SHNet, Jakarta– Komponis, penulis lagu, dan produser legendaris Indonesia James F. Sundah merilis karya baru dan istimewa berjudul Seribu Tahun Cahaya dalam tiga bahasa (Indonesia, Inggris, Jepang), Rabu (15/10/2025).
Seribu Tahun Cahaya bergenre Pop/EDM ini bukan sekadar eksperimen musikal, tetapi juga persembahan pribadi untuk sang istri, Lia Sundah Suntoso, yang menjadi inspirasi utama lahirnya lagu ini.
Seribu Tahun Cahaya diproduksi oleh James di New York, dirilis melalui label lokal di sana, dan didaftarkan di US Copyright Office. Pilihan ini lahir dari ketidakpercayaan James terhadap tata kelola sistem hak cipta di Indonesia.
“Lagu ini sebenarnya saya buat untuk istri saya sejak dua dekade lalu, tapi selalu tertunda. Setelah melewati masa kritis karena kanker, istri dan anak saya merawat saya dengan penuh kesabaran. Sebagai ungkapan syukur, saya merasa harus segera merilis lagu ini,” ujar James dengan penuh haru.
Karya ini mulai digarap secara serius oleh James sejak 2007, ketika genre Pop/EDM masih belum terlalu populer di Indonesia. Mendiang Djaduk Ferianto bahkan pernah menilai musiknya “terlalu maju.”
Namun, James tetap percaya pada karyanya dan merekamnya bersama penyanyi muda berbakat Meilody Indreswari (Meilody), juara Bintang Radio RRI 2007. Produksi dimulai pada 2011 dan rampung pada 2013, dan kemudian didaftarkan secara resmi di US Copyright Office.
James mengaku sengaja memasukkan unsur alat musik berbeda pada tiap versi lagu. “Pada versi bahasa Indonesia ada unsur angklung dan kolintang. Versi Jepang menghadirkan koto dan shakuhachi, dan sentuhan musik outer space yang dimainkan lewat synthesizer pada versi bahasa Inggrisnya,” ungkap James.
Meilody mengenang pengalaman uniknya saat menyanyikan lagu ini dalam lima bahasa sekaligus sebagai guide vocal, termasuk akhirnya menjadi penyanyi pertama yang membawakan versi bahasa Jepang.
“Setiap bahasa punya pemenggalan kata berbeda. Saya harus berkali-kali take ulang, Om James sampai meminta bantuan teman native speaker untuk memeriksa lafal saya,” kenangnya.
Ia menambahkan, “Bahkan lirik versi Jepang sudah kami cross-check dengan penerjemah dan publisher.”
Bagi Meilody, keterlibatannya bukan sekadar tugas profesional. “Rasanya saya ikut merasakan pesan lagunya: penantian panjang yang akhirnya terjawab bahagia,” ungkapnya.
Jika Meilody menjadi fondasi awal perjalanan lagu ini, maka Claudia Emmanuela Santoso (Audi) membawa Seribu Tahun Cahaya ke ranah global. Penyanyi asal Cirebon ini, pemenang The Voice of Germany 2019, dipercaya mengisi versi bahasa Indonesia dan Inggris. Audi mengaku merinding saat pertama kali mendengar lagu tersebut.
“Aku rasa sudah lama tidak ada lagu seperti ini. Liriknya dalam, melodinya puitis, dan penuh rasa,” ujarnya.
Tidak sederhana
Founder Museum Rekor Indonesia (MURI) Jaya Suprana menilai Seribu Tahun Cahaya, bukan judul lagu yang sederhana. “Ini sangat multi kompleks, melukiskan yang terjadi dan tidak terjadi di dunia ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, lagu karya James F Sundah ini memecahkan rekor MURI. “Beliau orang Indonesia pertama yang menduniakan lagu lewat 3 bahasa. Rekor dunia maha karya kebudayaan bidang seni sebagai lagu yang dialihkan dalam tiga bahasa yang peroleh hak cipta terbanyak di mancanegara,” tutupnya. (Stevani Elisabeth)

