27 March 2023
HomeBeritaDunia yang Melawan Unipolarisme

Dunia yang Melawan Unipolarisme

Oleh: Muhammad Zulfan Djawon

Konflik Rusia-Ukraina telah berlangsung hingga hari ini. Meskipun secara resmi operasi militer Rusia di Ukraina dimulai pada Februari 2022, tetapi sesungguhnya, upaya Barat untuk mengganggu Rusia sudah berlangsung sejak tahun 1990-an, dimana AS berusaha mempertahankan unipolaritas pasca-Perang Dingin. AS ingin mencegah Rusia naik menjadi saingan baru bagi dominasi AS.

Namun, hari ini, kita melihat bahwa dunia semakin bergeser, menolak unipolarisme yang dipimpin Barat. Muncul kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik baru, yang tidak lagi mau ditekan dan disetir oleh kepentingan Barat yang eksploitatif.

Dalam seminar ““Pasca Konflik Rusia-Ukraina Menuju Multipolarisme” yang diadakan di Bandung”, diselenggarakan oleh Komite Persaudaraan Indonesia-Rusia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Cabang Bandung Koordinator Jawa Barat, pergeseran ekonomi dan geopolitik ini menjadi bahasan utama.

Para hadirin berkumpul untuk berbicara terbuka tentang tantangan dunia ke depan, pascakonflik di Ukraina. Seminar ini sangat visioner, karena yang dibahas adalah dunia pascakonflik, di saat konflik masih berlangsung dan belum bisa diprediksi, kapan akan usai.

Namun, ada satu hal yang bisa diprediksi, bahwa setelah konflik usai, dunia akan menjadi multipolar. Ini adalah sebuah statemen yang sangat optimis. Dunia multipolar tidak bisa ditolak, dunia sudah bergerak ke arah itu. Dan gerakan ini bertujuan untuk membangun tata dunia yang lebih adil.

Pasca Perang Dingin dan pembubaran Uni Soviet, dunia semakin berdarah-darah, perang makin sering terjadi. Kita lihat bagaimana Irak, Afghanistan, Libya, Suriah, Yaman, diporak-porandakan oleh perang, yang sesungguhnya disponsori oleh kekuatan Barat yang ingin melanggengkan kolonialisme mereka. Inilah yang terjadi ketika dunia bersistem unipolar, dimana Imperium Amerika berkuasa penuh, dan seolah bebas mendiktekan kemauannya pada dunia.

Siapa saja yang tidak ikut dengan kepentingan mereka, akan mereka musnahkan. AS semena-mena memberikan sanksi kepada negara-negara yang menolak tunduk. Iran, Venezuela, Kuba, dan negara-negara lain jadi korban dari perang ekonomi yang dilancarkan AS. Belum lagi color revolution, atau kudeta yang berkedok demokrasi, terhadap semua rezim yang membangkang tuan-tuan nun jauh di puncak kekuasaan unipolar.

Namun sejak beberapa tahun ini, dan semakin jelas sejak dimulainya perang di Ukraina, dunia bergerak menolak hegemoni ini. Rusia telah memulainya di Suriah. Bersama Iran, Rusia melawan kekuatan imperium yang memanfaatkan tangan-tangan teroris berkedok Islam, yang ingin menumbangkan rezim Arab terakhir yang berkeras melawan Israel dan menolak tunduk pada Barat.

Kemudian tensi di Ukraina pun makin memanas. Imperium Barat ingin menghukum Rusia, mencoba mengisolasi dan memecah Rusia dari dalam. Tapi kali ini, dunia seolah mulai berani melawan bersama, tidak semua negara mau ikut dalam kerangka Barat. Kini akhirnya, Barat justru mengisolasi diri sendiri. Inflasi dan krisis ekonomi mereka hadapi, gara-gara keputusan mereka sendiri yang memberikan sanksi kepada negara-negara lain, terutama Rusia.

Perubahan ini adalah awal menuju dunia yang lebih adil. Kekuatan AS untuk menjadi hegemon yang memaksa semua negara untuk ikut apa maunya, semakin melemah. Karena itu, sangat penting untuk terus mendiskusikan dunia adil seperti apa yang kita inginkan bersama, negosiasi apa yang bisa kita buat.

Seminar dan forum-forum diskusi yang berwawasan anti-imperialisme sangatlah penting untuk terus dilakukan karena keadilan dan dunia yang multipolar akan semakin cepat terwujud ketika muncul kesadaran global.

Penulis, Muhammad Zulfan Djawon, Sekreraris Komite Persahabatan Indonesia-Rusia.

ARTIKEL TERKAIT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

TERBARU