Oleh: Syarif Ali
‘Bima Effect’ menyeret nama Reihana, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Lampung yang menduduki jabatan tinggi pratama (JPT) hingga 14 tahun. Bolehkan JPT berlama-lama menduduki jabatan? Bagaimana dampak terlalu lama dalam satu jabatan?
Jabatan Reihana sebagai Kepala Dinkes menurut Pasal 117 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 masuk katagori Jabatan Tinggi Pratama (JPT) sehingga secara hukum tidak ada masalah dengan masa jabatan Reihana yang hampir tiga priode.
Demikian juga Pasal 113 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 (diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020)  tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga mempersilahkan Reihana  untuk melenggang menjadi pejabat struktural lebih dari 5 tahun tanpa batasan, asal memenuhi syarat tertentu, seperti pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Hanya saja kinerja Dr. dr. Reihana Wijayanto M.Kes ternyata tidak bagus-bagus amat. Ari Junaedi mengemukakan (Kompas.com, 24 April 2023) kinerja Reihana untuk menekan angka kematian ibu (AKI) jauh dari target millennium development goals (MDGs) yang mematok target 102 per 100.000 kelahiran hidup. Capaian kinerja Kadinkes Lampung ini menunjukkan AKI 130 kematian dari 154.967 kelahiran hidup.
Jika Gubernur Lampung sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK) jeli dan menguasai key result area sebagai PPK maka sasaran kerja pegawai (SKP) Reihana penggemar tas Hermes Birkin dan baju Louis Vuitton ini akan mengacu target MDGs.
Bahaya menduduki jabatan terlalu lama
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti (Tempo.co, 21Juni 2021) menyitir pernyataan guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Lord Acton (1834-1902) “power tends to corrupt“. Bivitri mengatakan ungkapan klasik itu terbukti benar, yakni semakin lama orang berkuasa semakin besar pula potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Penyalahgunaan kekuasaan dapat dalam bentuk korupsi, kolusi, nepotisme, dan bersikap otoriter.
Disamping itu, pemegang jabatan akan mengalami perasaan jenuh karena pekerjaan menjadi monoton,tidak menantang. Carrel dan Kuzmits, (1982) mengungkapkan potensi terjadinya job boredom bekerja terlalu lama dalam satu jenis pekerjaan. Selama 14 tahun peluang pegawai lain untuk mengembangkan karir sebagai JPT di lampung praktis tertutup.
Sistem manajemen PNS saat ini menerapkan lelang jabatan untuk mengisi posisi JPT, kalau yang terpilih PNS berumur 40 tahun maka satu JPT akan terkunci dan tidak bisa dimasuki pegawai lain selama 20 tahun.
Untuk menghindari dampak buruk tersebut, penting untuk meninjau ulang Pasal 133 PP Nomor 11 Tahun 2017 dengan menambahkan perpanjangan jabatan JPT harus mengikuti fit and proper test kembali dan bersaing dengan pegawai lain yang memenuhi persyaratan.
Untuk menjamin obyektivitas, uji kelayakan perpanjangan jabatan dilakukan oleh pihak luar yang independen dengan menggunakan instrumen assesement centre. Pengumuman peserta yang gugur atau dapat melanjutkan ke tahap berikut dilakukan pada setiap akhir tahapan seleksi berikut dengan nilai yang diperoleh setiap peserta.
Sering terjadi PPK tidak mengumumkan hasil setiap tahapan namun langsung mengumumkan pegawai yang akan mengikuti pelantikan. Selain tidak fair, peserta seleksi tidak mendapatkan umpan balik terhadap kekurangan kompetensi.
Mengapa Harus Seleksi Ulang?
Mungkin terasa aneh mengapa pembuat kebijakan enggan memasukkan klausul perpanjangan masa jabatan harus mengikuti uji kelayakan kembali. Padahal perpanjangan jabatan melalui fit and proper test memiliki dampak positif, seperti.
Pertama, Reihana akan lebih rendah hati dan humanis dalam keseharian, mengingat adanya ’ancaman’ kemungkinan tidak akan terpilih bahkan ada kemungkina menjadi bawahan dari pegawai yang saat ini dia pimpin.
Kedua, Reihana akan berusaha mempertajam kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural untuk merespon perubahan agar dapat memperpanjang masa jabatan.
Ketiga, Reihana dan ratusan Reihana lain yang  menduduki JPT menyadari sejak dini bahwa kekuasaan tidak abadi dan bukan yang paling utama bagi pelayan publik.
Kerendahan hati dan kesadaran untuk terus menerus mengembangkan diri akan menjadi kebiasaan baru ASN dalam memimpin dan bersaing memperpanjang masa jabatan apabila melalui seleksi ulang bukan berdasarkan persetujuan PPK semata.
Penulis, Syarif Ali, Dosen FEB UPN Veteran Jakarta.