Oleh: Syarif Ali
Meskipun Indonesia diberkahi dengan sumber daya alam yang melimpah, degradasi lingkungan terus berlanjut dengan cepat. Berbeda dari sebagian besar negara industri, emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia sebagian besar merupakan hasil dari kebakaran hutan dan degradasi lingkungan.
Sri Maryani (2020) menemukan bahwa faktor utama yang dapat menjadi pemicu tingginya tingkat kebakaran hutan yang secara langsung berkaitan dengan peningkatan jumlah emisi GRK, yaitu distribusi endapan gambut.
Selain itu, TPA sampah merupakan sumber emisi GRK dimana gas metan (CH4 ) merupakan gas dominan. Gas ini menjadi sumber penyebab pemanasan global (Wahyu Purwanta, 2009).
Wahyu menambahkan Potensi gas metan dari sektor sampah di Indonesia sangat besar yakni sekitar 109,96 Gg per tahun, dimana terdapat sekitar 400 TPA yang hampir semuanya beroperasi secara open dumping.
Sebagian besar gas ini dihasilkan dari proses degradasi sampah taman, kayu dan sampah sisa makanan
Sebagai negara yang sangat rentan terhadap perubahan iklim, Indonesia harus beradaptasi dengan berbagai tekanan lingkungan ini. Indonesia juga telah menjadi sorotan internasional karena berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 26 persen (Bank Dunia, 2010).
Karena itu, pada peluncuran Laporan Sintesis Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (20/3/2023), Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, António Guterres mengatakan dunia membutuhkan aksi iklim di semua lini – “everything, everywhere, all at once”.
Teranyar, The Climate Reality Project Indonesia bersama Al Gore yang merupakan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) telah melatih 1.050 orang Indonesia terkait pendidikan dan advokasi tanggap perubahan iklim.
Mengatasi perubahan iklim memerlukan upaya kolektif, pemerintah, sektor bisnis, masyarakat sipil, dan individu yang semuanya memainkan peran penting dalam mendorong perubahan berkelanjutan dan mengurangi emisi GRK. Termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN).
ASN sebagai profesi berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
ASN memiliki keunggulan untuk mejadi driving force agar berani menyuarakan kebenaran dan mendorong aksi iklim yang lebih ambisius.
Lantas, apa saja modal ASN untuk berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim?
Keunggulan ASN
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 dan peraturan kepegawaian belum secara eksplisit mendorong ASN memikul kewajiban menanggulangi perubahan iklim.
Namun, ada tiga alasan mengapa keterlibatan ASN sangat penting:
Pertama, ruang lingkup kerja yang luas. Jumlah ASN saat ini mencapai 4.758.730 orang dan bekerja dalam ratusan gedung publik, beserta armada kendaraan dan menghasilkan limbah dalam jumlah yang cukup besar.
Dampak lingkungan yang ditimbulkan sangat siginifikan. Karena itu, kebijakan proKlim akan lebih efektif jika ASN terlibat secara aktif.
Kedua, Kepemimpinan. Saat pemerintah menerapkan kebijakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim, birokrasi harus memberlakukan praktik yang dapat diadopsi oleh masyarakat luas. Saat ini, ASN lebih inklusif gender. 57 persen ASN terdiri dari wanita, dan 32.26 persen (BPS,2023) wanita menduduki jabatan manajerial.
Maria De Paola, dkk (2022) menemukan efek positif dan signifikan dari kepemimpinan perempuan terhadap kinerja tim. Efek ini didorong oleh kinerja anggota tim yang lebih tinggi dalam tim yang dipimpin perempuan.
Kebijakan proKlim berpotensi lebih berhasil dengan kemampuan positif kepemimpinan perempuan. Kebijakan dalam ASN dapat diadopsi oleh sektor swasta agar memberikan posisi kepemimpinan lebih besar dibanding saat ini hanya mencapai 5 persen (Gaffar Muaqaffi, 2024).
Ketiga, implementasi. Secara de facto, ASN daerah merupakan pelaksana kebijakan ketahanan perubahan iklim. Mereka, sebagaimana Funder dan Mweemba (2019) menyebutnya, adalah “birokrat penghubung”, yang harus mengelola jaringan aktor yang rumit, mengatasi masalah yang tidak terduga, dan mencapai kompromi untuk menerapkan aturan resmi.
Karena itu penting untuk meningkatkan pengetahuan, motivasi, dan komitmen ASN terhadap masalah lingkungan. Kompetensi ASN dapat menentukan keberhasilan memitigasi perubahan iklim.
Praktik manajemen ASN
Mengukur sikap dan praktik ASN
Pemerintah melakukan survei rutin untuk mendapatkan data seberapa jauh pemahaman dan kepedulian ASN terhadap isu perubahan iklim. Suvei mencakup sikap, pengetahuan, dan kebijakan organisasi, hasil survei menjadi umpan balik untuk membuat kebijakan proKlim.
Survei akan mendapatkan data seberapa besar ASN bersikap skeptis terhadap perubahan iklim dan kurang termotivasi untuk mengurangi jejak ekologis di tempat kerja mereka.
Membuat turunan UU ASN pro perubahan iklim
Jejak ekologis organisasi sektor publik dapat dikurangi dengan memperkenalkan kebijakan hijau di semua tingkatan regulasi manajemen ASN.
Praktik kepegawaian penggunaan digitalisasi dalam rekrutmen, pelatihan, penilaian kinerja akan mengurangi resiko negatif perubahan iklim.
Pemberian penghargaan atas inisiatif hijau akan meningkatkan kesadaran ASN terhadap perubahan iklim. Di Liberia, evaluasi kinerja pegawai merupakan penentu utama keberhasilan proyek lingkungan.
Studi di sektor swasta menemukan bahwa praktik SDM hijau telah dikaitkan dengan peningkatan produktivitas tempat kerja, kepuasan kerja, dan peningkatan daya tarik bagi calon karyawan yang berkualitas.
Menerapkan proKlim dalam operasional kantor
Ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah untuk “menghijaukan” ASN. Beralih ke bus pegawai yang lebih kecil atau mengadopsi kendaraan listrik, jendela hemat energi, paperless, dan meminimalisisr penggunaan pendingin ruangan akan sangat bermakna.
Dari sisi individu, ASN dapat merubah pola konsumsi, mendukung gerakan isu-isu perubahan iklim dan meningkatkan kesadaran kolega kerja dan keluarga.
Tak kalah pentingnya, setiap ASN ikut berpartisipasi dalam kelompok lokal yang memperjuangkan isu iklim, menanam pohon, mendaur ulang, dan mendukung bisnis berkelanjutan.
Bagaimanapun, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran bersama hanya akan tercapai jika kita berhasil menangani perubahan iklim. ASN berperan besar dalam mewujudkan itu.
Penulis, Syarif Ali, Dosen dan Pengurus LKEB FEB UPN Veteran Jakarta