30 October 2025
HomeBeritaPolitikPengamat dan DPR: Evaluasi Rangkap Jabatan ASN sebagai Komisaris Entitas Bisnis Negara

Pengamat dan DPR: Evaluasi Rangkap Jabatan ASN sebagai Komisaris Entitas Bisnis Negara

SHNet, Jakarta– Pengesahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara pada 6 Oktober silam masih menjadi diskusi hangat. Banyak harapan agar aturan ini dapat menjadi landasan penguatan tata Kelola BUMN, serta peningkatan profesionalisme organ BUMN yang berimplikasi pada peningkatan kinerja BUMN.

Hal ini juga disampaikan pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo. “Kita apresiasi lahirnya UU BUMN yang baru ini, walau pun kita berharap implementasinya bisa berjalan dengan baik mengingat apabila membahas tentang profesionalisme khususnya rangkap jabatan perlu diperjelas dan ditata dengan baik aturannya hingga level eselon” kata Agus.

Ia menambahkan “Dalam Pasal II ayat (2) UU no.16 Tahun 2025 jelas menyatakan tentang ketentuan rangkap jabatan di tingkat Menteri dan wakil Menteri, tetapi bagaimana dengan pejabat eselon di bawahnya yang diangkat menjadi Komisaris BUMN, dan anak usahanya karena lahirnya undang-undang ini dan Danantara menjadikan permen BUMN sebelumnya invalid sehingga perlu diperjelas dan dipertegas ketentuannya” tuturnya.

Seperti diketahui, dalam aturan baru UU BUMN disampaikan bahwa rangkap jabatan Menteri dan wakil Menteri sebagai organ BUMN berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Putusan MK. Tetapi aturan ini belum memberikan landasan bagi pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai komisaris. “Kalau merujuk aturan lama di Permen BUMN sudah ditata bahwa ASN yang jadi komisaris itu penugasan sehingga ada surat penugasannya dan persetujuan Kemen-PAN. Nah sekarang belum jelas sehingga perlu diperjelas lagi” tambahnya.

Ketika ditanya tentang adanya ASN eselon 2 Kementerian yang menjabat di anak usaha BUMN dan entitas bisnis dibawah kementerian teknis yang juga merupakan badan usaha milik negara, Agus menyampaikan agar Kementrian yang menaunginya memeriksa surat penugasan yang bersangkutan.

“Ya, secara aturan memang tidak ada larangan maka tidak salah, tetapi secara etika ASN dengan jabatan di Kementrian kemudian juga merangkap di dua entitas bisnis milik negara amat tidak elok. Yang perlu dipertanyakan, menterinya sudah mengeluarkan surat penugasan apa belum? Menterinya tahu tidak anak buahnya ada di banyak entitas bisnis milik negara? Itu antara Badan Pengelola dan Kementrian teknis apakah sudah ada komunikasi? Khawatirnya khan nanti ada conflict of interest” tegasnya.

Senada dengan Agus Pambagyo, Anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, menanggapi fenomena rangkap jabatan komisaris oleh ASN, menurutnya kurang tepat diterapkan. “Idealnya, ASN tidak boleh rangkap jabatan karena ada potensi conflict of interest. Selain itu ASN yang menjabat sebagai komisaris mereka ini khan dapat double income yang sumbernya sama-sama dari keuangan/kekayan negara” tutur Deddy.

Ia juga menambahkan bahwa pengangkatan ASN menjadi komisaris memiliki kecenderungan yang kurang positif bagi kinerja entitas bisnis tersebut. “Ketika ASN diangkat menjadi komisaris seringkali tidak produktif dan cenderung tidak memberikan kontribusi nyata bagi BUMN. Mereka itu juga menghilangkan kesempatan bagi orang yang memahami kinerja bisnis dan secara professional memiliki kapasitas dalam mengurus BUMN. Hanya saja hal ini tidak terlalu tegas diatur dalam Undang-Undang dan turunannya” ujarnya.

Saat ditanya apakah DPR akan mengusulkan aturan mengenai rangkap jabatan ASN sebagai komisaris bahkan di dua entitas bisnis negara, Deddy menyampaikan “Kita belum tahu apakah pemerintah akan membuat aturan atau tidak. Amar putusan MK yang melarang wamen merangkap komisaris saja belum dieksekusi” pungkasnya.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, Menteri Koordinator yang menjadi atasan ASN tersebut belum memberikan respon lanjutan. (Stevani Elisabeth)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU