4 December 2024
HomeBeritaPotensi Ekonomi Sumba dan Sabu Raijua

Potensi Ekonomi Sumba dan Sabu Raijua

Pengantar: Menanggapi tingginya aspirasi masyarakat Sumba dan Sabu Raijua untuk mengusulkan pemekaran Provinsi Sumba dan Sabu Raijua, maka redaksi melakukan wawancara khusus dengan salah satu warga Sumba yang berada di Jakarta, Daniel Pola Moto Dimu Tagu Dedo, khususnya untuk mengetahui pendapatnya mengenai Potensi Ekonomi Sumba dan Sabu Raijua.Selamat menyimak!

Jakarta-Sumba dan Sabu Raijua memiliki potensi ekonomi yang mampu membuat wilayah ini dikembangkan menjadi provinsi yang mandiri, apabila secara politik pemerintahan aspirasi masyarakat Sumba dan Sabu Raijua tersebut mendapatkan dukungan, baik dari pemerintah kabupaten se-daratan Sumba dan Sabu Raijua maupun dukungan politik dari Pemerintah Propvinsi NTT dan Pemerintah Pusat. Begitu penegasan Daniel Pola Moto Dimu Tagu Dedo, dalam sebuah percakapan di Jakarta, Senin (13/2/2023).

Potensi Investasi Komoditi Unggulan

Pada tahun 2011, jelas Daniel, Bank NTT membiayai penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tentang Profil Potensi Investasi Komoditi Unggulan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Latar belakang penelitian tersebut adalah terkait dengan rendahnya pendapatan perkapita, kecilnya PDRB dan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT yang masih di bawah pertumbuhan ekonomi Nasional; maka percepatan pembangunan melalui peningkatan investasi menjadi prioritas utama.

Atas hal tersebut maka penelitian oleh BPPT ini bertujuan untuk melakukan identifikasi penentuan kelayakan produk unggulan yang diminati oleh para investor yang mencakup: (1) basis data wilayah kajian, (2) produk unggulan wilayah kajian, (3) pengaruh internal dan eksternal wilayah terhadap percepatan pembangunan wilayah, (4) peringkat produk dan/atau sektor unggulan, (5) peta sektor/produk unggulan yang layak dikembangkan, (6) rekomendasi percepatan pem-bangunan, (7) pra-Feasibility Study peningkatan investasi yang terkait dengan tantangan, kendala, solusi, dan intervensi pemerintah, (8) bahan promosi ke investor yang meliputi profil proyek, karakteristik investor, enabler, kebijakan pemerintah rencana aksi dan rencana promosi.

Produk Unggulan Provinsi NTT meliputi komoditi/sektor konvensional (Kakao, Kapas, Jambu Mete, dan Ubi Kayu), Canangan (Garam, Ternak, Jagung dan Wisata Bahari), dan High Value (Mangan, Zaitun, Rumput Laut). Analisis pemeringkatan produk unggulan berdasarkan multicriteria dengan mempertimbangkan (1) potensi pengembangan produk, (2) kapasitas per unit bisnis, (3) Biaya pembangunan per unit bisnis, (4) jumlah unit bisnis, (5) tingkat pengembalian investasi, (6) potensi pasar dalam dan luar negeri, (7) intervensi Pemerintah dan (8) dampak sosial dan lingkungan.

Analisis pemeringkatan yang dilakukan terhadap beberapa komoditi unggulan antara lain: (1) rumput laut, (2) perikanan, (3) jagung, (4) garam, dan (5) kakao. Dari segi besaran investasi, 8 dari 14 komoditi butuh investasi Rp.10 – Rp.30 Milyar per unit bisnis dengan komoditi sektor perkebunan, perikanan dan peternakan dengan IRR di atas 15%.

Selain itu, 6 produk membutuhkan investasi lebih besar dari Rp.100 Milyar antara lain Manganese dengan IRR di atas 10%. Meskipun hampir sama dengan bunga bank, skala ekonomi ini masih dianggap menguntungkan karena lebih besar dari pengembalian jangka panjang atau bunga bank dalam investasi mata uang asing seperti dollar Amerika.

Dalam pelaksanaan investasi, pasokan input dan kompetisi pasar perlu diperhatikan dalam pelaksanaan investasi karena sangat mempengaruhi analisa sensitivitas. Pemerintah sebagai fasilitator perlu memberi dukungan baik infrastruktur dasar, regulasi dan kesiapan masyarakat sebagai sumberdaya manusia yang akan ikut berpartisipasi dalam pengembangan industrialisasi komoditi dan sector unggulan tersebut, demi terciptanya investasi yang berkelanjutan (sustainability investment).

“Unit bisnis produk unggulan tersebut tersebar di seluruh kabupaten di Provinsi NTT termasuk daratan Sumba dan Sabu Raijua, antara lain industri Garam dengan kapasitas 8 juta ton per tahun yang berpotensi untuk Garam Industri dan Garam Konsumsi, juga memiliki produk turunan dalam hilirisasi industri garam untuk kesehatan, makanan dan produk pendukung industri lain, Kabupaten Sabu Raijua sudah memulai proyek ini beberapa tahun yang lalu dan sudah diantar-pulaukan,” tutur Daniel.

Daniel menceritakan, ayahnya (Alm. M. Tagu Dedo) pernah berusaha untuk mengembangkan industri garam di Pantai Ketewel (sekarang Sumba Barat Daya) pada tahun 1984, dan sudah menyiapkan Perusahaan PT. Samudera Raya Ketewel. Perusahaan ini telah mengantongi Izin investasi dari BKPM Pusat dan berbagai dokumen, termasuk mengantongi Sertifikasi Garam dunia Kohen.

“Baik sumber pembiayaan maupun berbagai persyaratan sebenarnya sudah berhasil diperoleh. Pembiayaan disiapkan  oleh Konsorsium Lembaga Investasi Industri Jerman dengan nilai Investasi sebesar US$ 350 juta, ya sekitar Rp5 Triliun dengan kurs saat ini. Hanya saja, tidak mendapatkan Persetujuan Pemerintah Provinsi NTT waktu itu, karena akan mendirikan pabrik garam di Pulau Timor yang juga tidak pernah terealisasi. Ya, sekadar dipahami, ayah saya merupakan Ketua PDI NTT pada masa itu,” kata Daniel tanpa mengungkapkan adanya hambatan politik.

Industri garam, katanya, apabila dilakukan secara terintegrasi akan menghasilkan air bersih (drinking water) dengan estimasi biaya produksi sekitar Rp.4,- per liter, sangat ekonomis jika didukung dengan penyediaan listrik yang bersumber dari green energy.

Selain garam, jelas Daniel, juga rumput laut khususnya jenis Eucheuma Cottonii. Jenis ini memiliki porsi 71,59% dari total ekspor produk rumput laut Indonesia di tahun 2020 yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karagenan; jenis ini adalah jenis rumput laut yang terbanyak berada di NTT. Potensi lainnya di bidang perkebunan di Sumba adalah Kakao dan Jambu Mente, sedangkan di Sabu selain Garam adalah potensi menghasilkan green energy untuk rumah tangga yaitu air tuak nira yang dapat menghasilkan ethanol melalui fractionation distillation (red: distilasi fraksinasi) sebagai pengganti minyak tanah untuk kebutuhan rumah tangga.

Selain itu, Sumba memiliki potensi pengembangan integrated farm untuk Sapi Potong, mulai breeding untuk menghasilkan embrio sapi potong berkualitas sampai dengan pembangunan rumah potong hewan, sehingga Sumba akan menghasilkan daging sapi dan tidak lagi ekspor sapi hidup. Inipun berlaku untuk babi. Sedangkan kuda pacu juga memiliki potensi pengembangan di Sumba.

Sumba The Iconic Island of Renewable Energy

Pengembangan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonik Energi Terbarukan merupakan suatu kegiatan yang telah diinisiasi sejak tahun 2010 oleh Kementerian ESDM dan Hivos. Program ini bertujuan untuk menyediakan akses energi yang dapat diandalkan kepada masyarakat yang tinggal di Pulau berukuran kecil dan sedang di Indonesia, melalui pengusahaan energi terbarukan, dengan target terwujudnya ketersediaan energi yang berasal dari energi baru terbarukan sebesar 100 persen pada 2020, namun sampai dengan saat ini pengembangan program belum mencapai target.

Program Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonik Energi Terbarukan (Sumba Iconic Island) merupakan program yang dapat mendorong perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Sumba dan dapat dijadikan sebagai contoh dalam Pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia.

Pulau Sumba telah dipilih sebagai ikon Pulau Energi Terbarukan (The Iconic Island of Renewable Energy) berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Hivos/Winrock Internasional dengan beberapa pertimbangan, antara lain :

Pertama, Pulau Sumba mempunyai akses terhadap energy modern yang rendah (rasio elektrifikasi sebesar 24,5 persen pada tahun 2010);

Kedua, Ketergantungan Pulau Sumba pada pembangkit listrik tenaga diesel (85 persen pembangkit listrik dari BBM) yang dikirim dari daerah lain sehingga memerlukan biaya pengangkutan yang mahal;

Ketiga, Pulau Sumba kaya akan potensi energi terbarukan (air, bio-energy, angin, dan matahari); dan

Keempat, Sekitar 20 persen penduduk Sumba masih tergolong miskin. (Novi Beatrix).

Menurut Daniel, sebenarnya potensi industri untuk NTT termasuk Sumba dan Sabu Raijua sudah memiliki berbagai kajian, sehingga kalau dilakukan secara konsisten dan fokus, maka NTT akan bangkit menjadi salah satu kawasan pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia bagian selatan”, kata Daniel.(Daniel Tagukawi)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU