Jakarta-CEO Indofood Sukses Makmur yang juga pemilik perusahaan produsen AMDK merek Club, Franciscus (Franky) Welirang, mengatakan isu Bisfenol A (BPA) galon guna ulang yang disebarkan pihak-pihak tertentu lebih mengarah kepada persaingan usaha. Aktifitas penyebaran isu ini sangat disayangkan karena bisa merusak iklim investasi di Indonesia.
“Ini semua masalah persaingan yang ingin menjatuhkan perusahaan produsen air kemasan galon guna ulang yang saat ini begitu banyak di Indonesia,” ujar Franky, sapaan Franciscus.
Seperti diketahui, Indofood melalui anak usahanya juga memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang bermerk Club.
“Saya kira galon guna ulang bukan hanya Club, tapi banyak lainnya. Bisa dibayangkan berapa banyak galon guna ulang yang ada di pasar saat ini, dan berapa besar cost ekonominya jika produk ini dihilangkan,” ucap Franky.
Kalaupun berubah ke PET, menurutnya, dimana hanya ada 2-3 merk saja yang menguasainya, itu tidak akan mampu untuk melayani kebutuhan AMDK secara nasional. “Apakah mereka mampu melayani kebutuhan AMDK nasional?” katanya.
Dia mengatakan BPOM juga seharusnya sudah mengerti akan hal itu. “Saya kira BPOM juga mengerti terhadap hal tersebut. Jadi, seharusnya tidak membuat kebijakan yang justru menjatuhkan industri yang memproduksi AMDk galon guna ulang ini,” tukasnya.
Karenanya, dia mengajak semua pihak untuk bisa berpikir secara wajar dan logis dalam menangani pasar AMDK galon guna ulang ini. “Mari kita berpikir secara wajar dan logik dalam menangani masalah pasar AMDK tersebut. Tidak bertindak secara emosional dan mematikan ekonomi. Karena rangkaiannya panjang dan banyak tenaga kerja yang terdampak,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, baru-baru ini industri sempat dikejutkan dengan adanya pertemuan tertutup yang dilakukan BPOM dengan sejumlah pihak untuk mewacanakan pelabelan dengan mencantumkan keterangan lolos batas uji BPA di kemasan pangan plastik yang mengandung bahan BPA. Mengetahui hal itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun langsung bersuara menyatakan keberatan dengan wacana tersebut.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, menegaskan Kemenperin akan selalu menjaga agar iklim usaha tetap kondusif bagi perkembangan industri. “Ya, tentunya kami akan selalu menjaga agar iklim usaha tetap kondusif bagi perkembangan industri,” ujarnya.
Dia mempertanyakan adanya wacana tentang rencana BPOM yang akan mengeluarkan kebijakan soal pelabelan yang diwacanakan BPOM itu. “Yang saya herankan, kenapa kita sering terlalu cepat mewacanakan suatu kebijakan tanpa terlebih dahulu mengkaji secara mendalam dan komprehensif berbagai aspek yang akan terdampak,” ujarnya.
Dia mengutarakan seharusnya BPOM perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum membuat wacana pelabelan itu. Misalnya, kata Edy, BPOM harus melihat negara mana yang sudah meregulasi terkait BPA ini, adakah kasus yang menonjol yang terjadi di Indonesia ataupun di dunia terkait dengan kemasan yang mengandung BPA ini, serta adakah bukti empiris yang didukung scientific evidence, dan apakah sudah begitu urgen kebijakan ini dilakukan. “Itu pertimbangan yang perlu dilakukan sebelum BPOM mewacanakan kebijakan terkait kemasan pangan yang mengandung BPA itu. Dalam situasi pandemi, dimana ekonomi sedang terjadi kontraksi secara mendalam, patutkah kita menambah masalah baru yang tidak benar-benar urgen?” tukasnya.
Dia juga menyoroti dampak yang akan ditimbulkan kebijakan itu nantinya terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing yang jumlahnya tidak sedikit dan terhadap psikologis konsumen. “Bagaimana dampaknya terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing yang jumlahnya tidak sedikit? Bagaimana dengandampak psikologis masyarakat yang selama ini mengkonsumsi kemasan guna ulang?” ucapnya lagi terkait wacana BPOM itu.
Seharusnya, kata Edy, BPOM perlu lebih berhati-hati dalam melakukan setiap kebijakan yang akan berdampak luas terhadap masyarakat. “Mestinya setiap kebijakan harus ada RIA (Risk Impact Analysis) yang mempertimbangkan berbagai dampak, antara lain teknis, kesehatan, keekonomian, sosial, dan lain-lain,” ucapnya. (ra)