13 November 2024
HomeBeritaFSGI: Ada Manipulasi Data untuk PPDB, Pemda Harus Evaluasi Jajarannya

FSGI: Ada Manipulasi Data untuk PPDB, Pemda Harus Evaluasi Jajarannya

SHNet, Magelang – Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengumumkan ke publik bahwa telah terjadi manipulasi data kependudukan di wilayahnya untuk kepentingan mendaftar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi. Bahkan, Wali Kota sampai datang sendiri ke rumah rumah warga yang Kartu Keluarga (KK)-nya dipermasalahkan.

Padahal, manipulasi data dengan cara pindah KK tidak akan mudah terjadi jika sistem kependudukannya ketat, melalui mekanisme kontrol aparat kelurahan, kecamatan dan dinas dukcapil. Apalagi sampai 20 anak dengan orang tua berbeda masuk dalam satu KK. Harusnya hal ini dapat diantisipasi dari awal oleh jajaran terkait.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo bersama Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti menyampaikan hal ini dalam keterangannya kepada media dari Jakarta, Senin (10/7).

Atas kejadian tersebut, FSGI menyampaikan pendapat sebagai berikut.

Pertama, Kebijakan PPDB Sistem Zonasi sudah berlangsung tujuh tahun, seharusnya pemda sudah dapat mengatasi permasalahan yang timbul.

 

Sudah Tujuh Tahun

Heru menjelaskan, Kemendikbudristek menerapkan kebijakan PPDB Sistem zonasi sudah sejak tahun 2017 atau sudah berlangsung 7 tahun lalu. Awalnya, beragam permasalahan kependudukan dan penyebaran sekolah yang tidak merata menjadi persoalan tertinggi. Namun seiring dengan waktu, hal tersebut sedikit demi sedikit dapat diatasi dengan baik oleh sejumlah daerah. Dengan cara, di antaranya memperkuat sistem di Dukcapil agar tidak terjadi manipulasi terkait data kependudukan.

“Kalau kota Bogor masih mengalaminya maka seharusnya Kepala Daerahnya mengevaluasi jajaran kelurahan, kecamatan dan Dukcapil, yang jelas di bawah kewenangan Kepala Daerah, bukan menyalahkan sistem PPDB Zonasinya yang sudah 7 tahun dan sudah mulai diterima luas di masyarakat,” kata. Heru.

Menurutnya, kepala daerah dapat segera mengevaluasi jajaran terkait dan menjatuhkan sanksi pada jajarannya jika ditemukan manipulasi data kependudukan, yang melibatkan jajaran birokrasi.

Seharusnya masalah klasik seperti ini sudah dapat diatasi selama 5 tahun menjabat, karena kelurahan, kecamatan dan dinas Dukcapil merupakan anak buah langsung kepala daerah.

Kedua, kepala daerah harus merencanakan menambah jumlah sekolah negeri.

Selain itu, dalam keterangannya kepada media, FSGI menyampaikan bahwa setelah 7 tahun penerapan PPDB Zonasi, sejumlah kepala daerah sudah menambah jumlah sekolah negeri.

“Misalnya Kota Bekasi menambah 7 SMPN, Kota Tangerang menambah 9 SMPN, Kota Pontianak menambah 1 SMAN, Kita Depok menambah 1 SMAN, DKI Jakarta menambah 10 SMKN, dll. Hal tersebut dilakukan karena para kepala daerah sadar bahwa sekolah negeri tidak banyak dan tidak merata penyebarannya, terutama SMP, SMA dan SMK,” kata Retno Listyarti.

“Kalau SDN jumlah relatif terpenuhi. Yang menyadarkan para kepala daerah menambah jumlah sekolah negeri adalah setelah kebijakan PPDB Zonasi. Membangun sekolah negeri baru juga dapat dijadikan ukuran kesungguhan kepala daerah untuk memenuhi hak atas pendidikan warganya, yang tentu saja ada pemilihnya,” lanjut Retno.

 

Kolaborasi yang Patut Didukung

Ia menjelaskan, pemerintah pusat melalui APBN juga menganggarkan pembangunan sekolah negeri jika pemerintah daerah mengusulkan dan memiliki lahan yang sesuai standar nasional pendidikan. Pemerintah pusat hanya membangunkan gedungnya, tanahnya harus disediakan pemerintah daerah. Ini bentuk kolaborasi yang sangat patut didukung.

 

Kepala Daerah Harus Kreatif

Ketiga, kepala daerah harus kreatif dalam menerapkan PPDB sistem Zonasi.

Sebelum penerapan PPDB sistem zonasi di Indonesia, jumlah sekolah negeri masih minim dan penyebarannya tidak merata. Untuk itu, saat PPDB sistem zonasi diterapkan, selain menambah jumlah sekolah jika memungkinkan. Jika belum memungkinkan maka sejumlah daerah menginisiasi berbagai cara untuk memenuhi hak atas pendidikan, misalnya Pemprov DKI Jakarta menerapkan PPDB bersama SMA dan SMK swasta yang pembiayaan peserta didik baru hingga lulus dicover melalui APBD.

Retno mencontohkan, Pemprov Sumatera Utara menerapkan zonasi khusus bagi calon peserta didik baru yang di zona tempat tinggalnya tidak ada sekolah negeri.

Ketika sudah 7 tahun penerapan kebijakan PPDB sistem zonasi, banyak kepala daerah melalui dinas dinas pendidikan memutar otak untuk meminimalkan masalah, potensi kecurangan dan juga minimnya sekolah negeri. Apalagi saat ini mayoritas publik sudah dapat menerima PPDB sistem zonasi.

“Meski ada kekurangan, namun diakui bahwa sistem ini jauh lebih berkeadilan dan mendorong pemerintah pusat dan daerah membangun sekolah negeri baru, tanpa membunuh sekolah swasta yang sudah berkontribusi lama bagi pendidikan selama ini,” kata Retno. (whm/sp)

 

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU