SHNet, JakartaSosiolog Universitas Indonesia, Dr. Nadia Yovani, S.Sos., M.Si mengatakan terdapat faktor sosial dari minimnya kesadaran masyarakat akan kesalahan konsumsi kental manis. Menurutnya ada sejumlah elemen yang perlu diperhatikan agar kampanye kesehatan terkait kental manis berhasil.
“Oleh karena itu ada tiga elemen saya pikir yang perlu diperhatikan, satu bahasa, kedua nilai dan norma, ketiga moral dan kebiasaan,” kata Nadia, dalam diskusi daring yang diadakan Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) di Jakarta, Kamis.
Meski penggunaan teknologi saat ini seperti media sosial besar cukup untuk mendapatkan literasi, tidak serta merta masyarakat tersadarkan. Sebab, teknologi yang ada saat ini tidak ubahnya untuk memenuhi keinginan bukan kebutuhan masyarakat.
“Perlu diakui bahwa teknologi itu dibuat untuk melayani kebutuhan masyarakat, bukan untuk mengubah kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, kampanye-kampanye kesehatan dan gizi harus memperhatikan kebiasaan masyarakat agar berhasil,” kata Nadia.
Sementara itu, Peneliti di Human Nutrition Research Centre (HNRC), dr. Davrina Rianda, sangat tidak merekomendasikan kental manis kepada anak. Menurutnya, hal tersebut sama saja memberikan minuman gula kepada anak.
“Kalau saya boleh bilang, enggak boleh [memberikan kental manis], karena ini sama saja memperkenalkan es teh kepada anak. Jadi mungkin kita melihat kental manis sebagai gula. Mungkin itu cara paling mudahnya,” Tutur Davrina.
Davrina menyebut kandungan nutrisi dalam kental manis tidak dapat disamakan dengan susu. Sebab, berbagai nutrisi seperti kalsium dan vitamin D tidak dapat ditemukan pada kental manis.
“Kandungan susu yang kita mau dapatkan itu adalah ada kalsium, dan ditambahkan vitamin D. dan itu tidak ada di kental manis,” ungkap Davrina. (FRY)