Oleh : Erwiyantoro
ACARA sosialisasi Permenpora yang digelar Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), di Hotel Ciputra Jakarta, Senin, 9 Desember 2024 menimbulkan banyak pertanyaan. Salah satunya ketidakhadiran Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo.
Harusnya, Dito lah selaku penanggung jawab tertinggi olahraga Indonesia menjelaskan secara detail maksud dari Permenpora 14/2014.
Selain itu, Dito yang menandatangani Permenpora, tepatnya 18 Oktober 2024, dua hari sebelum pelantikan Presiden Prabowo Subianto.
Dari CCTV Indonesia Pengawas Olahraga (IPO), posisi Menpora Dito digantikan Wamenpora Taufik Hidayat, yang bukan hanya tidak terlibat dalam pembuatannya seperti pengurus PB – PP, tetapi juga tak hadir, pada saat penandatangan Permenpora 14/2024 tersebut.
Apakah Dito yang benar-benar tidak paham olah raga, dan takut atau sengaja membenturkan legenda bulu tangkis, Taufik Hidayat, dengan masyarakat olah raga. Khususnya para petinggi PB-PB. Karena, Permenpora 14/2024 tersebut, jelas adanya intervensi pemerintah yang melanggar Olympic Charter, dan bisa berakibat sanksi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Bagaimana mungkin Permenpora 14/2024, tidak boleh direvisi atau disempurnakan? Contoh yang paling jelas, dan bisa dibaca dan dipahami. Di pasal 21 ayat 1 dan 2 masih mencantumkan nama menteri, yang menyelenggarakan bidang hukum dan hak asasi manusia (Menkumham). Padahal, di era Kabinet Merah Putih sudah tidak ada lagi dan telah dipisah menjadi Menteri Hukum dan Menteri HAM.
Kesalahan kalimat tersebut bukan hanya membuat keanehan tetapi juga bisa menjadi bahan tertawaan. Kok bisa? Induk organisasi cabang olah raga (PP-PB), berhubungan dengan Menkumham, karena terkait legalitas, yaitu akte pendirian atau melaporkan hasil Kongres/Munas atas perintah Undang Undang (UU) 11/2022.
Yang semakin aneh, kalau Menteri HAM, yang sudah dipisah, apa perlu mendapat tembusan tentang legalitas hukum induk-induk organisasi sesuai dengan Permenpora tersebut?
Silahkan jawab sendiri. Wajar jika induk-induk organisasi olah raga (PB – PP) merasa keberatan dan menyebut adanya intervensi terkait Permenpora, yang menyebutkan setiap Kongres/Musyawarah Organisasi Olahraga, harus memperoleh rekomendasi Menpora.
Penerapan aturan tersebut, memang tidak ada masalah saat ini. Ke depan, bisa saja menimbulkan polemik bilamana calon ketua umum, yang diinginkan anggota induk-induk organisasi, tidak diinginkan Menpora, dengan alasan-alasan tertentu termasuk politis. Dengan kata lain, Independensinya sudah tidak ada lagi.
Yang lebih mengagetkan lagi, Menpora, punya tugas melantik pengurus induk-induk organisasi menggantikan posisi KONI Pusat. Padahal, masalah pelantikan itu, bukan hal penting, mengingat Munas/Kongres sebagai forum tertinggi.
Atau ini, memang pembuat Permenpora, sengaja memasukkan pasal tersebut, agar Menpora punya pekerjaan tambahan?
Ingat lho, ada 70 induk-induk organisasi olahraga (PB – PP) yang terdaftar. Bagaimana kalau di tahun yang sama 70 PB/PP tersebut melakukan Kongres/Munas?
Berapa dana yang harus dikeluarkan untuk acara seremonial itu Kayaknya, sih perlu ada penambahan Deputi Khusus Bidang Pelantikan. Adios Olahraga…
(Penulis adalah Ketua Indonesia Peduli Olahraga)