9 February 2025
HomeBeritaPelaku Usaha Air Minum di Daerah Minta BPOM Tidak Matikan UMKM

Pelaku Usaha Air Minum di Daerah Minta BPOM Tidak Matikan UMKM

Jakarta-Para pelaku usaha air minum di daerah, baik air minum kemasan galon guna ulang maupun depot air minum isi ulang  sangat menyesalkan dan tidak setuju dengan wacana Badan POM yang akan mewajibkan label BPA terhadap kemasan air minum galon guna ulang. Menurut mereka, hal itu sama saja akan mematikan usaha UMKM yang bergerak di bidang air minum yang ada di daerah.

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) untuk wilayah Jawa Barat, DKI, dan Banten, Evan Agustianto, mengatakan sudah apatis terhadap isu BPA ini. Menurutnya, hal itu disebabkan isu ini dimainkan oleh pemain-pemain besar perusahaan AMDK yang sudah mempengaruhi Badan POM. “Karena faktanya, mereka sudah bermain pada dua kaki. Ini juga yang membuat permintaan audiensi kami ke BPOM belum ada realisasinya sampai saat ini,” tuturnya.

Seorang pemilik depot air minum isi ulang di Tanah Lot, Bali, Ibu Made juga menyampaikan keluhannya terhadap wacana kebijakan pelabelan BPA Free oleh BPOM ini. “Menurut saya, BPOM seharusnya juga memperhatikan kami sebagai pengusaha UMKM di Bali. Apalagi kondisi ekonomi di daerah kami saat ini lagi terpuruk karena pandemi Covid-19,” ujarnya.

Kata Made, selama ini mereka juga tidak pernah mengganggu pemerintah dalam menjalankan usaha. “Yang ada, kita malah membantu masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah. Air yang kita jual juga hygienis karena sudah terstandarisasi dan dari segi limbah kita juga tidak ada,” katanya.

Jika peraturan Badan POM itu nantinya berpotensi membuat galon guna ulang itu beralih ke galon sekali pakai, Made mengatakan pasti akan membuat susah perusahaan UMKM depot air minum isi ulang. “Selain itu, kebijakan itu kan akan menambah sampah plastik juga kalau nanti diganti dengan galon sekali pakai. Di saat kita dilarang memakai kresek, kok malah disuruh pakai galon sekali pakai, bagaimana ini,” tandasnya.

Dia mengaku sudah 4 tahun usaha depot air minum isi ulang yang wadahnya menggunakan galon guna ulang, belum pernah ada konsumen yang mengeluh sakit. “Justru kami membantu mereka yang ekonomi menengah ke bawah. Apalagi situasi ekonomi seperti saat ini, kan gak mungkin mereka minum air got kan?” cetusnya.

Karenanya, dia meminta agar usaha yang sudah mereka jalankan ini tidak diganggu oleh BPOM. “Jangan kami dibuat menjadi tambah ribet lah. Kok sudah ada yang mudah dan membantu, jadi dipersulit. Boleh kita bersaing bisnis, tapi jangan mematikan yang kecil. Siapapun orang tidak ada yang mau mati bisnisnya, apalagi kita pengusaha kecil. Jadi saya tidak setuju mematikan usaha kecil seperti kita dengan cara-cara yang begitu. Boleh kita bersaing tapi saling support, bukan saling mematikan,” katanya.

Hal senada juga disampaikan pemilik depot air minum isi ulang lainnya di Bali. Pemilik depot air minum isi ulang bernama Arya juga menyatakan sangat tidak setuju dengan kebijakan BPOM yang bisa merusak usaha mereka. “Saya tidak setuju, kebijakan itu justru mematikan usaha kami” ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, rencana revisi Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 31/2018 tentang kemasan pangan olahan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha beralih dari galon guna ulang  ke produk sekali pakai. Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo menjelaskan dengan sekitar 880 juta galon guna ulang yang beredar di pasaran saat ini, investasinya diperkirakan sebesar Rp30,8 triliun. Jika beralih ke galon sekali pakai, nilai investasi tersebut akan membengkak menjadi Rp51 triliun.

“Kalau menggunakan galon sekali pakai investasinya sekitar Rp51 triliun setiap tahun, dan dampaknya yang akan cukup besar terhadap lingkungan,” kata Edy dalam webinar, Kamis (2/12/2021) lalu..

Di sejumlah negara seperti Amerika Serikat dan anggota Uni Eropa, larangan kandungan BPA pada kemasan pangan diterapkan untuk produk bayi dan food contact material. Edy menjelaskan, AMDK yang dikemas dalam galon mendominasi profil industri minuman. Secara pangsa pasar, 84 persen industri minuman dikuasai AMDK. Adapun, sisanya 12,4 persen dikontribusikan oleh minuman ringan lain, dan 3,6 persen dari minuman berkarbonasi. Dari total pangsa pasar AMDK, 69 persen dikemas dalam galon guna ulang. “Di mana saat ini pelaku usahanya ada 900 unit, yang menyerap 40.000 tenaga kerja dan produksinya pada 2020 kurang lebih 29 miliar liter. Jadi perlu kita pikirkan kalau akan mengganti ke galon sekali pakai,” ujarnya. (sbr)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU