22 May 2025
HomeBeritaKisruh Soal SE Pelarangan Produk Air Minum Kemasan di Bawah 1 Liter,...

Kisruh Soal SE Pelarangan Produk Air Minum Kemasan di Bawah 1 Liter, DPRD Bali Siap Mediasi Pelaku Usaha dan Gubernur Koster

SHNet, BALI-Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Partai Golkar, Ida Gede Komang (IGK) Kresna Budi, mengatakan DPRD  bersedia memediasi pelaku usaha terkait kisruh Surat Edaran (SE) Gubernur Bali I Wayan Koster yang melarang semua produk air minum kemasan plastik sekali pakai di bawah satu liter. Menurutnya, perlunya duduk bersama antara pelaku usaha dan Pemprov Bali untuk membicarakan masalah ini.

 Surat Edaran itu bagus karena bertujuan untuk menyelesaikan masalah sampah di Bali dan mengajak para produsen agar bertanggung jawab atas produk-produk mereka terhadap sampah yang ditimbulkan. Cuma, dalam kebijakannya itu juga, Gubernur Koster sebaiknya mengajak para produsen itu untuk duduk bersama guna membicarakan bagaimana solusinya. Nah, ini kan belum dilakukan Gubernur,” ujar Kresna baru-baru ini.

Dia mengusulkan agar dalam penanggulangan sampah plastik sekali pakai ini, Gubernur Koster meminta saja kepada para produsen untuk menyisihkan sebagian dana CSR mereka untuk digunakan dalam mengelola sampah plastik dari hasil produk-produknya.

Karenanya, dia mengatakan DPRD Bali membuka diri jika para pelaku usaha ingin melakukan audiensi terkait masalah pelarangan produk air minum kemasan sekali pakai yang dianggap merugikan mereka. Nantinya, menurut Kresna, semua keluhan dan masukan dari para pelaku usaha ini akan disampaikan kepada Gubernur Koster untuk mencari solusi yang tidak merugikan kedua belah pihak. “Nah, saran saya sebagai salah satu pimpinan di DPRD Bali begitu. Jadi, kita ingin mencari win-win solusinya. Kan enak jadinya,” katanya.

Hingga sekarang, dia mengaku belum ada permintaan dari para pelaku usaha air minum kemasan sekali pakai yang mengajukan audiensi ke DPRD Bali terkait SE pelarangan itu. “Belum, mereka belum audiensi dengan kita. Harapan kita, mereka ber audiensi ke DPRD Bali. Kalau mau beraudiensi pasti kami terima kok. Kita pasti akan mendengarkan masukan-masukan dari mereka. Ini juga demi kebaikan Bali soal sampah,” ucapnya.

Dia juga memastikan semua keluhan para pelaku usaha yang akan disampaikan kepada DPRD nantinya akan disampaikan kepada Gubernur Koster untuk dicarikan jalan keluar terbaiknya. “Kalau saran Dewan pasti akan didengar. Karena, bagaimanapun Dewan itu kan perwakilan rakyat, suara rakyat, pasti akan didengar. Yang penting dengan solusi demi kebaikan kita bersama. Jadi, silahkan para pengusaha audiensi ke kami, ke DPRD Bali,” tandasnya.

Terkait adanya isu intimidasi dari pihak-pihak tertentu kepada para pedagang ritel yang melarang mereka menjual produk-produk air minum kemasan sekali pakai, Kresna menegaskan itu tidak boleh dilakukan. “Itu tidak boleh dilakukan. Tapi, mari kita duduk bersama, pemimpin sama rakyatnya. Kan sama-sama mau cari yang terbaik. Jadi, nggak boleh kaku dengan mengintimidasi seperti itu lah,” tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Gede Harja Astawa, dengan tegas menolak SE Gubernur Koster yang melarang produksi dan penjualan air minum kemasan berukuran kurang dari satu liter ini. Dia beralasan peniadaan kemasan air minum tersebut akan memberatkan saat pelaksanaan upacara adat di Bali.

Menurut Gede Harja Astawa yang juga Ketua DPD Pemuda Hindu Kabupaten Buleleng ini, peniadaaan air minum kemasan di bawah satu liter itu akan memunculkan beban baru bagi masyarakat adat ketika melaksanakan kegiatan adat yang melibatkan warga banjar. “Karena, baik dari kegiatan di Pura, Pitra Yadnya atau manusia Yadnya, semua membutuhkan air yang dikemas plastik dalam jumlah besar. Keberadaan air yang dikemas plastik itu membuat banyak orang menjadi sangat simple saat menjalankan kegiatan tersebut. Nah, jika itu dilarang solusinya apa,” ujarnya.

Menurutnya, dengan melarang kemasan air minum plastik sekali pakai di bawah satu liter itu, masyarakat terpaksa harus menggantikannya dengan kemasan gelas yang harganya mahal dan memerlukan tenaga fisik yang relatif lebih tinggi. “Jadi, yang gawe juga akan sangat repot kalau harus menyiapkan gelas yang sangat banyak untuk pelaksanaan upacara adat dan tentu sama sekali tidak efisien juga kemasannya,” katanya.

Dia menyebutkan solusi penyelesaian permasalahan sampah di Bali sebenarnya bisa dilakukan melalui mekanisme tanggung jawab bersama dan disertai sanksi tegas. Hal itu bertujuan agar kebijakan perlindungan lingkungan tetap berjalan tanpa mengorbankan kebudayaan masyarakat adat. Untuk itu, dia menegaskan perlunya keterlibatan semua stakeholder dalam menyusun ketentuan agar tidak kembali ke masa lalu. “Masakan kita kembali lagi ke masa lalu yang tidak ada plastik? Apakah kita mau kembali ke zaman primitif. Kita tidak boleh anti teknologi, tetapi bagaimana setiap orang itu bisa mempertanggungjawabkan sampah-sampah plastik dari kegiatan mereka,” ucapnya.

Karenanya, ia mengajak agar tanggung jawab pengolahan sampah tidak hanya difokuskan pada larangan air kemasan, melainkan penyelesaian pengelolaan sampah secara menyeluruh. “Itu harus diatur dengan sanksi tegas termasuk melibatkan semua stakeholder. Apalagi, sampah di Bali itu kan tidak hanya berasal dari kemasan air mineral semata tapi banyak juga dari yang lain,” tukasnya.

Selain itu, menurutnya, Pemprov Bali juga bisa membangun kawasan industri daur ulang membantu produsen mengelola sampah plastik. (cls)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU