Oleh : M. Nigara
JALAN makin panjang. Tantangan semakin berat. Bukan hanya babak akhir Piala Asean 2024, tapi masa depan sepakbola anak-anak negeri seperti menghadapi masa yang kembali rumit.
Ahad (15/12/24) di Stadion Viet Tri, terletak di kota Việt Trì, Provinsi Phú Thọ, Vietnam, dihadapan sekitar 20.000 pendukung Golden Star Warrior, timnas Garuda muda kita ditekuk 1-0. Beruntung Laos yang menjamu Filiphina, bermain bang 1-1, artinya posisi timnas kita hanya bergeser ke posisi runner up Grup B.
Vietnam sendiri memuncaki klasemen sementara dengan enam poin hasil dua kali menang 4-1 atas Laos dan 1-0 atas timnas kita. Meski masih menyisakan laga melawan Filiphina dan Myanmar, Vietnam dapat dipastikan akan lolos ke semifinal.
Indonesia sendiri, dari tiga kali main, masing-masing menang, seri, dan kalah sekali dengan 4 poin. Di atas kertas, Muhammad Ferrari dan kawan-kawan tetap berpeluang lolos ke semofinal, jika laga terakhir minimal bermain imbang dengan Filiphina. Laga tersebut akan kembali digelar di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (21/12/24).
Ada Apa STY?
Minimal dalam dua lagi terakhir, tim asuhan ShinnTae-yong, sama sekali tidak memperlihatkan kemampuannya. Terutama saat melawan Laos, timnas kita seperti bukan tim yang ditangani oleh pelatih sekelas STY yang sempat menyungkurkan Jerman, juara bertahan 2-0 di penyisihan grup F, Piala Dunia 2018.
Dari dua laga baik saat melawan Laos maupun Vietnam, STY gagal menampilkan strategi yang tepat untuk Ferrari dan kawan-kawan. Bahkan, saya tidak ragu untuk mengatakan timnas bermain nyarisntanpa pola. Akibatnya, serangan yang sporadis mudah dipatahkan lawan. Dan pertahanan yang rapuh mudah ditembus pemain lawan.
Lalu yang tak kalah menyedihkan, di lapangan tengah, Rayhan Hannan, Arkhan Fikri, Mikel Tata, dan Achmad Maulana, sama sekali tidak mampu mengalirkan bola. Akibatnya, selalu saja serangan latah di jalan dan lini belakang semakin sempoyongan.
Ada apa dengan STY? Mengapa timnas kali ini seolah-olah tak memiliki sesuatu untuk diharapkan? Bahkan menang 1-0 atas Myanmar, seri 3-3 versus Laos, dan kalah 0-1 dari Vietnam, adalah keberuntungan semata.
STY, sebelum laga sempat mengatakan bahwa waktu bersama pemain terlalu singkat. Alasan yang menurut saya kurang pas diutarakan oleh sekelas STY.
Lebih dari 4 tahun STY ada di Indonesia, dan para pemain yang dipilihnya juga bukan pemain-pemain ‘asing’. Artinya, sebagai pelatih berkelas dunia (pernah memimpin Korsel di Piala Dunia, Meksiko 2018), sepantasnya dia tahu mana pemain yang pas dengan polanya, mana yang tidak.
Timnas senior yang mayoritas anak-anak kita dari luar negeri, kok bisa? Atau jangan-jangan karena kemampuan individu pemain senior sudah matang ditempa di kompetisi Eropa, STY jauh lebih mudah membentuknya. Sedangkan Ferrari dan kawan-kawan yang produk murni lokal, kemampuan individunya jauh di bawah para senior, maka STY gagal menerapkan strategi.
Meski demikian, fakta mengatakan bahwa di bawah komando STY ada tiga divisi U17, U23, dan timnas senior kita lolos ke putaran final Piala Asia 2025. Satu prestasi yang sepanjang sejarah PSSI sejak 19 April 1930, belum pernah bisa diraih. Dan, timnas senior sangat mungkin lolos ke putaran final Piala Dunia 2026 di Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat.
Jadi, meski kekhawatiran saya amat tinggi, namun sebagai bagian dari pendukung timnas, saya masih berharap ada keajaiban. Ferrari dan kawan-kawan bisa mengatasi Filiphina untuk bisa lolos ke semifinal. Lawan yang sangat mungkin kita temui nantinya adalah Thailand yang selangkah lagi akan menjadi juara grup A.
Tidak ada yang tak mungkin dalam sepakbola…
(Penulis adalah Wartawan Sepakbola Senior)