10 September 2024
HomeBeritaInstabilitas Keamanan Global Penyebabnya AS dan NATO, Harus Dilawan dan Dihentikan

Instabilitas Keamanan Global Penyebabnya AS dan NATO, Harus Dilawan dan Dihentikan

JAKARTA, SHNet – Federasi  Rusia serang Ukraina sejak Kamis, 24 Februari 2022, membuktikan Amerika Serikat (AS) dan Negara Barat tergabung di dalam North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan penyebab instabilitas keamanan global, harus dilawan dan dihentikan.

Rusia serang Ukraina, mengingatkan masyarakat di Indonesia terhadap keputusan Presiden Indonesia, Soekarno, menginvasi Sabah dan Sarawak di Kalimantan bergabung dengan Federasi Malaysia, 1963, sebagai bentuk protes Indonesia terhadap invasi NATO di Asia Tenggara, 1964 – 1966. Karena Malaysia adalah anggota aliansi NATO.

Hal itu dikemukakan pegiat media sosial, pelaku bisnis dan pengamat intelijen Indonesia, Erizely Bandaro, dan Sekretaris Jenderal Dayak International Organization (DIO) Dr Yulius Yohanes, M.Si, Kamis, 10 Maret 2022.

“Federasi Rusia menyerang Ukraina, karena dinilai sebagai ancaman kedaulatan setelah menyatakan ingin bergabung dengan NATO, dapat dilihat dalam konteks itu. Karena NATO ekspansi ke Eropa timur, ancaman langsung bagi Rusia,” kata Yulius Yohanes.

Faktanya setelah ditantang Rusia dengan serang Ukraina, Amerika Serikat dan NATO, tidak berani perang terbuka, karena dari segi persenjataan nuklir dan riset ruang angkasa, Rusia mengungguli Amerika Serikat dan NATO. Ukraina dibiarkan jadi bulan-bulanan serangan militer Rusia.

Yulius Yohanes, mengatakan, hampir semua negara di dunia, sudah risih melihat keangkuhan dan kesombongan Amerikat Serikat dan NATO, sementara di sisi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri mereka terus mengalami stagnan.

“Dunia sekarang matanya terbuka, setelah Rusia mengklaim menemukan laboratorium senjata biologi kerjasama Ukraina dan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat di Ukraina, dalam serangan pertama, Kamis, 24 Februari 2022,” ujar Yulius Yohanes.

Ancaman kedaulatan Rusia

Diungkapkan Yulius Yohanes, Amerika dan NATO sama sekali tidak memperhitungkan kemarahan Rusia, setelah sejak tahun 2008 memprotes ekspansi ke Eropa timur, terutama 15 negara pecahan Union of Soviet Socialist Republic (USSR), karena ancaman langsung kedaulatan Rusia.

Sluzhba Vneshney Razvedki (SVR) Rusia, penerus  Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti  (KGB) sudah mengumpulkan banyak data intelijen tentang aktifitas Ukraina yang akan jadi negara terdepan melakukan serangan terhadap Rusia, jika situasi sudah dinilai memadai.

Rusia, memang betul-betul melampiaskan dendamnya atas operasi Central Inteligence Agency Amerika Serikat (CIA AS) dan Barat yang meruntuhkan USSR, 25 Desember 1991, dengan memporak-porandakan Ukraina, sejak Kamis, 24 Februari 2022.

Tidak ada data resmi membuktikan CIA AS dan Barat di balik runtuhnya USSR, 1991, resmi berakhirnya Perang Dingin, menandai runtuhnya simbol komunisme global.

Tapi sudah menjadi rahasia umum, pasca Perang Dunia II (1941 – 1945), Perang Dingin, 1945 – 25 Desember 1991, AS dan USSR saling berhadap-hadapan, dalam banyak hal, terutama perlombaan senjata nuklir.

Pada 15 Desember 2016, mantan Presiden USSR, Mikhail Sergeyevich Gorbachev (March 15, 1990 – December 25, 1991) menuding CIA AS dan Barat  telah ‘memprovokasi Rusia’ dan mengatakan runtuh pada tahun 1991 karena ‘pengkhianatan.’

Jumat, 24 Desember 2021, Mikhail Sergeyevich Gorbachev (90 tahun), mengatakan, Washington menjadi “sombong dan percaya diri” setelah runtuhnya USSR pada 25 Desember 1991, dan ini membuat Amerika Serikat mendorong perluasan aliansi militer NATO.

Bubarnya USSR 1991, dibayar mahal, karena Rusia kehilangan wilayah 5.270.000 kilometer persegi.

Karena sebelumnya USSR memiliki luas wilayah 22,4 juta kilometer persegi, ketika berubah menjadi Federasi Rusia, tinggal 17,13 juta kilometer persegi, kendatipun negara ini masih tercatat sebagai negara terluas di dunia.

Muncul 15 negara baru pecahan USSR, yaitu Armenia, Azerbaijan, Belarusian, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kirgizstan, Latvia, Lithuania, Moldova, Russia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraine, dan Uzbekistan, dengan luas wilayah keseluruhan 5.270.000 kilometer persegi.

Glasnost dan perestroika

USSR runtuh pada 25 Desember 1991, dampak dari Presiden Mikhail Sergeyevich Gorbachev (March 15, 1990 – December 25, 1991), melakukan penataan ulang kehidupan berbangsa dan bernegara yang dikenal dengan glasnost dan perestroika.

Kebijakan glasnost dilaksanakan sejak 1980-an, saat Mikhail Sergeyevich Gorbachev masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis USSR.

Glasnost diberlakukan Mikhail Sergeyevich Gorbachev sebagai respons atas kemerosotan ekonomi dan politik yang dialami USSR.

Dalam Bahasa Rusia, glasnost memiliki makna keterbukaan dan transparansi. Slogan inilah yang kemudian dikumandangkan Mikhail Sergeyevich Gorbachev.

Glasnost adalah kebijakan keterbukaan pada semua bidang di institusi pemerintahan USSR, termasuk kebebasan informasi.

Kebijakan glasnost dilaksanakan untuk mengurangi korupsi yang dilakukan oleh para pejabat yang memegang tampuk pemerintahan USSR.

Selain itu, glasnost juga memiliki tujuan untuk memerangi berbagai bentuk penyalahgunaan

kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan di Partai Komunis maupun pemerintahan.

Akibat kebijakan ini, media di USSR mulai berani memberitakan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh negara, baik di bidang ekonomi ataupun politik, yang sebelumnya selalu ditutupi oleh pemerintah.

Selain itu, kebijakan glasnost berdampak terhadap berkembangnya nasionalisme dan kebebasan bagi masyarakat USSR.

Selain glasnost, USSR yang sedang mengalami kemerosotan juga memberlakukan kebijakan perestroika.

Perestroika adalah rancangan kebijakan yang bertujuan untuk mereformasi birokrasi dan ekonomi USSR yang mengalami kemerosotan.

Perestroika berusaha untuk meningkatkan otonomi daerah di USSR yang sangat luas.

Dengan adanya kebijakan perestroika, USSR berusaha untuk mengurangi cengkeraman kebijakan ekonomi yang terpusat.

Selain itu, pelaksanaan perestroika juga bertujuan untuk menyaingi Amerika Serikat dan Jepang, yang perkembangannya semakin pesat pada era 1970-an.

Perestroika dianggap sebagai awal mula gerakan demokrasi menuju reformasi di USSR sebagai akibat kegagalan ekonomi.

Melalui perestroika, USSR memisahkan ideologi komunisme untuk pertama kalinya dan menuju realitas keterbukaan.

Namun, pada akhirnya, kebijakan ini berdampak pada munculnya perdebatan politik dan membuka jalan ekonomi kapitalisme baru.

Konsep perubahan yang dikemukakan  Mikhail Sergeyevich Gorbachev melalui program glasnost dan perestroika ternyata membawa keruntuhan bagi USSR karena dua kebijakan tersebut justru menimbulkan oposisi dan munculnya sistem kapitalisme baru.

Sistem otonomi perestroika cepat meruntuhkan USSR karena berbagai wilayahnya berani memisahkan diri dan menyatakan kemerdekaannya menjadi sebuah negara.

Ada beberapa dampak akibat kebijakan glasnost dan perestroika yang dikeluarkan Presiden Mikhail Sergeyevich Gorbachev, sebagai berikut.

Pertama, berakhirnya perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur.

Kedua, muncul negara-negara baru di Eropa Timur.

Ketiga, hancurnya komunisme di dunia.

Keempat, krisis ekonomi di Eropa Timur.

Dipersiapkan sejak 2008

Erizely Bandaro, mengatakan, Rusia serang Ukraina, tidak dilakukan mendadak, tapi sudah dipersiapkan matang sejak 2008, ketika Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengingatkan, ekspansi NATO ke Eropa timur, berhadapan langsung dengan ancaman kedaulatan Rusia.

Mengapa Rusia serang ukrania

Tadinya, setelah Perang Dunia II (1941 – 1945), Ukrania dan negara Eropa timur itu adalah bagian negara USSR.

Kemudian terjadi Perang Dingin antara USSR dan Amerika Serikat. USSR membuat pakta pertahanan bersama dengan negara Eropa TImur. Namanya Pakta Warsawa. Tujuannya melawan kekuatan Amerika Serikat dan Sekutu yang sudah membentuk NATO.

Tetapi selama Perang Dingin (1945 – 25 Desember 1991), USSR dibangun dengan doktrin Komunis. Terkenal kejam. Rakyat dikekang dan dicurigai. Pembangunan tidak terjadi meluas. Ekonomi diarahkan untuk mambangun persenjataan.

Sementara Negara Eropa Barat dan Amerika Serikat, rakyatnya menikmati kebebasan. Ekonomi mereka berkembang pesat. Kemakmuran terjadi meluas. Tentu ini menimbulkan iri rakyat di USSR.

Tahun 1985, Presiden USSR, Mikhail Sergeyevich Gorbachev, mekakukan reformasi Ekonomi dan Politik. Karena proses reformasi itu terjadi pergolakan dalam negeri. Banyak wilayah bagian dari USSR memisahkan diri.

Termasuk Ukrania memisahkan diri. Padahal seharusnya mereka focus kepada reformasi ekonomi. Bukannya focus kepada reformasi poltiik. Puncaknya pada 25 Desember 1991, USSR dan Pakta Warsawa, bubar yang menandai berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya sistem pemerintahan komunis terbesar di dunia. USSR berubah menjadi Federasi Rusia.

Dikatakan Erizely Bandaro, pPembubaran itu tidak begitu saja. Tetapi bersyarat. Pihak Rusia minta jaminan keamanan dari pihak Amerika Serikat dan NATO. Makanya tahun 1991 itu dibentuk Dewan Kerjasama Atlantik Utara.

“Aliansi tersebut pada Juli 1992 setuju untuk menawarkan tugas pemeliharaan perdamaian atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Komisi Keamanan dan Kerjasama di Eropa,” kata Erizely Bandaro.

Tetapi justru dengan adanya Dewan Kerjasama Atlantik Utara itu celah bagi NATO untuk menguasai Eropa Timur. Bahkan bukan hanya Eropa Timur, Asia tengah yang juga bagian dari ex USSR juga diajak gabung.

Makanya tahun 1997, Dewan Kerjasama Atlantik Utara berganti jadi Dewan Kerjasama Euro Atlantik Utara.  Forum ini mempertemukan NATO dengan tetangga Eropa Tengah, Eropa Timur, dan Asia Tengah.

Sebelumnya tahun 1994, NATO mendirikan Dialog Mediterania dengan enam negara Mediterania non-anggota: Mesir, Israel, Yordania, Mauritania, Maroko dan Tunisia, dengan Aljazair juga bergabung pada tahun 2000.

“Jadi, di sini, terlihat, pasca USSR bubar tahun 1991, NATO dan Amerika Serikat ingin menguasai dunia,” ujar Erizely Bandaro.

“Bahkan Pada tahun 2004, NATO meluncurkan Inisiatif Kerjasama Istanbul sebagai cara untuk menawarkan kerjasama keamanan bilateral kepada negara-negara di kawasan Timur Tengah yang lebih luas.”

Akhirnya Rumania, Bulgaria, Slovakia, Slovenia, Latvia, Estonia dan Lithuania pada 2004, Kroasia dan Albania pada 2009, Montenegro pada 2017, dan Makedonia Utara pada 2020.

Masuk dalam lipatan NATO.Terakhir, Ukrania juga ingin gabung.

“Akhinya, Rusia, marah ketika Ukrania akan bergabung ke NATO, Rusia juga akan kena lipat NATO. Karena Ukrania teras Rusia,” ungkap Erizely Bandaro.

Pertanyaan, kemudian, kenapa berani amat Presiden Rusia, Vladimir Putin, lawan NATO?

“Logikanya, jangankan Rusia yang sudah jadi negara maju. Indonesia saja, yang baru merdeka, berani invasi ke Sabah dan Sarawak tahun 1964. Karena Malaysia masuk negara persemakmuran dengan Inggris.”

Erizely Bandaro, mengatakan, Soekarno, Presiden Indonesia (17 Agustus 1945 – 12 Juni 1967), Negara Bagian Sabah dan Negara Bagian Sarawak, gabung dengan Federasi Malaysia tahun 1963, ancaman kedaulatan bagi negara kesatuan Indonesia.

Dalam perkembangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) malah bela Malaysia. Akibatnya Presiden Indonesia, Soekarno, memutuskan Indonesia keluar dari PBB,1 Januari 1965.

Erizely Bandaro, mengatakan, belajar keputusan Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyerang Ukraina, dan Presiden Indonesia menginvasi Sabah dan Sarawak tahun 1964, adalah soal integrasi negara.

“Pemimpin harus paham national interes-nya. Tidak bisa lembek. Kalau ingin damai maka bersiaplah perang,” ujar Erizely Bandaro.*

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU