JAKARTA– Penerapan Undang-Undang Praktik Kedokteran yang ada saat ini menyebabkan kebobrokan sistem kedokteran Indonesia. Akibatnya, dokter tidak bisa melayani pasien sebaik-baiknya, sehingga 2 juta pasien berobat ke luar negeri setiap tahun. Tidak mungkin memperbaiki sistem kedokteran apabila UU Praktik Kedokteran tidak dirombak.
Demikian disampaikan anggota DPR-RI, dari PDI Perjuangan, dr. Ribka Tjiptaning di Jakarta kepada pers, Sabtu (16/7/2022) menanggapi pernyataan Wakil Ketua Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Prof. dr. Deby Vinski, MSc, PhD. di Jakarta, Kamis (14/7) tentang akibat buruknya citra dokter Indonesia, sebanyak Rp 100 triliun setiap tahun devisa negara terbang ke luar negeri dari masyarakat lndonesia yang mencari pelayanan kesehatan bagi keluarganya.
“Bukan cuma pasien tapi, semakin banyak dokter Indonesia memilih bekerja diluar negeri, karena di dalam negeri tidak kondusif. Makanya jangan kelamaan revisi Undang-Undang Praktik Kedokteran,” ujarnya.
5.000 Dokter Dihambat
Menurut Tjiptaning, semua yang sedang diperjuangkan PDSI seharusnya perlu segeea ditindaklanjuti dengan merevisi besar-besaran Undang-Undang Praktik Kedokteran.
Dia menjelaskan, kalau mau tahu saat ini ada 5.000-an dokter Indobesia terhambat bekerja karena Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI).
“Padahal mereka semua lulus dengan nilai bagus. Karena UKDI ajang cari duit. Sayang banget kan banyak puskesmas kosong dokternya. Kenapa tidak mereka aja ditugaskan dengan diawasi negara. Hanya karena tidak dapat selembar kertas UKDI mereka tidak bisa melayani masyarakat,” ujarnya.
Tjiptaning menjelaskan, itu salah satu akibat dari UU Praktik Kedokteran yang telah mematikan potensi intelektual dokter untuk inovatif dan melayani rakyat lebih baik lagi.
“Jangan berharap ada dokter yang kritis selama masih ada IDI yang menjadi rantai pengekang leher dokter. Sementara di luar negeri dokter memiliki kebebasan bekerja, berinovasi dengan pendapatan yang lebih besar,” tegasnya.
Padahal, jelas Tjiptaning, Menteri Kesehatan baru-baru ini menyatakan Indonesia sangat kekurangan dokter untuk melayani masyarakat di dalam negeri sendiri.
“Pokoknya tidak ada perbaikan sistem kedokteran dan sistem kesehatan nasional jika UU Praktik Kedokteran tidak segera dirombak,” tegasnya.
Kurang 130.000 Dokter
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan kebutuhan dokter di Indonesia masih di bawah standar WHO 1/1.000 penduduk. Untuk mengejar standar tersebut dilakukan kerja sama antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk memenuhi kebutuhan dokter di Indonesia.
“Saat ini jumlah dokter yang dibutuhkan di Indonesia sekitar 270 ribu, sementara saat ini baru ada sebanyak 140 ribu. Artinya masih ada kekurangan dokter sebanyak 130 ribu,” ujar Menkes Budi beberapa hari lalu.
Dokter Jangan Diam
Sebelumnya, Wakil Ketua Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Prof. dr. Deby Vinski, MSc, PhD. di Jakarta, Kamis (14/7) mengatakan selama ini para dokter diam dengan kenyataan semakin banyak masyarakat yang memilih berobat ke luar negeri, menjadikan dokter sebagai kambing hitam dari kerusakan sistem kesehatan yang lebih besar.
“Saatnya dokter ikut mikir dan terlibat merancang dan menjalankan sistem kesehatan yang lebih baik. Bagaimana agar masyarakat kembali percaya pada kita dan tidak perlu berobat keluar negeri,” ujarnya.
Deby Vinski menegaskan, bagaimanapun para dokter yang paling bertanggung jawab terhadap sistem kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat.
“Pemerintah saat ini sudah cukup akomodatif mau mendengarkan masukan dari para dokter,” ujarnya. (den)