SHNet, PRIGEN – Anak muda adalah sosok paling penting dalam memastikan perdamaian Indonesia. Karena itu anak muda harus memiliki komitmen untuk beraksi secara kreatif dalam menggalang perdamaan di tengah keragaman Indonesia suku, agama, dan lain-lain. Utamanya dengan menyebarkan konten-konten damai, nasionalisme, toleransi, sebagai kontra narasi melawan propaganda radikalisme dan terorisme.
“Secara kuantitas sekarang Indonesia itu mayoritas anak muda, lebih dari 60 persen penduduk Indoensia anak muda. Tentunya yang bicara ke anak muda ya sesama anak muda. Itu lebih akan diterima,” ujar pendakwah dan konten kreator Habib Husein Ja’far Al Hadar saat menjadi narasumber Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Duta Damai Dunia Maya dan Duta Santri 2023 di Prigen, Pasuruan, Senin (9/10/2023).
Lebih lanjut, Habib Ja’far menambahkan bahwa kalau dalam Islam, anak muda saat ini adalah penentu masa depan. Kemudian dalam kebangsaan Ben Andersen bilang revolusi di Indonesia selalu diimotori anak muda.
“Karena itu buat anak muda yok kita bergerak bersama untuk perdamaian Indonesia. Indonesia bukan hak kita, tapi hak semua orang, maka tugas kita menjamin Indonesia baik-baik saja sebagai warisan terbaik untuk generasi setelah kita,” ajak Habib Ja’far.
Ia meyakinkan bahwa tidak ada negeri yang lebih indah dari Indonesia. Keindahan dan kedamaian itu berkat karunia dari danTuhan. Bandingkan dengan negara Afghanistan, yang hanya terdiri dari tujuh suku dan satu agama, tapi perang saudara terus berkecamuk. Sementara Indonesia dengan ribuan suku dan bermacam agama bisa damai dan bersatu.
Menurutnya, duta perdamiaan bukan hanya agama atau suku, tapi berbagai hal. Maka para duta damai dan duta sanrti harus berada di tengah dan berpihak pada yang benar.
“Yuk kita jadi duta damai, apapun agama Anda saya yakin anda akan masuk surga. Karena semua agama mengajarkan kedamaian,” pria keturunan Yaman tapi lahir dan besar di Bondowoso, Jawa Timur ini.
Ia menjelaskan menjadi duta damai itu harus verbal secara tindakan dan digital. Itu penting karena dari data Kementerian Agama (Kemenag) tentang perbincangan di media sosial, konten digital tentang perdamaian hanya 21 persen, sedangkan 63 persen masih bernuansa tidak damai, dari menyerang, menyindir, dan sebagainya.
“Karena itu kita butuh kalian semua untuk menyebarkan nilai perdamiaan di media digital, karena mudah dan murah, dan efektif. Saya sendiri sudah mengurangi 80 persen pertemuan langsung, saya lebih sering syuting dan kontennya ditonton banyak orang di ruang digital,” ungkapnya.
Dalam hal ini, duta damai dan duta santri diminta untuk tidak berpikir viral dulu, yang penting bikin konten dulu. Pun isi kontennya, bisa dari hal-hal sederhana. Ia mencontohkan konten ia bergandengan tangan dengan Bhante Dhirrapunno saat naik panggung di sebuah acara ditonton 2,7 penonton.
“Buat dan sebarkan konten positif untuk pedamaian yang sederhana di sekitar Anda. Karena yang dianggap gini-gini saja, bisa jadi luar biasa buat orang lain,” tukasnya.
Pada kesempatan itu, Habib Ja’far juga menguraikan tentang makna toleransi. Ia mengajak generasi muda benar-benar memahami dan menerapkan nilai-nilai toleransi sesuai dengan Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
“Agar kita tetap dengna identias masing-masing di tengah kebersamaan kita. Karena bagi saya toleransi itu bukan pemaksaan, bukan pencerabutan identitas, dengan saya menyampaikan assalamualaikum anda jawab dengan salam masing-masing. Kita hargai dalam perbedaan dan kita tetap bersama dalam bingkai-bingkai yang kita sepakati,” ujar Habib Ja’far.
Menurutnya toleransi adalah kunci untuk menciptakan perdamaian. Dengan toleransi tentu tidak aka nada kekejian atau kemungkuran seorang pemeluk satu agama terhadap pemeluk agama lain. Bagi dia sebagai Muslim, ia meyakin bahwa menjauhi kekejian dan kemungkaran adalah kewajiban.. Begitu juga dengan dnegan umat Kristen, Katolik, Hindu, Budha, penganut kepercayaan, dan lain-lain.
“Anda punya ritual dalam kebenaran yang anda yakini, tapi saya yakin semua agama ujung-ujungnya sama yaitu kebaikan. Sebagaimana dalam Alquran bicara fastabiqul khairot yaitu mari berlomba dalam kebaikan, bukan fastabiqul haq, berlomba dalam kebenaran,” kata Habib Ja’far.
Menurutnya, kebenaran itu seperti pakaian dalam yang fungsinya sangat penting, tapi tidak perlu dipertontonkan. Justru yang dipertontonkan adalah kebaikan sebagai output dari kebenaran yang sama-sama diyakini. Karena manusia sendiri sudah super sebagai manusia, tidak seperti Superman yang mempertontonkan celana dalamnya.
Kedamaian, lanjutnya, seharusnya jadi core perjuangan generasi muda. Kalau suasana tidak damai, apakah masyarakat bisa menjalankan ibadah agama dengan baik. Ia menegaskan bahwa nikmat paling besar adalah perdamaian yang didapat dari rasa damai.
“Kalau gak damai yang Muslim salat susah, yang Kristen mau ke gereja, mungkin gereja sudah dibakar, begitu juga umat beragama lainnya. Perdamaian untuk menjamin kita hidup sebagai umat beragama dengan maksimal. Percayalan akan mengerikan apabila Indonesia tidak damai,” ucap Habib Ja’far. (Non)