SHNet, Jakarta – Katarina Bonggo korban kasus pemalsuan akta otentik dan keterangan palsu akhirnya memenangkan gugatannya terhadap mantan mertuanya Aky Jauwan dan Biksuni Eva yang tidak lain adalah putri Aky Jauwan. Melalui Hakim Mahkamah Agung (MA) telah memvonis bapak dan anak, Aky Jauwan dua tahun kurungan dan satu tahun kurungan untuk Eva.
Pun diketahui, masa kurungan atau tahanan tersebut tertuang dalam vonis Hakim MA yamg diketuai Dwiarso Budi serta Hakim Anggota Sutarjo dan Ainul Mardhiah melalui nomor putusan 1634K/ PID/2024.
Dalam putusan vonis tersebut, terlihat Katarina Bonggo tak henti-hentinya mengucap syukur dengan mata berkaca-kaca. Menurut wanita tangguh yang memperjuangkan sendiri kasusnya selama lima tahun ini, dirinya berharap agar pihak Kejaksaan Negeri, Jakarta Utara untuk segera melakukan eksekusi penahanan terhadap kedua terhukum tersebut, Aky Jauwan dan Eva Jauwan.
” Puji Tuhan perjuangan saya selama lima tahun ini yang menghabiskan tenaga serta pikiran saya ternyata tidak sia-sia. Dimana akhirnya saya bisa mendapatkan keadilan sebesar-besarnya dan seadil-adilnya,” ucap Katarina dengan mata berkaca-kaca kepada SHNet, Rabu (27/11/2024) di Jakarta.
Kembali di katakan Katarina, dengan di vonisnya dua terdakwa atas kasusnya ini,dirinya berharap pihak Kejaksaan untuk segera menahan dua terdakwa.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (Jakut) terhadap Aky Jauwan dan Eva Jauwan. Sebab, sebelumnya majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara diketuai Syofia Marlianti pada sidang putusan, Selasa (30/7/2024) memvonis bebas Aky Jauwan dan Eva Jauwan dari tuntutan jaksa.Â
Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang tuntutan menuntut keduanya dengan hukuman masing-masing empat tahun dan dua tahun penjara. Namun majelis hakim menyatakan Aky Jauwan dan putrinya tidak bersalah sebagaimana didakwakan jaksa.Â
Menurut pertimbangan hakim, terdakwa Aky Jauwan dan Eva Jauwan hanya disuruh tandatangan saja tanpa tahu apa isi akta tersebut. Atas pertimbangan itu, majelis hakim berkesimpulan kedua terdakwa tidak terbukti melakukan pemalsuan dan menyuruh melakukan pemalsuan sehingga harus dibebaskan dari segala tuntutan.
Pihak JPU Pratama Hadi Karsono dan Dhiki Kurniawan mempertanyakan tentang pertimbangan majelis hakim yang membebaskan kedua terdakwa dari tuntutan jaksa. Sebab, majelis hakim hanya mengambil isi nota pembelaan (pledoi) terdakwa dan kuasa hukumnya saja.
Sedangka fakta di persidangan menurut JPU sama sekali tidak dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim. Begitu juga keterangan saksi ahli yang diajukan JPU di persidangan juga tidak dijadikan sedikit pun pertimbangan oleh hakim dalam putusannya.Â
Padahal seperti dikatakan pihak kejaksaan, terdakwa Aky Jauwan dan putrinya Eva Jauwan sesuai fakta di persidangan jelas-jelas melakukan pemalsuan akta otentik terkait pernikahan Katarina dengan Alexander, putra kandung Aky Jauwan.
Selama lima tahun Katarina berjuang untuk mendapatkan keadilan, namun malah gagal hanya dengan satu ketukan palu hakim. Katarina mengaku tidak mau menyerah begitu saja dan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan dan akhirnya dia dapatkan dengan keluarnya vonis hakim Mahkamah Agung.
Kasus pemalsuan akta otentik ini saat pernikahan Katarina dengan Alexander pada 2008. Mereka menikah secara resmi di gereja dan vihara. Namun, pernikahan itu hanya berlangsung dua tahun karena pada 2010 mereka sepakat bercerai.
Lima tahun setelah bercerai, tepatnya 2017, Alexander meninggal dunia karena sakit. Takut harta peninggalan putranya diambil Katarina, terdakwa Aky Jauwan dan Eva Jauwan sesuai laporan Katarina ke Polda Metro Jaya nekat membuat akta palsu yang menyatakan Alexander semasa hidupnya tidak pernah menikah. Hal inilah yang membuat Katarina juga melaporkan balik Bapak dan dua anaknya, Aky Jauwan dan Eva serta Ernie yang kini menetap di luar negeri. (mayhan)