SHNet, Jakarta-Praktisi gizi, dr. Dian Kusuma Dewi, mengatakan bagi masyarakat urban seperti Jakarta, obesitas ini menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, semua orang sibuk bekerja, berangkat pagi, pulang sudah malam.
“Aktivitas fisik mungkin sudah coba dijalankan, tapi belum optimal karena kesibukan dalam pekerjaan. Begitu juga dalam menjaga pola makan, sudah dicoba, tapi tetap tidak bisa mencapai yang benar-benar seimbang, karena memang sudah terlalu letih dengan pekerjaan sehari-hari,” katanya.
Kondisi inilah yang menurut dr. Dian, meski sudah begitu banyaknya program pemerintah atau kemenkes yang dilakukan untuk mengatasi obesitas, dalam kenyataannya masih ada saja kendala, utamanya untuk kaum urban seperti Jakarta.
Untuk membantu program pemerintah dalam mengatasi angka obesitas yang tinggi di Indonesia ini, dr. Dian beserta tim “Sukhavita Anti-aging & Wellness Center” dalam acara ulang tahun ke-3 sekaligus launching lokasi baru pada Sabtu (7/12/24) di Rocca Space, kawasan Gelora Bung Karno (GBK) yang sebelumnya berada di Tanah Abang. “Di sini kami menawarkan layanan yang mungkin dapat diaplikasikan pada kaum urban yang mengalami obesitas. Jadi, selain kita menganalisis asupannya, kebiasaan makan mereka seperti apa, kami juga menganalisis daily activity-nya, tukasnya.
Dari kebiasaan daily activity atau kebiasaan sehari-hari ini, menurut dr. Dian, skrining di klinik ini akan meng-assess kira-kira mana yang kurang, atau mana yang terlalu banyak, sehingga roda keseharianya diupayakan menjadi bulat seperti roda. “Karena banyak klien di sini yang roda daily activitiesnya itu tidak bulat bahkan cenderung tidak beraturan,” tuturnya.
Dari hasil assesment tersebut, kami akan melihat mana dulu yang harus ditatalaksana. Mungkin saja pola istirahatnya kurang, atau cara mengatasi stress yang belum sesuai, kemudian asupan makannya, aktivitas fisiknya seperti apa, dan membuat mindset bahwa hidup sehat itu sebaiknya seperti apa dengan membangun keberdayaan dari klien itu sendiri.
“Salah satu keunggulan lain yang kami tawarkan adalah terapi penunjang, berupa Cocoon Wellness treatment, yang baik digunakan pada kondisi obesitas dengan tekhnologi terkini, dan sangat cocok untuk kaum urban” ujarnya.
Dian menjelaskan alat penunjang terapi ini berbentuk kapsul yang dilengkapi dengan panas dari sinar infrared. “Orang yang akan diterapi nantinya masuk ke dalam kapsul seperti sauna. Di dalamnya kita coba relaksasi dulu. Rata-rata orang langsung merasa nyaman karena bisa relaks dan tidur, banyak orang dengan obesitas yang mengalami gangguan tidur,” katanya.
Selain itu, kata dr. Dian, pada orang-orang dengan siklus tidur yang tidak ideal, irama sirkardian dapat mengganggu kerja hormon pencernaan, sehingga yang harusnya dia bekerja dengan baik menjadi terhambat. “Pada kondisi ini, orang akan diupayakan dulu dapat tidur rileks, dan mendapatkan deep sleep atau tidur dalam. Jadi, sebenarnya jika dikatakan orang perlu tidur minimal 6-8 jam sehari itu betul, namun kalau tidak mendapatkan deep sleepnya, hal ini menjadi percuma, lebih baik tidur 2-3 jam dengan kualitas yang baik, sehingga saat bangun terasa rileks dan bugar. Banyak orang yang tidurnya lama, namun saat bangun itu tetap tidak rileks,” tuturnya.
Jika sudah dapat beradaptasi dengan alat terapi penunjang, bulan berikutnya mulai diajarkan exercise di dalam alat dengan dipandu oleh nurse. Kelebihan lain dari alat penunjang ini adalah bahwa dia mampu untuk mengeluarkan zat-zat toksik dulu, kemudian mengeluarkan cairan, mengurangi massa lemak, dan meningkatkan massa otot. “Alat ini juga mengeluarkan kelebihan kalori lebih banyak. Selama 30-45 menit dapat mengeluarkan sekitar 200-400 kalori, kadang lebih, apalagi jika ditambah exercise di dalamnya,” ucapnya.
Setelah massa lemak turun, lalu dilihat peningkatan massa otot. Satu hal yang harus dipahami, katanya, pada orang obesitas itu juga tidak bisa dipaksa langsung berolahraga atau beraktivitas. “Karena, mereka sudah menumpuk massa lemaknya, massa ototnya juga mungkin sudah berkurang. Jadi, harus diatur dulu selama kurang lebih empat minggu sampai dirasa mampu, baru kemudian diatur mulai beraktivitas fisik yang dapat dilakukan dengan alat di tempat olahraga atau lainnya, atau di rumah tanpa alat sesuai kemampulaksanaannya. Hal yang perlu diingat kondisi ini juga tidak dapat disamakan, tergantung pada kemampuan masing-masing individu,” tegasnya.
Dian mengatakan, Sukhavita klinik memiliki program untuk corporate (Corporate Wellness Program) yang dilaksanakan selama 3 bulan. “Kami membantu mengatur pola makan seimbang, aktivitas fisik yang sesuai dan menimbulkan keberdayaan (empowerment) dari klien, dengan support penunjang selama 2 bulan, kemudian di bulan terakhir harus mencoba tanpa alat penunjang lagi (boleh meneruskan untuk terapi lanjutan), dengan menerapkan pola hidup seimbang pada roda daily activity yang sudah dipaparkan pada awal pertemuan,” tukasnya.
Karyawan yang bekerja di Klinik Sukhavita, terdiri dari tenaga kesehatan seperti dokter, nurse, fisioterapis yang semuanya memiliki surat ijin praktik. “Pada 2 Desember 2024, klinik ini berusia 3 tahun dan rencananya akan membuka cabang baru di kawasan Gading Serpong,” katanya.(cls)