Oleh : M. Nigara
NOW OR NEVER Ini pasti bukan kalimat basa-basi. Ini juga bukan jargon politik para calon pemimpin daerah yang siap-siap menuju ke pilkada. Ya, sekarang atau tidak sama sekali, itulah situasi yang dihadapi Tim Nasional Indonesia, saat menjamu Arab Saudi, Selasa malam (19/11/24).
Jay Idzes, Risky Ridho, Thom Haye, Ragnat Oratmangien dan kawan-kawan tidak punya pilihan saat bertemu Arab Saudi. Kekalahan 0-4 dari Jepang, Jumat lalu, menambah sulit pergerakan tim nas kita untuk lolos ke Piala Dunia 2026. Indonesia, satu-satunya yang belum mampu memetik kemenangan di grup C.
Untuk itu, Shin Tae-yong harus benar-benar bisa menerapkan strategi jitu. Jika tidak, maka tamatlah asa kita untuk bisa berlaga di Piala Dunia 2026 itu. Jika gagal meraih tiga poin melawan Arab Saudi, maka posisi keempat pun akan sangat sulit untuk diraih.
Pasukan Garuda minimal harus mengantongi 12 poin untuk bisa masuk empat besar. Artinya, harus bisa menang 3 kali atau 2 kali menang dan 3 seri. Jadi, jika satu saja gagal, selesailah sudah.Tidak mudah, pasti.
Kendala
Sekali lagi, kelemahan paling menonjol di timnas kita adalah tidak adanya ‘tukang bikin gol’. Pemain yang memiliki naluri tinggi untuk membobol gawang lawan. Dari 5 kali tampil, kita baru mencetak 4 gol.
Jika saja kita memiliki bomber seperti: Sutjipto Suntoro, Syamsul Arifin, Bambang Nurdiansyah, dan Ricky Yakobi, mungkin akan lain. Contoh konkritnya saat memghadapi Jepang, ada tiga peluang indah, 2 di babak pertama, 1 di babak kedua, semua tidak mampu jadi gol.
Selain itu, saya juga melihat kendala paling utama adalah komunikasi STY dengan pemain. Jujur, saya termasuk pengamat yang sangat menghargai STY. Suka atau tidak, STY berhasil mengantarkan tiga tim nas U17, U20, dan Senior, lolos ke Piala Asia. Satu prestasi yang tidak boleh diabaikan.
Tapi, menyaksikan lima laga tim nas senior di babak ketiga Grup C, kualifikasi Piala Dunia, ada semacam perdebatan dalam diri saya. Sebagai wartawan dan pengamat, saya tahu memiliki batasan tertentu. PSSI lah pemilik hak itu sendiri.
Dulu, ada 2 pelatih asing yang lumayan sukses di tanah air. Pertama, Tony Pogacnik, asal Yugoslavia yang menangani tim nas kita 1954-1963. Catatan paling istimewa timnas kita mampu menahan Uni Soviet 0-0 di perdelapan final Olimpiade Merlbourne, Australua 1956.
Kedua, Wiel Coerver, asal Belanda, 1975-76. Catatan, tim nas kita nyaris ke Olimpiade Montreal, Kanada. Di laga pamungkas melawan Korut, kita kalah dalam adu penalti.
Istimewanya, kedua pelatih mampu berbahasa Indonesia, khususnya Pogacnik. Baik pelatih asal Yugoslavia dan Belanda itu, dikenal memiliki jurus ampuh untuk mengangkat semangat pemain. Menurut info dari para mantan pemain, kedua pelatih tak sungkan bertukar pikiran dalam dialog dari hati ke hati, tanpa pihak ketiga, penterjemah.
Nah, kelemahan paling fundamental yang dimiliki oleh STY, ya di situ. Sekali lagi, tidak bermaksud menggusur dan mempengaruhi PSSI sang pemilik kebijakan tunggal, sebaiknya STY dikembalikan pada kontrak awal yakni memegang Tim nas U20.
Tahun 2019, saat PSSI masih dipimpin Iwan Bule dan Prof Zainudin Amali masih menjabat Menpora, STY diputuskan di Manila, saat Sea Games 2019. Kontraknya untuk tim nas U20.
Namun di tengah perjalanan, STY diminta untuk menangani semua timnas. Tidak hanya itu, STY juga diizinkan untuk mengambil pemain diaspora. Harus diakui, jejak STY sangat baik. Jika boleh menilai 1-10, bagi saya STY sudah mencapai angka 7,5, artinya hasilnya baik dan sudah lulus ujian.
Tetapi, untuk timnas senior, meski mayoritas pemain pilihannya, saya melihat kendala besar dalam komunikasi. Paling menonjol justru saat berlaga. STY tidak mudah memberi suntukan. Suka atau tidak, pasti ada perbedaan petunjuk langsung dari STY dan dari pihak ketiga.
Ada baiknya, untuk tim senior, PSSI mulai mencari alternatif. Karena lebih dari 70 persen pemain diaspora asal Belanda, carilah pelatih asal negeri itu. Artinya, STY dinaikan menjadi direktur teknik atau apa pun namanya serta menangani tim nas U20.
Sebagai bangsa yang memiliki adab baik, rasanya kita tidak boleh mencampakan STY begitu saja. Meski Korsel sendiri pernah memecat Jurgen Klinsmann pelatih asal Jerman, menyusul kegagalan negeri asal STY di Piala Asia 2023.
Untuk itu, melawan Arab Saudi adalah penentu lanjut atau tidaknya asa kita ke Piala Dunia 2026.
Semoga berhasil…
(Penulis adalah pengamat dan wartawan senior sepakbola)