26 April 2024
HomeBeritaIndustri Minta Pemerintah Tunda Kebijakan Bebas ODOL  Hingga 2025

Industri Minta Pemerintah Tunda Kebijakan Bebas ODOL  Hingga 2025

SHNet, Jakarta – Pemerintah diminta untuk menunda kebijakan angkutan truk bebas Over Dimension Over Load (ODOL) yang semula akan diterapkan 1 Januari 2023 menjadi tahun 2025. Penundaan kebijakan bebas angkutan truk ODOL ini diperlukan karena industri saat ini tengah dalam masa pemulihan setelah diterpa pandemi COVID-19.

Permintaan itu disampaikan  kalangan pengusaha industri yang diwakili Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik  Gabungan Asosiasi Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI)  Rachmat Hidayat dan Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan saat menjadi narasumber dalam acara webinar Diskusi Publik bertema  “Kesiapan Pemerintah dan Industri Menghadapi Indonesia Bebas ODOL 2023”, Senin (20/12) yang diselenggarakan sinarharapan.net.

Hadir juga sebagai pembicara Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri Kementerian Perindustrian, Ignatius Warsito, Direktur Prasarana Transportasi Jalan Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan Ir M Popik Montansyah MT, Asisten Deputi Fasilitasi Perdagangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Tatang Yuliono dan Dosen dan Pakar Transportasi dari ITL Trisakti Drs. Suripno, MT.

Rachmat Hidayat dan Yustinus Gunawan mengatakan, kalangan industri meminta pemerintah untuk menunda kebijakan  angkutan trus bebas ODOL  hingga 2025 karena pengusaha industri mengalami dampak yang hebat akibat krisis pandemi COVID-19 khususnya pemberlakuan PPKM.

“Seluruh pengusaha industri mengalami keterpurukan akibat COVID-19, termasuk pengusaha makanan dan minuman. Hingga akhir tahun 2021, kita pengusaha industri hanya fokus pada usaha bertahan dan jangan sampai menutup usaha,” ujar Rachmat Hidayat.

Rachmat Hidayat menambahkan, pemerintah harus melihat kesulitan yang dihadapi industri yang telah kehilangan momentum selama dua tahun dalam persiapan pelaksanaan kebijakan bebas ODOL  akibat COVID-19.

“Kita berharap tahun 2022 industri mulai bangkit kembali.  Tapi, industri membutuhkan waktu selama beberapa tahun untuk siap menerapkan kebijakan zero ODOL.  Jadi, kalau benar diterapkan pada 1 Januari 2023, tentu kami belum siap,” ujarnya.

Rachmat Hidayat menegaskan, pengusaha industri bukan menentang kebijakan bebas ODOL. Namun, dalam penerapannya memerlukan perencanaan dan sasaran yang tepat agar tidak berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan perkembangan industri.

Untuk itu, kalangan industri sudah mengusulkan tiga poin pada pemerintah sebelum menerapkan kebijakan zero ODOL.  Pertama, penyesuaian sistem KEUR/KIR terhadap desain kendaraan dan kelas jalan. Kedua, kebijakan penerapan Multi-Axle dan ketiga, peningkatan kualitas daya dukung jalan.

“Tiga poin usulan ini hasil riset dari UGM yang diserahkan kepada pemerintah pada 7 Juni lalu sebagai bahan masukan bagi penerapan kebijakan bebas ODOL,” katanya.

Yustinus Gunawan mengingatkan ada sejumlah konsekuensi yang ditanggung pengusaha jika kebijakan bebas ODOL diterapkan pada 1 Januari 2023 sementara pengusaha masih dalam kondisi bertahan akibat pandemi COVID-19.

Ia memperkirakan, kebutuhan angkutan truk pada industri  seperti semen, keramik, kaca, pupuk, pulp, kertas, baja beton ringan dan makanan minuman akan meningkat sebesar 55 persen hingga 112 persen.

“Kalau kebijakan bebas ODOL diterapkan pada 1 Januari 2023, maka pengusaha indusri harus menambah investasi yang besar. Dengan penambahan jumlah truk yang siginifikan maka diperlukan investasi tambahan untuk perluasan lahan parkir, jumlah bahan bakar bertambah dan penambahan jumlah SDM seperti pengemudi,” katanya

Yustinus menambahkan, bila kebijakan bebas ODOL diterapkan 1 Januari 2023 maka diperkirakan ada kenaikan biaya logistik sekitar 23 persen yang akan berdampak pada penurunan Produk Domestik Bruto (PDB).

Ia memperkirakan butuh waktu dua tahun yakni 2023 hingga 2024 bagi industri untuk kembali ke tingkat finansial sebelum pandemi sehingga industri sudah cukup kuat dan siap untuk investasi peremajaan dan atau penambahan armada truk.

“Pada prinsipnya, Industri kaca lembaran siap melaksanakan bebas ODOL pada tahun 2025,” katanya.

Sementara itu, Ir Popik Montansyah MT menjelaskan penerapan kebijakan bebas ODOL merupakan amanat UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sudah sebanyak lima kali mengalami penundaan. Ia kemudian mengutip pernyataan Menteri PUPR bahwa anggaran yang dapat dihemat jika tidak terjadi OJOL di jalan tol, nasional dan provinsi sebesar  Rp 43,45 triliun per tahun.

“Polemik masalah ODOL ini sebenarnya tidak perlu terjadi kalau tidak ada pelanggaran dalam persyaratan dimensi seperti  jumlah berat beban dan ukuran-ukuran, pemalsuan surat-surat seperti surat KIR,  Harus diingatkan juga sebanyak 8 persen kecelakaan melibatkan jenis transportasi truk,” tuturnya.

Tatang Yuliono mengungkapkan dua sisi positif dan negatif dari pelaksanaan kebijakan bebas ODOL. Namun, ia menegaskan, pemerintah pada dasarnya siap untuk berdiskusi dan mencari jalan keluar bersama para pengusaha industri sehingga ada solusi jalan tengah.

Suripno mengatakan, masalah ODOL ini sudah lama diperdebatkan sejak tahun 1980-an. Ia melihat pangkal masalahnya adalah karena tidak adanya koordinasi serta tidak jelasnya siapa yang menjadi lead sector dalam persoalan ini.

Ia mencontohkan, kebijakan penerapan zero ODOL seharusnya ditetapkan dalam keputusan presiden dan bukan berdasarkan peraturan menteri. “Karena yang bertanggung jawab dalam masalah ODOL ini seharusnya presiden, bukan level menteri,” tuturnya. (Victor)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU