Jakarta- Surat permohonan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) kepada Presiden Jokowi sangat penting bagi keselamatan rakyat Sangir dan Pulau Sangihe di Sulawesi Utara.
Permohanan PGI pada Presiden untuk pembatalan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Tambang Mas Sangihe mendapat dukungan penuh seluruh rakyat Sangir dan mantan Kepala Badan Intelejen Strategis (BAIS), Soleman Ponto.
“Semoga jeritan masyarakat Sangir yang disampaikan kepada Presiden melalui PGI ini dapat dikabulkan, yaitu sudilah kiranya Presiden memerintahkan Menteri ESDM membatalkan IUP yang sudah dikeluarkan itu. Terima kasih PGI,” tegas Soleman Ponto di Jakarta, Sabtu (18/12).
Menurutnya, apa yang disampaikan oleh PGI ini sangat benar. Sebab, bagaimana mungkin Sangihe yang luasnya hanya 736.98 km2 tapi diberikan izin untuk ditambang seluas 420 km2. Ini artinya lebih dari setengah Pulau Sangir akan menjadi lahan pertambangan,” katanya.
Dia menjelaskan, di lahan yang seluas itu ada sekita 80 desa, yang artinya seluruh penduduk desa ini harus dipindahkan.
“Kemana mereka harus dipindahkan? Belum lagi akibat dari pertambangan ini sudah pasti air sungai yang selama ini merupakan sumber kehidupan akan mengalami kerusakan. Dan hal ini sudah terjadi,” jelasnya.
Sekarang desa di sekitar tempat penambangan sudah kekurangan air bersih untuk keperluan sehari hari. Untuk itu, dirinya mengharapkan Presiden mengabulkan permintaan PGI. “Sebagai bagian dari masyarakat saya berharap Presiden dapat mengabulkan apa yang diharapkan oleh PGI, karena itu juga adalah harapan dari masyarakat Sangihe,” tegasnya.
Sebelumnya, Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia (PGI) menyurati Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) terkait izin pertambangan mas di Pulau Sangihe, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. PGI meminta Presiden untuk menghentikan Tambang Mas di Pulau Sangihe.
Permintaan itu tertuang dalam surat Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom dan Sekum Pdt. Jack Manuputty tertanggal 16 Desember 2021 yang diterima redaksi pada Jumat (17/12/2021). Hal ini merupakan realisasi dari janji Ketua Umum PGI ketika berada di Pulau Sangihe beberapa waktu lalu, bahwa PGI akan mengeluarkan sikap setelah kembali ke Jakarta.
Dalam surat itu PGI menyampaikan informasi kepada Presiden Jokowi berkaitan dengan persoalan ekologis yang terjadi di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, berdasarkan informasi yang disampaikan pimpinan Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST).
Ada tiga poin yang disampaikan dalam surat PGI. Pertama, Aliansi Masyarakat Adat dan GMIST telah menyampaikan surat dan sikap penolakan atas beroperasinya PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) yang akan melakukan aktivitas pertambangan di lahan seluas 420 km2 dari total luas Pulau Sangihe 736, 98 km2.
Kedua, izin atas PT. TMS dinilai bertentangan dengan nafas UU Nomor 27 Tahun 2007 jo UU No 1 Tahun 2014.Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terutama menyangkut perlindungan terhadap pulau dengan luas kurang dari 2.000 km2.
Ketiga, usaha pertambangan ini dirasakan tidak sejalan dengan misi pembangunan Kabupaten Kepulauan Sangihe yang bertumpu pada pertanian, perikanan dan pariwisata. Selain itu, proses Amdal yang ditempuh sebagai dasar pemberian izin oleh Kementerian ESDM dinilai tidak mengindahkan suara keberatan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe dan masyarakat setempat.
“PGI Memohon kebijakan Bapak Presiden untuk, melalui kementerian terkait, meninjau dan menghentikan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan PT. TMS di pulau kecil Sangihe. Kami sungguh menaruh harapan kepada kebijakan Bapak Presiden untuk mencegah berkembangnya krisis ekologis dan dampak buruknya di Sangihe,” tulis Pendeta Gomar.(dd)