SHNet, Jakarta-Analis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Okky Krisna, meminta agar air minum dalam kemasan (AMDK) dikecualikan dalam aturan pelarangan terhadap truk sumbu 3 saat libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru) mendatang. Menurutnya, AMDK itu saat ini sudah termasuk dalam kebutuhan strategis yang dibutuhkan masyarakat saat ini.
“Kami dari kementerian perindustrian setiap tahun, ketika mendapatkan masukan dari industri, kita menyurati ke Dirjen Hubdar. Kita sudah menyurati Dirjen Hubdar untuk AMDK agar ditambahkan dalam pengecualian dalam aturan pelarangan tersebut,” katanya baru-baru ini.
Cuma, dia menyayangkan Kemenperin tidak pernah diikutsertakannya dalam rapat terkait penyusunan peraturan pelarangan truk sumbu 3 saat libur Nataru juga saat libur hari-hari besar keagamaan lainnya. “Jadi, mekanismenya kan akhirnya dikembalikan ke kementerian perhubungan dan juga kepolisian saja. Kita tidak bisa mengintervensi ke sana karena memang tidak pernah diundang,” ujarnya.
Dalam keluhannya ke Kemenperin, Okky mengutarakan adanya keluhan dari industri AMDK bahwa aturan pelarangan itu sangat mengganggu dari sisi distribusi barang-barang mereka. “Apalagi jika waktu pelarangan yang diterapkan itu cukup lama. Itu memang cukup berpengaruh ke distribusi,” tuturnya.
Tapi, dia mengatakan Kemenperin akan terus berusaha untuk bisa melakukan audiensi dan berkorespondensi kepada pihak yang berwenang. “Kami akan berusaha semampu kami beraudiensi kepada pihak berwenang agar AMDK itu dimasukkan dalam pengecualian,” tukasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Perindustrian dari Fraksi Partai Gerindra sekaligus juga praktisi transportasi dan logistik, Bambang Haryo Soekartono, menilai kebijakan pelarangan terhadap truk-truk sumbu 3 atau lebih yang diberlakukan pemerintah ini hanya akan mengakibatkan harga barang maupun komoditas di saat libur hari-hari besar menjadi mahal. Hal itu terjadi karena persediaan atau inventory yang ada di daerah-daerah berkurang.
“Bila terjadi kelangkaan barang maka harga barang tentu akan mahal dan bisa terjadi inflasi. Dan ini pasti akan terjadi hukum supply dan demand, di mana kebutuhan konsumen lebih banyak daripada supply-nya. Tentu yang dirugikan adalah masyarakat dan negara,” ujarnya.
Seharusnya, menurut Bambang, pemerintah cukup melakukan pengaturan trafficnya saja. Misalnya, untuk lintasan menuju Jawa yang bisa dilalui melalui 3 jalur yaitu Utara, Tengah, dan Selatan, itu diatur saja kendaraan-kendaraan mana yang akan melintas di sana. “Truk-truk sumbu 3 misalnya bisa diarahkan di jalur Utara karena langsung terkoneksi atau terintegrasi ke pelabuhan besar yang terletak di Jawa sebelah Utara.
Sedangkan kendaraan kecil dan sepeda motor bisa dilewatkan di jalur Tengah dan Selatan sehingga kepadatan bisa terbagi,” tukas caleg DPR terpilih dari Dapil Jawa Timur I ini.
Sementara, untuk jalur ke Sumatera, lanjutnya, jalur Barat bisa diarahkan untuk kendaraan kecil dan sepeda motor, sedang jalur Timur bisa digunakan untuk jalur truk.
Selain itu, menurutnya, bisa juga diatur melalui pembagian waktu. Misalnya, angkutan truk bisa jalan pada malam hari sampai pagi hari. Sedangkan kendaraan kecil dan sepeda motor bisa jalan pada pagi hari sampai malam hari. “Sehingga tidak berbarengan. Karena, jika berbarengan, itu timbul kepadatan yang mengakibatkan kemacetan,” katanya.
Lanjutnya, tugas dari pemerintah dalam hal ini Kemenhub dibantu dishub-dishub di daerah dan kepolisian adalah secara bersama-sama untuk mengarahkan kendaraan itu pada jalur-jalur yang tidak padat. “Jadi bukan malah menghentikan atau melarang semua angkutan logistik truk sumbu 3 untuk seluruh Indonesia seperti yang terjadi saat ini. Padahal, selama ini juga yang terjadi kemacetan itu kan hanya di Jawa sebelah Utara,” katanya.
Dia mengutarakan jumlah truk di Indonesia ada 5 juta truk. Dari jumlah tersebut, truk sumbu 3 atau lebih itu banyaknya hanya sekitar 20% dari total truk yang ada di Indonesia. “Nah, kalau ini dilarang, akan berdampak pada kelancaran produksi dan akan berdampak terhadap perekonomian kita. Karena, mereka itu juga ikut melancarkan perputaran ekonomi kita. Jadi, kalau dihambat, perekonomian juga akan terhambat,” ucapnya.
Dia menegaskan baik pemudik dan truk-truk logistik harus sama-sama diprioritaskan pada musim mudik di saat libur hari-hari besar keagamaan. “Pemudik dan truk harus keduanya jalan. Dua-duanya harus jalan. Bukan salah satu dikorbankan,” tandasnya.
Katanya, jika hanya pemudik yang didahulukan akan terjadi kesulitan barang di daerah-daerah. Begitu juga sebaliknya, kalau pemudik yang dikorbankan, pemudik kehilangan momen untuk merayakan hari besar keagamaan di kampung halamannya. “Itu artinya, keduanya harus bisa diakomodir bersamaan dan itu menurut saya bisa dilakukan,” ujarnya.
Jadi, tegasnya, perlu adanya kajian ulang untuk pengaturannya bagaimana cara melancarkan arus mudik yang bersamaan dengan arus barang/logistik. “Tidak boleh logistik berhenti. Di sebagian besar seluruh negara dunia, semua logistik mereka juga tetap jalan kok semua meski ada hari-hari besar keagamaan. Intinya, jika logistik berhenti maka perekonomian akan berhenti juga,” katanya. (CLS)