21 May 2025
HomeBeritaJaga Ruang Digital Aman dan Positif

Jaga Ruang Digital Aman dan Positif

SHNet, Jakarta- Sejak pandemi melanda dunia dan Indonesia, ekosistem digital semakin sibuk dengan bertambahnya pengguna internet. Segala sesuatu yang biasanya dikerjakan dengan kehadiran akhirnya berubah menjadi daring, mulai dari pekerja kantor hingga pelajar dan mahasiswa.

Di tengah kondisi itu, terjadi perubahan interaksi sosial yang membuat perlunya literasi digital agar Masyarakat memiliki budaya digital yang baik, mengajak masyarakat untuk mengedepankan toleransi menjaga ruang digital yang aman dan produktif.

“Saat ini telah terjadi pola kehidupan dari offline ke online. Belajar dan bekerja secara online, berkomunikasi dan berinteraksi secara online, bahkan menyimpan file-file penting secara online. Perubahan itu menjadi peluang jejak digital, saat berbagi kata-kata kasar jadi cerminan diri kita ketika dituangkan di media sosial kita,” ujar Andika Zakiy, Program Coordinator SEJIWA saat webinar Literasi Digital wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat I pada Kamis (17/6/2021).

Andika pun mengingatkan agar setiap orang menjaga jejak digital, yaitu segala hal yang mencakup semua informasi terkait diri kita yang muncul di internet. Hal ini bisa berupa banyak hal mulai data pencarian, lokasi, foto, likes, unggahan dan komentar. Padahal menurut data CareerBuilder tahun 2018, sebanyak 70% pemberi kerja menggunakan media sosial untuk menyaring kandidat. Sebanyak 43% employer juga memakai media sosial untuk mengecek pegawai mereka.

“Jejak digital tak dapat dihilangkan secara permanen, walaupun sudah dihapus bisa saja sudah ada yang mengcapture, Padahal ini semua akan berpengaruh di masa depan,

Saat ini HRD sudah mengecek background di sosial media. Itu bisa jadi pertimbangan untuk menolak kita,” ujarnya lagi.

Akan tetapi dari semua rekam jejak digital yang pernah ditinggalkan, sebenarnya semua bermula dari kecanduan internet atau menggunakan gadget secara berlebihan di sosial media. Teknologi kini condong didesain secara khusus untuk memicu pelepasan dopamine. Dopamin, hormon kesenangan yang berkaitan dengan reaksi instan dari sosial media berupa likes, juga saat bermain game online juga menyebabkan ketergantungan ini.

“Kecanduan yang disebabkan internet kini menjadi diagnose medis,” sebut Andika lagi.
Jadi bagaimana agar tidak kecanduan? Andika menyarankan agar setiap orang mengatur penggunaan gadget dan membatasinya dengan mengetahui screen time dan screen break agar tidak mengakses berlebihan. Selain itu terapkan zona bebas gadget di rumah agar terbiasa sibuk dengan kehidupan nyata. “Penting adanya jeda waktu untuk berinstirahat dalam penggunaan gadget. Karena saat suntuk mungkin kita bisa mengomentari dgn tanpa berpikir,” ujar Andika lagi. (Stevani Elisabeth)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU