Jakarta-Jakarta Timur menjadi wilayah di ibukota dengan angka gizi buruk tertinggi. Survey Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta tahun 2020, di Jakarta Timur terdapat 1.826 balita dengan gizi buruk
Sementara itu, Kelurahan Jati, Kecamatan Pulogadung menjadi salah satu kelurahan dengan jumlah kasus balita gizi buruk tertinggi di Jakarta Timur. Disampaikan Camat Pulogadung Bambang Pangestu, di Kelurahan Jati terdapat 261 balita penderita gizi buruk.”Di Kecamatan Pulogadung untuk wilayah rawan stunting tidak ada. Tapi ada balita yang rendah gizinya,” katanya.
Hingga saat ini, intervensi perbaikan gizi terhadap balita gizi buruk tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan makanan ebrgizi. Bambang berharap, bantuan ini terus berlanjut dalam rangka peningkatan gizi untuk pencegahan stunting yang ada di Kecamatan Pulogadung. Diketahui, sebanyak 5.100 balita di 23 kelurahan Jakarta Timur tersebut, telah mendapatkan bantuan sejak Oktober 2021.
Ketua advokasi Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) mengaku miris dengan kondisi tersebut. “Jakarta itu memang tingkat perekonomiannya masih timpang. Dalam artian masih banyak di pelosok ibu kota masyarakat dengan perekonomian rendah,” ungkap Yuli.
Meski demikian, Yuli menyayangkan seharusnya gizi buruk sudah tidak ditemukan lagi di Jakarta, apalagi dengan angka yang sangat besar. “Jakarta punya dukungan APBD yang sangat layak, seharusnya rencana strategis pengentasan gizi buruk bisa lebih di optimalkan, tidak berhenti di bantuan sembako atau pangan tinggi gizi, tapi bagaimana memaksimalkan seluruh sumber daya yang ada untuk peningkatan gizi anak,” jelas Yuli.
Sumber daya yang dimaksud aktivis BPJS ini adalah Posyandu sebagai ujung tombak Kesehatan masyarakat. “Posyandu ini yang paling mengerti bagaimana kondisi masyarakat dilingkungannya. Seharusnya ini bisa menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk menggiatkan edukasi gizi untuk keluarga,” tambah Yuli.
Yuli tak menampik kenyataan bahwa kemiskinan adalah penyebab rendahnya kualitas hidup masyarakat. Namun ia menegaskan, kemiskinan bukan alasan untuk membenarkan gizi buruk, apalagi di ibukota. “Saya seringkali mengunjungi masyarakat yang tinggal di kawasan miskin ibukota, rumah-rumah pemulung, pengamen jalanan. Dan hampir di semua rumah keluarga pengamen ini terutama yang memiliki balita, mereka sedia susu kental manis untuk minuman anak. Artinya di sini, ketimpangan ekonomi ini masalah, tapi masyarakat yang tidak melek gizi ini lebih bahaya,” beber Yuli.
Sebagaimana diketahui, susu kental manis adalah produk susu yang tidak boleh dijadikan sebagai minuman susu untuk anak. Susu jenis kental manis memiliki kandungan gula yang tinggi dan rendah protein, padahal protein aalah zat yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak. Dokter Spesialis Gizi Klinik, Dr. dr. Inge Permadhi, SpGK mengingatkan masyarakat untuk tidak mengonsumsi susu kental manis dengan cara diseduh, terlebih oleh anak-anak. “Konsumsi SKM terlalu banyak berisiko membuat masyarakat mengasup kelebihan gula yang tidak baik untuk kesehatan,” beber dokter yang sehari-hari praktik di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi itu. (sbr)