6 December 2025
HomeBeritaUniversitas Paramadina dan KPI Dorong Mutu Siaran Infotainment Berkualitas

Universitas Paramadina dan KPI Dorong Mutu Siaran Infotainment Berkualitas

SHNet, Jakarta-Universitas Paramadina dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong kualitas siaran infotainment lebih berkualitas. Hal itu mengemuka pada kegiatan Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) 2025 pada Kamis (27/11/2025) di lantai 8 gedung Firmanzah kampus Universitas Paramadina Cipayung. Kegiatan yang dilaksanakan secara hybrid tersebut berfokus pada upaya memperkuat penyiaran penyiaran lokal dalam menata infotainment berkualitas.

Menurut Komisioner KPI Pusat, Amin Shabana, M.Si riset mengenai program infotaiment di televisi masih diperlukan untuk menjaga agar memiliki kualitas program siarannya. Selain itu penonton program ini masih terdapat 75 %. Oleh karena itu Amin berharap agar tayangan infotainment dapat menjadi inspirasi khususnya yang dilakukan oleh artis-artisnya, bukan konflik pribadi yang banyak dipublikasikan.

Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti (kiri), Komisioner KPI Pusat & PIC IKPSTV, Amin Shabana, M.Si memberikan sambutan dan arahannya untuk siaran televisi yang lebih baik di Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) 2025 pada Kamis (27/11/2025) di Universitas Paramadina

Mimah Susanti, salah satu anggota KPI Pusat menambahkan kegiatan yang dilaksanakan dalam diseminasi tersebut dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat, sekaligus evaluasi terkait dengan pemantauan tayangan televisi. Ia juga berharap mendapat banyak masukan dari masyarakat demi mendapatkan informasi berkualitas di program-program yang dihadirkan oleh media televisi. “Diseminasi ini kita lakukan tidak hanya menyampaikan hasil pemantauan dari KPI, melainkan masukan yang sangat berarti dari stakeholders untuk perbaikan tayangan infotainment yang lebih baik”, ujar Mimah Susanti.

Kualitas Program Infotainment Rendah

Tim Litbang KPI Pusat, Juneadi memaparkan dari hasil riset yang dilakukan, indeks program infotainment masih dalam angka rata-rata yang belum berkualitas yakni sebesar 2.90. Padahal untuk mencapai penilaian berkualitas, indeks yang harus dicapai minimal 3,0.dengan 21 program infotainment dengan total sampel 68 tayangan selama periode Mei-Juni 2025. Dimensi penilaian meliputi penghormatan hak privasi (2,44), hedonistik (2,53), edukatif (2,62), kepatuhan terhadap norma (2,62), faktual (2,90) dan kredibilitas informasi (2,94).

Dari hasil riset didapatkan hasil bahwa BTV dan Trans7 unggul di faktual dan kredibilitas dengan skor > 3.0. Sedangkan catatan negatif yang jadi program gosip popular terdapat pada “Silet” dan “Insert” yakni pada skor privasi dan pelanggaran norma yang paling menonjol. Dari data litbang KPI menunjukkan program infotainment ini tidak pernah mencapai minimal 3.0 berkualitas sejak tahun 2017.

Junaedi menuturkan jika dibandingkan dari berbagi sumber penelitian lainnya, dampak gosip media terhadap kehidaupan dan identitas nasional ini terdapat 3 aspek yang bisa dicermati yakni pada kehidupan sosial (menyebarkan stereotip, konflik sosial), jati diri bangsa (krisis identitas, nilai yang dangkal) dan berdampak pada generasi muda yang lebih fokus pada hiburan, dibanding nilai-nilai yang seharusnya bisa dijunjung sebagai nilai identitas bangsa.

Universitas Paramadina Rekomendasikan Literasi dalam Menyaksikan Infotainment Universitas Paramadina merekomendasikan perlunya literasi kepada masyarakat dalam mengonsumsi tayangan infoitainment di televisi. Hal itu disampaikan Dosen Magister Ilmu Komunikasi, Dr Rini Sudarmanti dalam kegiatan Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) 2025 yang terselenggara atas kerjasama Program Studi Sarjana dan Magister Ilmu Komunikasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) .

Menurutnya, tayangan infotainment sampai dengan sekarang masih didominasi informasi yang mempublikasikan masalah pribadi artis, seperti perceraian, gosip, konflik keluarga, dan skandal. “Semakin sering masyarakat menyaksikan tayangan seperti perceraian, pacaran dan banyaknya gosip yang belum pasti mengakibatkan tayangan-tayang tersebut dinormalisasi di masyarakat dan menjadi hal biasa”, tandas Dr Rini Sudarmanti.

Tayangan infotainment di televisi selama ini, dinilainya lebih memberikan dampak negatif, seperti normalisasi perilaku negatif, nilai-nilai materialistis yang lebih ditonjolkan dan kehidupan privasi/pribadi yang banyak dipublikasikan, sehingga menurunkan kualitas informasi.

Melihat dominasi tayangan tersebut di infotainment, Dr Rini Sudarmanti menyarankan agar semua memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial media. “Media harus memiliki tanggung jawab sosial dengan cara menerapkan etika jurnalisme, memberikan perlindungan pada kelompok rentan terutama anak-anak dan remaja yang dikhawatirkan terpengaruh dari tayangan tersebut”, tegasnya.

Kualitas tayangan infotainment juga dipertanyakan oleh Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban (FFP), Dr Tatok Joko Sutanto. Ia menyatakan bahwa program infotaiment perlu diberikan masukan dari berbagai stakeholders, khususnya perguruan tinggi. “Saya selalu bertanya-tanya sebenarnya infotainment ini mencerdaskan atau mencerai-beraikan ya”, ujarnya.

Penandatangan kerjasama Fakultas Falsafah dan Peradaban (FFP) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang diwakili oleh Dekan FFP Universitas Paramadina, Dr Tatok Joko Sutanto dan Komisioner KPI, Amin Shabana, MSi didampingi Komisioner KPI, Mimah Susanti, Ketua Program Studi Sarjana Ilmu Komunikasi, Tri Wahyuti, M.Si (kanan) dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, Juni Alfiah Chusjaeri, Ph.D (kiri)

Infotainment yang Edukatif dan Ideal

Sebagai konsultan IKPSTV KPI, Dr Mulhanetti Syas menyatakan bahwa sudah sering menyampaikan kepada pihak media agar memberikan tayangan infotaiment yang berkualitas. “Tayangan infotainment bisa menayangkan pengalaman-pengalaman artis dalam keberhasilan karir, atau terkait apa yang dicapai dalam hal pendidikan misalnya atau kegiatan lainnya yang memotivasi orang lain untuk juga bisa lebih baik. Para artis itu kan tertunya akan dilihat oleh masyarakat apa yang dilakukannya”, kata Dr Netti panggilan akrabnya.

Sejak tahun 2018 menjadi konsultan, capaian indeks rata-rata untuk tayangan infotainment belum mencapai indikator minimal berkualitas. “Sampai tahun 2025 indeks rata-sata tayangan infotaiment di televisi masih mencapai 2,68. Padahal program yang lain sudah mencapai rata- rata minimal 3,0. Hal ini mengindikasikan bahwa informasi yang disampaikan di program tersebut masih belum memberikan manfaat untuk masyarakat. Oleh karenanya program infotainment ini harus ditingkatkan kualitasnya”, ujar Dr Netti yang juga Dosen Program Studi Magister Ilmu Komunikasi tersebut menambahkan.

Tayangan infotainment masih eksis sampai dengan sekarang, menurut Produser Eksekutif Inews TV, Nanda Armadhani dikarenakan permintaan pasar yang cukup tinggi. Selain itu, infotainment masih dijadikan salah satu program hiburan masyarakat dan juga promosi bagi pekau industri hiburan. “Karir artis juga masih bergantung pada popularitas dan eksposure media, serta terbukanya lapangan pekerjaan bagi mereka yang mempunyai kemampuan”, ungkap Nanda.

Nanda menyadari bahwa infotainment yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria antara lain menjadi clearing house atau berita hoax di media sosial, menampilkan wawancara kedua belah pihak yang berpolemik, penulisan naskah yang sesuai fakta. “Idealnya memang informasi itu tidak boleh didramatisir, tak boleh berbohong membawa penonton untuk bisa menyukai cerita yang tidak sensasional, seperti cerita prestasi atau karya terbaru artis, tidak memberi ruang untuk selebriti yang sengaja menebar sensasi demi keuntungannya, dan melindungi mental anak-anak selebriti,” ujar Nanda. (sur)

 

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU