SHNet, Jakarta-Permasalahan kendaraan Over Dimension Overloading (ODOL) memerlukan keterlibatan semua kementerian dan stakeholder. Persoalan ODOL merupakan masalah kompleks yang harus ditangani dari hulu sampai hilir.
Hal tersebut juga diakui oleh Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan (kemenhub). Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR RI, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono mengakui pemberantasan ODOL bukan perkara mudah
Menurutnya, merampungkan masalah ODOL tidak cukup hanya melibatkan Kemen PUPR, Kemenhub dan Korlantas saja. Dia melanjutkan, diperlukan campur tangan dari kemendag, kemenperin hingga kemen ESDM, mengingat ODOL mengangkut material produk industri sampai hasil tambang.
“Kalau mau selesaikan ODOL secara komprehensif kami dikumpulkan. Kami bertiga pasti tidak akan mampu karena ujungnya di Kemendag dan Kemenperin,” kata Basuki di Jakarta.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menjelaskan bahwa permasalahan truk ODOL harus diselesaikan bersama. Dia menegaskan, kemenhub tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah ini sendiri karena ada pihak-pihak terkait yang harus ikut mencari solusi.
Dia mengakui bahwa penertiban ODOL di Indonesia bukan perkara mudah. Oleh karena itu, kebijakan Zero ODOL yang direncanakan bergulir mulai 1 Januari 2023 belum dapat terealisasi.
Sementara, kemenperin menilai bahwa kebijakan Zero ODOL diperkirakan akan memicu kenaikan inflasi. Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin, Binoni Tio Napitupulu,
kebijakan Zero ODOL ini diprediksi akan menyumbang kenaikan inflasi sebesar 1,2 hingga 1,5 persen.
Dia mengatakan, kemenperin tidak keberatan dengan penerapan Zero ODOL. Meski demikian, perlu lebih diperhatikan terkait penegakan hukum perlu serta dampak-dampaknya.
“Kami sepakat Zero ODOL sangat baik. Namun, ada hal yang memang perlu kita antisipasi dengan merelaksasi kebijakan ini. Hal itu disebabkan peran logistik sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi kita,” kata Binoni.
Dia mengungkapkan, sektor industri sebenarnya sudah menyiapkan diri terkait kebijakan Zero ODOL. Namun, ketika industri sudah melakukan perencanaan yang disesuaikan penganggaran dan peraturan, terjadi pandemi covid-19 yang menghantam industri secara luar biasa.
Pakar Transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Suripno menjelaskan bahwa ODOL merupakan masalah kompleks yang harus ditangani dari hulu sampai hilir. Dia melanjutkan, masalah ini tidak bisa ditangani dengan cara penegakan hukum saja, tetapi harus melibatkan seluruh kementerian terkait dan pemerintah daerah.
Dia menekankan, pola pikir instan tidak mungkin membawa Indonesia menuju zero ODOL.
“Benahi cara berpikir sebagai manajer yang menentukan sasaran dan perwujudan sasaran khususnya bagi Kemenhub. Bukan sebagai pelaksana atau berpikir operasional,” katanya.
Dia menegaskan ini harus dibiasakan karena tuntutan dari Peraturan Perundang-undangan bidang LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) semua diawali dengan penentuan sasaran. Dia menambahkan perlu adanya perencanaan menyeluruh mulai tindakan pencegahan sampai dengan penindakan hingga perencanaan jangka panjang seperti Rencana Aksi Nasional keselamatan.
Manajemennya adalah termasuk manajemen Keselamatan LLAJ karena ODOL itu bagian dari manajemen Keselamatan LLAJ. Sehingga, penanganannya juga harus dalam satu paket dengan manajemen Keselamatan LLAJ yang sudah memiliki format baku atau formatnya sudah ada.
“Jadi, perlu adanya perencanaan jangka panjang seperti RANK (Rencana Aksi Nasional Keselamatan) LLAJ jangka waktu 20 tahun, dan turunan termasuk Rencana Pencegahan dan Penindakan ODOL,” katanya.
Mantan Direktur Keselamatan Transportasi Kementerian Perhubungan ini menilai, penanganan ODOL saat ini dilakukan parsial, hanya dengan penegakan hukum dan tidak melibatkan semua instansi terkait. Seharusnya, sambung dia, Presiden ikut bertanggung jawab dan bukan menteri perhubungan.
Dia mengatakan, menteri perhubungan hanya bertanggung jawab untuk pemenuhan persyaratan kendaraan berkeselamatan. Sedangkan penegakan menjadi tanggung jawab Polri dan bukan kementerian.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar digunakan skema manajemen Keselamatan LLAJ yang diatur dalam PP 37 Tahun 2017. Dia menambahkan perlunya dilakukan harmonisasi pengaturan kelas jalan yang diawali dengan perubahan PP 30 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang LLAJ.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) meminta pemerintah membenahi permasalahan terkait kelas jalan sebelum menerapkan zero ODOL. Hal ini mengingat ada perbedaan antara kelas jalan tol dan provinsi yang membuat penindakan terhadap angkutan logistik terus terjadi.
Ketua Kebijakan Publik Dewan Pengurus Nasional APINDO, Danang Girindrawardana mengungkapkan bahwa roadmap Zero ODOL harus disusun secara hati-hati dan mengadopsi berbagai kepentingan strategik negara, salah satunya adalah efisiensi biaya logistik.
Pemerintah juga harus memberikan tenggat waktu yang cukup untuk memberikan kesempatan pada pemerintah dan pengusaha. Pengusaha dalam hal memodernisasi sistem angkutan logistiknya sedangkan pemerintah berkenaan dengan penataan ketahanan jalan pada ruas-ruas jalan tertentu. (cls)