3 December 2024
HomeBeritaPerekat Nusantara dan TPDI Kecewa Putusan MKMK

Perekat Nusantara dan TPDI Kecewa Putusan MKMK

Jakarta-Advokat Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menyatakan kekecewaan atas putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Demikian Koordinator Advokat Perekat Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus di Jakarta, Selasa (7/11/2023) menyikapi putusan MKMK terkait Laporan Advokat-Advokat Perekat Nusantara dan TPDI dkk terhadap Hakim Konstitusi Anwar Usman, Ipar Presiden Jokowi, Paman Gibran Rakabuming Raka, Bacawapres Prabowo Subianto, yang oleh Majelis Hakim MKMK dalam persidangan tanggal 7 November 2023 telah memutus karena terbukti melakukan pelanggaran berat Kode Etik dan Perilaku.

Dalam amar putusan MKMK dinyatakan:

Pertama, menyatakan Hakim Terlapor terbukti melalukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Kosntitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip  ketakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, kepantasan dan kesopanan.

Kedua, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor.

Ketiga, memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam waktu 2×24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Keempat, Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir.

Kelima, Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pilpres, Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pilkada Gubernur, Bupati dan Walikota yang memiliki potensi benturan kepentingan.

Petrus mengatakan,  Advokat Perekat Nusantara dan TPDI selaku salah satu Pelapor, menyatakan sangat kecewa, karena lima butir amar putusan MKMK di atas, sangat tidak menyentuh esensi persoalan dan sama sekali tidak menjawab ekspektasi publik, bahkan rasa keadilan publik dipandang dari aspek Yuridis, Filosofis, Etik dan Moral.

“Alasannya karena MKMK tegas menyatakan Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat, akan tetapi MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi berupa “pemberhentian dengan tidak hormat” sesuai ketentuan pasal 47 Peraturan MK No.1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi,” jelas Petrus.

Di sini, kata Petrus, nampak aroma kompromi, aroma intervensi kekuasaan untuk menyelamatkan muka Hakim Terlapor. Padahal, MKMK seharusnya mengedepankan upaya menyelamatkan muka MK, menyelamatkan marwah dan keluhuran martabat MK ketimbang muka Hakim Terlapor yang sudah terbukti melakukan pelanggaran berat.

Menurut Petrus, dengan amar putusan seperti itu sebetulnya Jimly Asshiddiqie dan MKMK gagal mengembalikan marwah dan kehormatan serta kemerdekaan MK yang dijamin UUD 1945 dari cawe-cawe tangan kekuasaan dengan menggunakan jalur keluarga. Ibarat dokter bedah mengoperasi cancer tetapi masih menyisahkan virus ganas dalam tubuh pasiennya, sehingga masih mengancam MK ke depan.

Petrus mengatakan, dengan tetap mempertahankan Hakim Terlapor dalam jabatan Hakim Konstitusi dengan sedikit menghilangkan kekuasaan dan wewenangnya sebagai Ketua MK dengan pembatasan tidak ikut sidang perkara tertentu dan tidak ikut dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai pimpinan MK, namun demikian Hakim Terlapor masih menjadi ancaman disharmonisasi dalam tubuh MK, sehingga Hakim Terlapor dikhawatirkan akan menjalankan peran-peran non yustisial secara lebih leluasa tanpa beban dll dan ini tentu jadi ancaman serius atau bom waktu bagi MK ke depan.

Selain itu, kata Petrus,  Hakim Terlapor juga dalam Peraturan MK No.1 Tahun 2023, telah menutup jalan bagi Terlapor/Pelapor untuk banding, sementara peraturan Banding yang seharusnya dibuat oleh Hakim Terlapor selaku Ketua MK selama ini diabaikan, padahal itu menjadi tugas dan kewajiban seorang Ketua MK.

Menurut Petrus, Advokat Perekat Nusantara dan TPDI akan melaporkan Hakim Terlapor ke Ombudsman RI terkait kesalaham dalam tata kelola pelayanan administrasi publik di MK terutama menutup pintu bagi kontrol publik terhadap MK selama ini.

Dia menjelaskan, satu hal penting dan positif dalam putusan MKMK ini adalah telah mendeligitimasi pencalonan sebagai Bacapres Gibran Rakabuming Raka, dimana putusan MKMK yang memberhentikan Hakim Terlapor dari Jabatan Ketua MK terkait pelanggaran Kode Etik dalam penanganan perkara No.90/PUU-XXI/2023, akibat konflik kepentingan karena hubungan keluarga dari sudut pandang Etika dan Hukum, hal itu harus dinyatakan bahwa pencalonan Gibran sebagai Bacawapres tidak dan akan menuai gugatan secara beranak pinak dari Sabang sampai Merauke.(sp)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU