Jakarta-Aktivis dan Politisi Perempuan Dr. Rieke Diah Pitaloka menegaskan penerapan restorative justice bukan menjadi alat kriminalisasi korban. Restorative Justice dilakukan pada tindak pidana ringan dengan maksud memberi kesempatan kepada pelaku untuk menebus kesalahannya.
“Kemarin, 8 Juni 2023, saya dihubungi PB yang meminta saya mendampingi pemeriksaan terhadap dirinya di Polda Metro Jaya. PB telah ditetapkan sebagai tersangka atas laporan suaminya di Polres Metro Depok,” jelas Rieke lewat keterangan persnya kepada media di Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Rieke menjelaskan, tahun 2016 suami PB ditetapkan sebagai tersangka KDRT. Namun, proses hukum tidak berlanjut karena sang suami ajukan Restorative Justice. Kemudian, pada Februari 2023 terjadi percekcokan berujung berulangnya penganiayaan terhadap PB oleh suami.
Untuk itu, kata Rieke, PB melaporkan kembali kasus KDRT ke Polres Metro Depok. Dua minggu kemudian suami balik laporkan PB ke Polres Metro Depok.
Menurut Rieke, pihak kepolisian menyarankan Restorative Justice, diawali proses mediasi. PB tidak hadir dan dianggap tidak kooperatif. Pihak Polres Metro Depok melakukan penahanan terhadap PB. Suaminya tidak ditahan atas rekomendasi dokter.
Kemudian, pada 26 April 2023 Dirrekrimum Polda Metro Jaya, Kombes Hengky Haryadi, suami PB dapat dikenai tambahan hukuman KUHP Pasal 64 KUHP, yaitu voorgezzette handeling (Perbuatan Berlanjut).
Rieke menjelaskan, Restorative Justice (keadilan restoratif) adalah alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi.
Proses Restorative Justice libatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait.
Dia menjelaskan, prinsip Restorative Justice, pemulihan pada korban yang menderita akibat kejahatan; ganti rugi dari pelaku kepada korban; perdamaian dengan hukum yang adil, tidak memihak, tidak semena-mena; hanya berpihak pada kebenaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan; kesetaraan hak, kompensasi dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, dan pelaku melakukan kerja sosial atau kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Dalam kasus ini, Rieke Diah Pitaloka menyatakan, mendukung pendapat Dirreskrimum Polda Metro Jaya, yang menggambarkan perspektif hukum yang berpihak pada korban. Untuk itu, Rieke menolak penyelesaian indikasi kuat KDRT terhadap PB dengan mekanisme Restorative Justice, tanpa mengedepankan perspektif keadilan terhadap korban, tanpa jelas dan tegas tetapkan terlebih dahulu siapa korban dan siapa pelaku
“Memohon dukungan dari seluruh elemen bangsa untuk PB, hentikan kriminalisasi terhadap korban KDRT. Negara wajib lindungi PB dan anak-anaknya,” kata Rieke.
Selain itu, Rieke juga mendesak aparat hukum untuk memeriksa suami PB dan melanjutkan proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan, khususnya UU KDRT dan UU KUHP.(den)