13 January 2025
HomeBeritaRevisi UU Desa, DPD Usulkan Majelis Perdamaian Desa

Revisi UU Desa, DPD Usulkan Majelis Perdamaian Desa

SHNet, Jakarta  – Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD)  Abraham Liyanto mengatakan DPD sedang membahas revisi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. DPD akan mengusulkan   Majelis Perdamaian Desa (MPD) yang bertugas mendamaikan perselisihan masyarakat.

Alasannya, selama ini lembaga-lembaga adat di desa hampir hilang perannya dalam menyelesaikan konflik masyarakat karena masalah kecil saja langsung dibawa ke polisi atau kejaksaan.

“Padahal lembaga adat di desa-desa selama ini punya cara sendiri dalam menyelesaikan masalah dan cepat prosesnya,” kata Abraham Liyanto dalam keterangannya di Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan, MPD disisipkan antara Pasal 68 dan Pasal 69 dan ada sembilan pasal yang mengatur lembaga itu yaitu Pasal 68 A hingga Pasal 68 I.
Menurut dia, MPD bersifat sementara (adhoc) yang diketuai Kepala Desa (Kades) dengan anggota dari pimpinan lembaga adat dan tokoh masyarakat, serta keanggotaan ditunjuk Kepala Desa.

“MPD menyelesaikan masalah dengan musyawarah untuk mendamaikan para pihak yang berselisih. Perselisihan bisa perorangan maupun kelompok yang terjadi di desa,” ujarnya.

Senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menjelaskan, MPD menyelesaikan perselisihan sengketa keperdataan, pidana dan pelanggaran norma atau tradisi masyarakat.

Menurut dia, dalam menyelesaikan perselisihan, MPD harus memperhatikan pranata lokal tradisional yang masih berlaku dan diakui keberadaannya oleh masyarakat desa.

“MPD menyelesaikan masalah dalam waktu paling lama 14 hari kerja sejak permohonan dan laporan diterima,” ujarnya.

Dia menjelaskan, setelah disepakati melalui MPD, perselisihan tidak dapat dilakukan proses hukum dan tidak dapat diajukan ke pengadilan. Namun menurut dia, jika tidak mencapai perdamaian, penyelesaian masalah dapat dilanjutkan melalui proses hukum yang ada.

“Anggota MPD berhak mendapatkan honorarium pertemuan yang diberikan berdasarkan kehadiran. Besaran honorarium ditetapkan oleh bupati/wali kota,” tutur dia.

Abraham menilai keberadaan MPD yang diatur dalam revisi UU Desa merupakan langkah terobosan untuk menyelesaikan berbagai persoalan di desa.

Hal itu menurut dia dalam upaya mencegah agar masyarakat tidak gampang membawa persoalan ke aparat penegak hukum karena proses seperti itu sangat lama dan memakan waktu serta tenaga para pihak bersengketa.

Sementara itu,  Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta agar motivasi perangkat desa ditingkatkan untuk mendukung peranan badan usaha milik desa (BUMDes).

Ia menilai BUMDes mempunyai peran penting untuk meningkatkan perekonomian desa.

“Kita akan mendorong para kepala desa untuk melakukan studi banding. Tujuannya, tak lain untuk meningkatkan motivasi perangkat desa dalam mengelola BUMDes,” katanya.

Senator asal Jawa Timur itu mengatakan keberhasilan Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengelola 25 BUMDes bisa dijadikan contoh. “BUMDes di sana mampu berkontribusi untuk ekonomi desa. Hal itu perlu ditiru daerah lain untuk membangun perekonomian berbasis perdesaan,” kata dia.

Menurutnya, pengelolaan BUMDes memerlukan dukungan serius dari kepala desa. Desa harus memiliki SDM pengelola yang mumpuni dan baik.

“Dengan demikian mampu mengatasi kendala, seperti menentukan jenis usaha dan membangun sistem manajemen. Pertumbuhan ekonomi perdesaan nantinya dapat seiring sejalan dengan tingkat kemajuan BUMDes,” ucapnya. (Victor)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU