Jakarta- Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika desa harus menjadi kekuatan ekonomi. Desa pun harus menjadi pencegah urbanisasi yang sering menimbulkan masalah sosial dan ekonomi di kawasan perkotaan.
Hal itu disampaikan secara virtual oleh Ketua DPD RI saat memberi pengarahan pada Rakernas & HUT Persatuan Anggota Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia (PABPDSI) ke-1 yang bertema ‘Membangun Indonesia dari Desa’, Kamis (25/11/2021).
“Wajah Indonesia adalah wajah dari 34 provinsi. Dan wajah provinsi adalah wajah dari seluruh kabupaten kota di wilayah tersebut. Begitu seterusnya, hingga ke pemerintahan terkecil di Republik ini, yaitu desa,” ujar LaNyalla.
Apalagi Presiden Joko Widodo telah mencanangkan program pembangunan Indonesia Sentris, yakni konsep pembangunan merata, tidak lagi fokus di Pulau Jawa.
“Program itu harus dikawal dan didorong untuk terwujud,” tegasnya.
Dilanjutkan LaNyalla, Pemerintah telah mengalokasikan dana desa yang cukup besar dan meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2015 hingga 2019, dana desa yang dikucurkan mencapai Rp257 Triliun. Dari 2019 hingga 2025, yang akan dialokasikan sebesar Rp400 Triliun ke seluruh desa di Indonesia.
“Persoalannya bagaimana desa bisa bangkit dengan adanya stimulus dana desa tersebut? Inilah perlunya orientasi pemangku kekuasaan di desa dan semua stakeholder di desa. Harus ada satu orientasi. Yakni, mewujudkan kesejahteraan desa dan kemajuan desa,” ungkap Senator asal Jawa Timur itu.
Pemangku kekuasaan dan stakeholder di desa, saran LaNyalla, harus mampu menentukan potensi unggulan yang bisa diwujudkan menjadi kekuatan ekonomi. Karena antara satu desa dengan desa lainnya memiliki perbedaan potensi.
“Kesepakatan itu harus lahir dari stakeholder di desa, bukan lahir dari program pemerintah di atas desa. Bukan atas arahan bupati, gubernur atau presiden sekalipun. Karena yang lebih tahu potensi desa, adalah warga di desa itu. Sekali lagi bukan Top Down. Tapi Bottom Up,” tegasnya.
Ditegaskannya, desa harus mandiri seperti amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberikan keleluasaan luar biasa kepada desa untuk menjadi desa mandiri.
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri memiliki tanggung jawab mendorong terwujudnya hal tersebut melalui 5 program yang harus diberikan kepada desa. Yaitu Pengembangan kapasitas aparatur desa, Manajemen pemerintah desa, Perencanaan pembangunan desa, Pengelolaan keuangan desa dan Penyusunan Peraturan Desa.
Selain Kementerian Dalam Negeri tugas itu juga diupayakan oleh Kementerian Pembangunan Desa dan Transmigrasi dengan 4 program prioritas. Yakni memproduksi produk unggulan kawasan pedesaan atau Prukades, membuat embung desa, mendirikan Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes dan membangun sarana olahraga desa.
“DPD RI secara khusus juga mendorong optimalisasi BUMDes, dengan mengajukan inisiatif Rancangan Undang-Undang BUMDes yang tahun ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas,” paparnya.
Menurut LaNyalla, bagi DPD RI, pendirian BUMDes sangat penting bagi kemandirian ekonomi desa. Sebab, BUMDes mendorong kontribusi keuangan desa dari hasil usaha mereka.
“Misalkan ada satu proses produksi yang bisa dikelola BUMDes. Hal itu tentu lebih baik daripada dikelola individual. BUMDes bisa melibatkan banyak orang dan mampu berkontribusi menambah pendapatan desa,” ujar dia lagi.
BUMDes juga bisa memotong permainan para Tengkulak yang memainkan harga pasar. Karena selama ini petani dengan lahan kecil, hanya memiliki akses pasar ke tengkulak.
Seandainya BUMDes mampu mengorganisir petani kecil dan menjual hasil pertanian atau perkebunannya langsung ke Bulog, pasti Tengkulak tidak bisa memainkan harga. Artinya petani kecil mendapatkan hasil penjualan yang lebih layak.
“Jika BUMDes menjadi besar, tentu BUMDes berperan sebagai kekuatan ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan. Ke depannya, desa justru memberikan kontribusi dana ke negara dengan adanya pajak dari BUMDes yang sudah mapan. Pada akhirnya, desa sebagai kekuatan ekonomi benar-benar terwujud,” jelasnya.(el)