Oleh : M.Nigara
SHNet, Jakarta – Ibarat ikon baru, tiba-tiba tim nasional Garuda Indonesia, jadi idaman. Jika selama ini, orang (baca: Anak-anak keturunan, khususnya di Belanda) memandang ke sebelah mata, kini justru menjadi ‘incaran’. Mereka seolah-olah berlomba ingin segera bisa bergabung dengan tim Merah Putih.
Yang paling baru, Thom Haye (SC Heerenveen) dan Ragnar Oratmangoen (Fortuna Sittard). Sebelumnya, Jay Idzes (Venezia), dan Nathan Tjor A-on (SC Heerenveen). Hebatnya, Jay dan Ragnar sudah mampu mencetak gol kemenangan untuk timnas kita.
Padahal, utamanya Ragnar, baru sekali bermain untuk merah putih. Sementara Jay, baru dua kali dan keduanya bertarung dengan Vietnam.
Ya, luar biasanya gol yang mereka cetak ke gawang Vietnam. Hebatnya saat kita bertandang ke Hanoi. Indonesia menang 3-0 atas Vietnam di leg-2. Gol kecuali dicetak Ramadhan Sananta (Persis Solo). Saat leg-1 di GBK, kita menang 1-0 dengan gol yang disumbangkan Egy Maulana Vikri.
Perubahan sekonyong-konyong terjadi. Banyak mata dan harapan anak-anak sebagian Indonesia yang siap bergabung. Hal ini tentu bukan tanpa dasar. Harapan para pemain untuk bisa tampil di putaran final Piala Dunia, menjadi terbuka.
FIFA lewat regulasinya yang baru, putaran final Piala Dunia 2026, untuk pertama kalinya dengan 48 negara peserta. FIFA juga untuk pertama kalinya menggelar putaran final di tiga negara: Amerika, Meksiko, dan Kanada. Masing-masing negara akan memutar empat grup dengan total 12 grup.
Asia, di mana Indonesia ada di dalamnya, memperoleh 8,5 dari awalnya 4,5. Artinya, peluang Indonesia bisa tampil di putaran final, insyaallah juga terbuka lebar.
Tentu tidak diragukan lagi, masih ada kendala yang harus dilalui. Dengan menambah kekuatan, meningkatkan kemampuan tim, menerapkan pemain dan strategi yang tepat, maka tidak mungkin sekali ini kita benar-benar bisa tampil di putaran final Piala Dunia 2026.
Kesempatan
Dari sanalah mengapa tiba-tiba anak-anak separuh Indonesia siap diambil sumpahnya. Ya, ketika jalan ke putaran final Piala Dunia terbuka, sebagai pemain, mereka sama berharap bisa mencapai cita-cita setiap pemain sejak dini.
Maklum, jika mereka harus berkompetisi di Eropa, sebut saja di Belanda, Italia, Inggris, dan lainnya, peluang untuk masuk skuad tim, terlalu berat, karena persaingan sangat ketat.
Tapi, jika mereka bergabung dengan timnas Garuda, peluang mereka masuk dalam skuad bahkan masuk ke starting Eleven , sangat terbuka. Sekali lagi, mereka pun masih harus berjuang ekstra keras, tetapi jalur perjuangannya sudah jelas.
Ada tiga pemain keturunan yang sukses di Belanda dan Belgia. Simon Tahamata dan Giovanni van Bronckhorst, serta Raja Nenggolan (Belgia). Artinya, peluang para pemain naturalisasi sangat menjanjikan.
Sekali lagi, maaf, saya, sahabat saya Yesayas Oktovianus (Kompas), Reva Deddy Urama (antv/tvone), Erwiantoro (Cocomeo) adalah para wartawan sepakbola senior yang mendapat tugas informal dari PSSI untuk membuka jalan naturalisasi pemain, Januari-Februari 2009. Ada ratusan pemain dari separuh Indonesia di Belanda, tapi tidak banyak dari mereka.
PSSI sendiri akhirnya memilih pola yang berbeda tentang naturalisasi pemain. PSSI mengambil jalan pintas dengan naturalisasi murni. Dari keduanya, hanya Christian Gonzales yang skill- nya di atas rata-rata pemain lokal. Tahun 1950an timnas kita juga pernah dibela oleh Van der Vin, kiper asli Belanda yang jatuh hati dengan PSSI.
Mesin gol
Dalam catatan yang lalu, saya tekan untuk mencari tukang bikin gol. Sehebat apa pun tim, jjka tidak mampu membuat gol, maka semua perjuangan akan sia-sia.
Menurut hemat saya, kita sesungguhnya punya tukang bikin gol, Ramadhan Sananta, tetapi, Shin Tae-yong pasti memiliki perhitungan tersendiri belum memperoleh peran utama.
Berulang Sananta hanya dimainkan 10 menit terakhir. Beruntung di leg ke-2 lawan Vietnam, ujung tombak Persis Solo itu mampu menambah kemenangan kami menjadi 3-0.
Hadirnya Ragnar dan Thom Haye serta kecerdikan Jay, sangat menyegarkan tim. Tiga gol ke gawang Vietnam di kandang lawan, membuat keyakinan saya terkait tukang bikin gol, sudah sedikit terjawab.
Jika kita tetap tidak memiliki seorang spesialis tukang bikin gol, maka kombinasi pemain menjadi mesin gol, adalah jawaban pokok.
Apalagi, dalam waktu dekat, Ole Romeny, pemain depan FC Utrecht yang memiliki darah Indonesia dari ibu dan nenek, sudah siap mengikuti jejak Haye dan Oratmangoen, serta Ivar Jenner kawan satu klubnya.
Sebagai pemain dari klub Eredivisie, catatan saat ini berada di urutan 8 klasemen sementara, diharapkan bisa ikut memperkuat mesin gol timnas Merah Putih.
Sementara Million Manhoef yang saat ini bermain untuk Stoke City, Inggris, tampaknya bisa menambah ketajaman mesin gol kita. Data 37 gol memasukan, 7 berkat asis dari Manhoef.
Selain itu, masih sederet pemain berdarah separuh Indonesia yang siap membela Merah Putih. Artinya, langkah Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI, semakin nyata. Peran Zainudin Amali sebagai Waketum dan Yunus Nusi sebagai Sekjen juga semakin jelas.
Dan yang terpenting, apa yang kita harapkan, semakin lama semakin mendekati jalan yang benar. Serta jangan lupa status STY bisa segera diselesaikan…
( Penulis adalah wartawan senior sepakbola )