Jakarta-Kapolres Sumba Barat Hendra Dorizen harus menangani secara profesional kasus pembunuhan sadis terhadap Emiliana Yohanes di Kabupaten Sumba Barat pada 23 Januari 2025 di Desa Lingu Lango, Kecamatan Tana Righu, Sumba Barat, NTT, sudah mulai menyita perhatian publik Jakarta.
“Pemberitaan di media tentang sejumlah kejanggalan antara lain aktor intelektual dader dengan nama inisial MN dibiarkan penyidik bahkan tidak pernah dilakukan pemeriksaan sekalipun hanya sebagai saksi,” jelas Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang juga pengacara senior, Petrus Selestinus di Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Menurut Petrus, memang saat ini seorang pemuda dengan inisial JUA telah ditetapkan sebagai tersangka pelaku tunggal, padahal dari berbagai informasi dan fakta-fakta seputar tubuh korban yang penuh dengan luka tusukan, namun barang bukti yang disita dari si tersangka hanyalah sebilah pisau dan satu perangkat katepel.
Petrus mengharapkan, penyidik perlu mendengarkan masyarakat, karena sudah menjadi pergunjingan masyarakat setempat, bahwa terdapat seorang pelaku lain yang belum dipanggil, namun penyidik nampak seakan-akan mengabaikan informasi dari masyarakat tentang keterlibatan pelaku lain yaitu seseorang dengan inisial MN yang disebut-sebut sebagai yang menyuruh JUA melakukan pembunuhan dengan upah Rp 300.000.
Petrus mengatakan, dalam kasus pembunuhan sadis, penyidik tidak boleh pasif hanya mendengarkan keterangan dari pelaku, akan tetapi juga harus menggali informasi dari masyarakat setempat tentang tabiat, keadaan sosial MN, serta mendalami hubungan hukum apa yang terjadi antara MN dengan korban Emiliana Yohanes.
Menurut informasi dari beberapa pihak, terdapat hubungan hukum soal hutang uang sebesar Rp1,6 juta, yang merupakan sisa harga dari babi yang diambil MN dan Emiliana.
Petrus mengatakan, dari berbagai pemberitaan media, patut diduga kuat ada persekongkolan antara MN dengan JUA, ketika pada awal penangkapan, penyidik menangkap MN dan JUA, namun beberapa waktu kemudian MN dilepaskan dari tahanan dan bersamaan dengan itu JUA mengaku sebagai pelaku tunggal.
“Dalam kondisi demikian Kapolres harus terus memantau kinerja penyidik yang bisa saja terjadi main mata segi tiga, lalu MN dibebaskan sedangkan JUA pasang badan sebagai pelaku pembunuhan tunggal,” kata Petrus yang juga Koordinator Advokat Pergerakan Nusantara.
Petrus mengingatkan, proses penyidikan seperti ini tidak akan bermanfaat untuk penegakan hukum, tidak membangun budaya hukum yang bersifat meningkatkan tertib hukum, malah akan menjerumuskan masyarakat dari perilaku main hakim sendiri.
Selain itu, kata Petrus, perlu terbuka untuk menjelaskan hasil visum et repertum untuk memastikan apakah penyebab luka di tubuh korban apakah disebabkan pisau atau dari dua pisau yang berbeda. “Karena kepastian tentang apakan dengan dua pisau atau satu pisau, hal itu hanya bisa diungkap melalui uji forensik dan Polres Sumba Barat wajib lakukan, jika JUA tetap berbohong demi MN,” kata Petrus.(den)


