19 November 2025
HomeBeritaSentil Dedi Mulyadi, MTI Tegaskan Penyelesaian ODOL Tak Bisa Dilakukan Per Wilayah

Sentil Dedi Mulyadi, MTI Tegaskan Penyelesaian ODOL Tak Bisa Dilakukan Per Wilayah

SHNet, Bandung — Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengingatkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi agar tidak mendahului kebijakan pemerintah pusat terkait penerapan kebijakan Zero Over Dimension Overload (Zero ODOL).
Kebijakan ini telah disepakati akan diberlakukan secara nasional mulai Januari 2027. Menurut MTI, upaya mempercepat penerapan Zero ODOL di tingkat daerah justru berpotensi mengganggu rencana strategis nasional yang telah disusun bersama seluruh pemangku kepentingan.
“Kalau tiba-tiba diterapkan pada Januari 2026 itu tidak mungkin. Banyak hal yang harus disiapkan terlebih dahulu,” kata Wakil Ketua Umum MTI Djoko Setijowarno, di Bandung, Jumat (7/11).
Djoko menegaskan bahwa penyelesaian masalah truk ODOL tidak bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, karena menyangkut sistem logistik nasional yang menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
“Transportasi logistik itu urusan nasional. Kalau setiap daerah bikin aturan sendiri, maka arus logistik antarwilayah akan terganggu. Kepala daerah tidak bisa bertindak di luar kebijakan Menteri Perhubungan,” tegas Djoko yang juga Dosen Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata.
Kebijakan Daerah Bisa Ganggu Arus Logistik Nasional
Menurut Djoko, apabila setiap kepala daerah menerapkan aturan berbeda terkait truk ODOL, maka distribusi barang akan tersendat. Padahal, rantai pasok nasional membutuhkan konektivitas yang lancar dari satu provinsi ke provinsi lainnya.
“Kalau semua jalan sendiri-sendiri, transportasi nasional bisa macet total,” ujar Djoko.
Djoko juga menyoroti banyak hal yang masih perlu dibereskan sebelum penerapan Zero ODOL dilakukan, seperti peningkatan kesejahteraan sopir, pengaturan upah standar, hingga penghapusan pungutan liar di jembatan timbang.
“Pemerintah harus menyelesaikan masalah pungli baik oleh oknum berseragam maupun tidak. Belum lagi soal upah sopir yang sampai sekarang belum ada standarnya,” kata Djoko.
Ia juga menekankan pentingnya revisi terhadap regulasi lalu lintas agar sopir tidak terus menjadi pihak yang dikambinghitamkan setiap terjadi kecelakaan. “Harus ada kejelasan tanggung jawab antara perusahaan dan sopir. Termasuk penetapan batas bawah dan atas tarif logistik supaya adil,” lanjut Djoko.
Surat Edaran Gubernur Tak Memiliki Kekuatan Hukum Mengikat
Dari perspektif hukum ketatanegaraan, Djoko menilai kebijakan yang diatur melalui surat edaran (SE) gubernur tidak memiliki kekuatan hukum untuk menjatuhkan sanksi.
Surat edaran, menurut Djoko, bukan peraturan perundang-undangan yang dapat menimbulkan akibat hukum, melainkan hanya bersifat panduan internal administratif bagi instansi di bawah kewenangan kepala daerah.
“Surat edaran itu bukan dasar hukum untuk memberikan sanksi. Jadi, kalau Gubernur ingin membuat aturan yang mengikat masyarakat atau pelaku usaha, harus melalui peraturan daerah atau keputusan kepala daerah yang sesuai dengan hierarki hukum,” jelas Djoko.
Dengan demikian, rencana pelarangan truk ODOL di Jawa Barat melalui surat edaran mulai Januari 2026 dinilai tidak memiliki dasar hukum kuat, dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian di sektor logistik.
Pemerintah Siapkan Sembilan Langkah Menuju Zero ODOL 2027
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah telah menyiapkan sembilan langkah aksi nasional menuju implementasi Zero ODOL pada 2027.
Langkah-langkah itu meliputi:
1.Integrasi pendataan angkutan barang melalui sistem elektronik.
2.Pengawasan, pencatatan, dan penindakan kendaraan angkutan barang.
3.Penetapan dan pengaturan kelas jalan provinsi, kabupaten, dan kota.
4.Penguatan penyelenggaraan jalan khusus logistik.
5.Peningkatan daya saing distribusi logistik melalui multimoda.
6.Pemberian insentif dan disinsentif bagi badan usaha logistik dan kawasan industri.
7.Kajian dampak Zero ODOL terhadap ekonomi, biaya logistik, dan inflasi.
8.Penguatan aspek ketenagakerjaan, termasuk standar kerja dan upah layak bagi pengemudi.
9.Deregulasi dan harmonisasi peraturan untuk meningkatkan efektivitas penegakan kebijakan.
Gubernur Dedi Mulyadi Bersikeras Jalankan Kebijakan Lebih Cepat
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan bahwa mulai 2 Januari 2026, seluruh industri pengangkutan barang di wilayah Jawa Barat dilarang menggunakan truk ODOL.
Menurut Dedi, kebijakan ini diperlukan untuk menekan kerusakan infrastruktur dan risiko kecelakaan lalu lintas.
Namun, para pakar transportasi menilai langkah tersebut terlalu tergesa-gesa dan dapat mengganggu sistem logistik nasional yang sedang disiapkan menuju penerapan serentak di tahun 2027. (Rudy)
ARTIKEL TERKAIT

TERBARU