JAKARTA– Sengkarut dana Rp 349 triliun yang dicurigai sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan 187 T dugaan penyelundupan emas batangan menjadi pembuka tabir adanya masalah sistemik dalam kejahatan keuangan di Indonesia.
Untuk itu kelompok Masyarakat Sipil Gerakan Tuntaskan Reformasi menuntut agar Presiden Jokowi segera mengeluarkan Perppu Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana dan memberlakukan Kembali UU KPK yang lama dengan mengakomodasi prinsip-prinsip dalam UN Convention on Anti Corruption (UNCAC). Hal ini ditegaskan oleh Nursyahbani Katjasungkana, SH sebagai Koordinator Masyarakat Sipil Gerakan Tuntaskan Reformasi di Jakarta, Senin (3/4/2023).
“Kami juga mendukung Menkopolhukam Prof. Mahfud MD untuk membuka tabir secara transparan, serta memastikan perkara ini terungkap dan mengawal hingga proses hukum berjalan sebagaimana mestinya,” ujar Nursyahbani.
Ia juga mendesak agar Menteri Penertiban Aparatur Negara, kementerian dan lembaga terkait lainnya untuk melakukan reformasi birokrasi sebagai bagian dari upaya menuntaskan agenda reformasi yang tertunda.
“Khususnya agenda pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta memberikan perhatian yang lebih besar dan dukungan yang lebih kuat kepada reformasi di jajaran Kepolisian dan Kejaksaaan,” tegasnya.
Sementara itu, Hermawanto, SH anggota dari kelompok ini juga mengajak seluruh komponen masyarakat sipil untuk bersama-sama menggunakan momentum bersih-bersih yang dimulai oleh Menko Polhukam untuk bergerak bersama menuntaskan agenda reformasi.
“Kami para pendukung upaya Menkopulhukan Prof.Mahfud MD dan masyarakat sipil lainnya dalam mengungkap dan menuntaskan temuan dana illegal 349 T dan 189 T dari penyelundupan emas batangan tersebut diatas,” tegasnya.
Hermawanto menjelaskan, dugaan kejahatan TPPU di Departemen Keuangan khususnya di Ditjen Pajak dan Beacukai ini membuktikan terjadinya krisis institusional, kebijakan, tatakelola dan moral di departemen tersebut yang memerlukan solusi segera.
“Kemana KPK, kemana Polri, kemana Kejaksaan, kemana PPNS Kemenkeu, mengapa kasus ini sudah sekian lama tidak terungkap. Mengapa para aparat penegak hukum itu diam, ada apa sebenarnya? Begitulah pertanyaan publik yang terperanjat dengan temuan ini ketika akhirnya Menko Polhukam Prof Mahfud MD dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komite TPPU membukanya ke publik, berdasarkan laporan-laporan yang diterimanya dari PPATK dan sumber-sumber lainnya,” katanya.
Laporan PPATK itu sesungguhnya menurutnya telah disampaikan pula kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani sejak tahun 2019 namun tidak ada respon dan tindak lanjut apapun sehingga terakumulasi dengan nilai yang sangat fantastis.
Sementara itu, RUU Perampasan Aset yang sudah di DPR sejak tahun 2006 tidak kunjung disahkan DPR. Sehingga temuan-temuan yang telah diungkapkan Menkopolhukam dan kekayaan fantastis seperti yang dimiliki Rafael Alun Trisambodo, pejabat Ditjen Pajak serta para pejabat lainnya dapat dirampas berdasarkan pertimbangan “aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan”.
“Kekayaan yang diperoleh dengan tidak sah ini sebetulnya sudah ada dalam UNCAC.yang sudah kita ratifikasi dengan UU Nomor 7 tahun 2006 namun belum ada UU untuk melaksanakannya,” katanya.
Praktek KKN yang merajalela belakangan ini telah menurunkan index Persepsi Korupsi Indonesia dari 38 menjadi 34 pada tahun 2022 ini dan merupakan IPK terburuk sepanjang masa reformasi.
( lihat:https://ti.or.id/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2022-mengalami-penurunan-terburuk-sepanjang-sejarah-reformasi/).
“Karena itu diperlukan komitmen semua pihak terutama ketua-ketua partai untuk terus melanjutkan agenda reformasi khususnya terkait dengan pemberantasan KKN,” tegasnya.
Komitmen yang sama diharapkan terutama dari Presiden Jokowi sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas pemberantasan KKN. Situasi darurat korupsi dan waktu 16 tahun bukan masa yang pendek untuk menunggu disahkannya RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana tersebut oleh DPR.
“Karena itu tidak ada jalan lain bagi Presiden untuk SEGERA mengeluarkan Perpu Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana tersebut,” tegasnya.
Menurutnya, Perpu Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana sangat dibutuhkan untuk mengatasai kesulitan-kesulitan hukum guna mengembalikan asset negara yang sangat dibutuhkan baik untuk pembangunan mapun untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. (dd)