13 November 2024
HomeBeritaHate Speech Edy Mulyadi Bukan Produk Jurnalistik

Hate Speech Edy Mulyadi Bukan Produk Jurnalistik

JAKARTA, SP – Ketua Dewan Pers Indonesia, Hence Mandagi, mengatakan, hate speech dilakukan Edy Mulyadi, bukan delik pers dan bukan sengketa pers, bukan produk jurnalistik, sehingga tidak bisa ditangani sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, tentang: Pers.

Dewan Pers Indonesia menanggapi Herman Kadir, kuasa hukum Edy Mulyadi, Jumat, 28 Januari 2022, agar pelaporan elemen masyarakat di Polisi Republik Indonesia, bisa diselesaikan sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, tentang: Pers, karena Edy Mulyadi sebagai wartawan.

Dewan Pers Indonesia, menurut Hence Mandagri, hanya bisa melakukan mediasi, apabila ada keberatan narasumber dan atau pihak terhadap sebuah pemberitaan yang memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik.

“Di antaranya narasumber yang keberatan terhadap upload dari hasil wawancara Edy Mulyadi atau pihak lain keberatan terhadap upload hasil wawancara narasumber yang pewancaranya Edy Mulyadi,” kata Hence Mandagri, dalam siaran pers Sabtu, 29 Januari 2022.

Dikatakan Hence Mandagi, terhadap keberatan itu, pertama-tama dilakukan Dewan Pers Indonesia, meminta media atau akun media sosial yang meng-upload atau menerbitkan, memberikan hak jawab kepada pihak yang keberatan.

Apabila hak jawab sudah diberikan pada ruang yang sama, maka permasalahan keberatan dinyatakan selesai. Apabila pihak yang keberatan tetap tidak puas setelah diberikan hak jawab, karena materi hak jawab yang diterbitkan atau di-upload dinilai tidak sesuai kesepakatan, barulah dilakukan langkah lebih lanjut, dan atau Dewan Pers Indonesia memberikan sanksi terhadap media yang dimaksud.

Dikatakan Hence Mandagri, keberatan masyarakat terhadap Edy Mulyadi karena pernyataannya saat konferensi pers terhadap Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto sebagai macan yang jadi mengeong dan mengenai wilayah Kalimantan sebagai tempat ‘jin buang anak’ sehingga menjadi aneh apabila ibu kota negara dipindahkan ke wilayah tersebut.

Konferensi pers Edy Mulyadi sebagai tanggapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Ibu Kota Negara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, Selasa, 18 Januari 2022.

Edy Mulyadi sebelumnya dikenal sebagai mantan calon anggota legislative dari Partai Keadilan Sejahtara (PKS) pada Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019.

Dalam konferensi pers, Edy Mulyadi mengatakan segmentasi orang-orang di Kalimantan adalah ‘kuntilanak’ hingga ‘genderuwo’.

Rekaman audio visual konferensi pers Edy Mulyadi dengan kata-kata yang tidak pantas, tidak didasarkan kaidah sopan santun, emosional, di-uplod di akun youtube milik Edy Mulyadi sendiri, sama sekali tidak memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik.

Dikatakan Hence Mandagi, di sini terlihat persoalan Edy Mulyadi, bukan deliks pers, bukan sengketa pers, tapi sudah ranah tindak pidana siber, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, tentang: Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kepala Biro Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polisi Republik Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Ramadhan, menjelaskan, setelah tidak datang memenuhi panggilan Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse dan Kriminal Polisi Republik Indonesia, Jumat, 28 Januari 2022, Edy Mulyadi dipanggil kedua kalinya dengan dilengkapi Surat Perintah Membawa, Senin, 31 Januari 2022.

Azam Khan, seorang advokat yang duduk di samping kiri Edy Mulyadi dengan menyebut kata-kata monyet saat konferensi Pers, tidak datang pada Jumat, 28 Januari 2022, karena alasan keluarga yang tidak bisa ditinggalkan, tapi siap datang penuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse dan Kriminal Polisi Republik Indonesia di Jakarta, Selasa, 1 Februari 2022.*

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU