irje Pol (Purn). Drs. S. Mamadoa menyatakan kekhawatirannya dan sikap penolakkannya, “Kami tidak rela keluarga kami menderita karena TMS, kami tidak tega tanah dan pulau kami dirusak oleh PT. TMS”, ujar Perwira Tinggi Polisi itu.
Dalam sesi tanya jawab PT. TMS diberikan kesempatan untuk menjawab dan mengklarifikasi.
Dalam paparannya PT TMS, menyampaikan tentang rencana kerja PT. TMS untuk mengeksploitasi Sangihe dan beberapa keuntungan yang akan dinikmati oleh masyarakat di sekitar penambangan.
Semua pernyataan yang disampaikan PT.TMS dianggap hanya sebagai sorga di telinga oleh tokoh-tokoh Sangihe.
“Sebaliknya, semua perwakilan rukun rukun Sangihe dan Para Tokoh masyarakat semua sepakat menyatakan dengan tegas menolak PT.TMS, beroperasi di Sangihe,” kata Ketua rukun Tampungan Lawo, Simson Katiandagho
Sikap tegas menolak PT. TMS beroperasi di Sangihe yang dibacakan oleh Tokoh dan Sesepuh masyarakat Sangihe di Jakarta, Gerd Willem Aer dan diserahkan kepada PT. TMS yang diterima oleh Jeriel Kumayas.
Sambil diiringi tepuk tangan dan pekikan semangat masyarakat Sangihe di Jakarta, ada yang berujar “Mereka undang, kami hadir, kami sambut, kami kasihi, dan kami tolak”.
Pertemuan berakhir Pukul 20.30 WIB yang ditutup dengan doa oleh Pendeta Rico Manangsang, dan diakhiri dengan sebuah lagu masamper. (Eddy Lahengko)