18 March 2025
HomeBeritaKNKT: Persoalan ODOL Tidak Sederhana

KNKT: Persoalan ODOL Tidak Sederhana

SHNet, Jakarta-Over Dimension Overloading (ODOL) itu bukanlah persoalan sederhana yang bisa diselesaikan hanya dengan menerapkan penegakan hukum.

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono mengatakan permasalahan utama yang harus diselesaikan selain kedisiplinan ODOL adalah masalah pungli dan premanisme. “Itu memakan 30 persen dari biaya angkutan, dan itu kan cukup besar,” ujarnya.

Untuk menutupi biaya-biaya seperti itulah, menurut Soerjanto, para sopir itu terpaksa mau membawa truk ODOL. “Itu kenyataannya di lapangan,” ungkapnya.

Selain itu, katanya, kalau mau memberantas ODOL, itu juga berpengaruh kepada masalah ekonomi seperti industri, perdagangan, dan inflasi.

Karenanya, dia mengatakan untuk menyelesaikan masalah ODOL ini dibutuhkan perencanaan dari Bappenas, PU, Kemenhub, Kemenperin, Kemendag, dan Kepolisian. “Itu disebabkan karena ODOL ini kompleks masalahnya,” ucapnya.

Jadi, lanjutnya, tidak bisa hanya mengatakan ODOL itu tidak boleh tapi pungli dan premanisme tidak diberantas. “Tambah kasihan lagi si pengemudi itu nantinya,” katanya.

Karena masalahnya sangat kompleks, menurutnya, penyelesaian ODOL ini harus menjadi program Presiden untuk bagaimana peningkatan keselamatan kendaraan angkutan barang. “Leadernya harus langsung perintah dari Presiden,” tukasnya.

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo juga mengakui persoalan larangan truk ODOL harus menjadi diskusi utama lintas kementerian. Hal itu disebabkan larangan truk ODOL untuk melintasi jalan nasional dapat memicu kenaikan inflasi. “ODOL itu pasti akan jadi diskusi utama antar Kemenko. Sebetulnya, Kemenko Ekonomi kan point of view lain lagi, Kemenko Infrastruktur kan poin-poin of view-nya beda lagi. Memang harus sinergi untuk mencari titik tengahnya,” katanya.

Dody menjelaskan melarang truk ODOL, baik di jalan nasional maupun jalan tol belum bisa dilakukan sepenuhnya. Sebab, melarang truk ODOL dapat menaikkan inflasi dan terjadinya biaya logistik.

Di sisi lain, kerusakan jalan dan kecelakaan yang disebabkan truk ODOL kerap terjadi. Hal ini membuat Kementerian PU merasa kesulitan untuk preservasi jalan di tengah keterbatasan anggaran. “Melarang ODOL 100 persen dalam kondisi sekarang mungkin belum bisa karena bisa menaikkan inflasi dan seterusnya lah. Tapi tidak kita larang juga tidak bisa, karena keterbatasan anggaran akan membuat kemudian kemampuan kita untuk melakukan preservasi jalan turun kan,” tukasnya.

Pengamat Transportasi Deddy Herlambang menjelaskan keberadaan truk ODOL sebenarnya sudah ingin diatasi oleh pemerintah. Namun, hal tersebut kerap berbenturan dengan kepentingan ekonomi nasional.

Deddy mengungkapkan hilangnya truk ODOL secara tiba-tiba juga dinilai Kementerian Perindustrian (kemenperin) dapat merugikan ekonomi Indonesia.

Dia melanjutkan, pada kenyataannya, sektor transportasi logistik terutama pangan terbantu dengan keberadaan truk-truk ODOL.

Deddy mengatakan, keberadaan truk ODOL bisa menekan harga beras yang mahal. Dia mencontohkan, harga beras yang diangkut menggunakan truk normal atau tidak ODOL bisa mencapai Rp100 ribu. “Namun kenyataannya, saat ini harga beras berada di nominal Rp50 ribuan karena mereka diangkut truk ODOL,” katanya. (CLS)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU