1 December 2023
HomeBeritaPengacara Adukan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi Terkait Uji Materil Usia Capres/Cawapres

Pengacara Adukan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi Terkait Uji Materil Usia Capres/Cawapres

Jakarta-Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) mengadukan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi dengan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Untuk itu, para pengacara meminta agar segera membentuk majelis etik kehormatan MK, guna segera memeriksa terlapor dan para saksi terkait.

Pengaduan itu ditujukan kepada Ketua Dewan Etik Hakim Konstitusi di Jakarta, Rabu (18/10/2023). Pengacara Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) terdiri dari Petrus Selestinus, SH; Carrel Ticualu, SH.MH; Erick S. Paat, SH. M.H. Pitria Indrianityas, SH.MH; Fransiskus R. Delong, SH dan . Richy Moningka, SH.

Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara, Petrus Selestinus mengatakan, sesuaipasal 1 angka 8, Peraturan Dewan Etik Hakim Konstitusi Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Mekanisme Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Laporan dan Informasi, dinyatakan, pelapor adalah perseorangan, kelompok orang atau organisasi yang melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Hakim Terlapor.

Selain itu, kata Petrus, para pelapor merupakan sekelompok orang yang
berprofesi sebagai advokat dan sebagai bagian dari Anggota Masyarakat yang
ingin berpartisipasi dalam penegakan hukum, telah berkomitmen untuk
secara aktif berpartisipasi dalam penegakan hukum hukum dan keadilan
serta bidang-bidang lainnya, karenanya memiliki legal standing untuk
melapor atau memberi informasi tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan
Perilaku Hakim Terlapor.

Menurut Petrus, pokok pengaduan yang diajukan berkaitan dengan sidang uji materil mengenai usia capres dan cawapres yang telah dibacakan putusannya secara serentak dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada tanggal 16 Oktober 2024, di mana salah satu Hakim Konstitusi yang juga menjadi Ketua Majelis Hakim Konstitusi dalam perkara-perkara Permohonan Uji Materiil dimaksud adalah terlapor sendiri.

Selain itu, katanya, banyak reaksi public berupa kritik, saran dan pertimbangan yang disampaikan secara terbuka melalui Media terutama Media Sosial hingga MK sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dijuluki sebagai Mahkamah Keluarga, hanya karena terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda antara Ketua MK dengan Presiden Joko Widodo.

Petrus mengatakan, hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga jika
terjadi atau terdapat dalam proses persidangan perkara termasuk di MK, yang terjadi antara para pihak yang berperkara dengan seorang Hakim atau Ketua Majelis Hakim, telah diatur mekanisme dan tata caranya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 17 UndangUndang No. 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakim yang tentu saja
mengikat atau berlaku juga bagi Hakim Konstitusi, karena bagaimanapun MK menurut ketentuan pasal 24 UUD 1945 dan pasal 1 butir 3 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan secara tegas bahwa MK adalah pelaku kekuasaan
kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Petrus menjelaskan, bahwa keinginan, kepentingan dan tujuan Permohonan Uji Materiil, khususnya pada Permohonan Uji Materiil dari Almas Tsaqibbiru  dan Arkaan Wahyu secara terang benderang menyebutkan nama Gibran Rakabuming Raka, Walikota Surakarta periode 2020-2025 yang adalah putra sulung Presiden Jokowi dan atau keponakan dari hakim terlapor.

Sedangkan, Permohonan Uji Materiil dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), No. 29/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Maret 2023, meskipun tidak secara eksplisit menyebut nama Gibran Rakabuming Raka, akan tetapi dengan diangkatnya Kaesang Pangarep jadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang adalah adik kandung Gibran Rakabuming Raka, anak bungsu Presiden Jokowi dan/atau Keponakan Hakim Teralpor, maka hal itu menyebabkan kedudukan hakim terlapor dalam konflik kepentingan,
dalam benturan kepentingan atau oleh UU Kekuasaan Kehakiman disebut
dengan “berkepentingan”, yang oleh ketentuan pasal 17 ayat (3), ayat (4),
ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim teralpor harus mengundurkan diri.

Petrus mengatakan, sebagaimana telah diungkap oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang menyampaikan dissenting opinion di dalam Putusan Permohoan Uji Materiil No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023, patut diparesiasi, karena mengungkap sejumlah hal yang menyangkut perilaku yang diduga dilakukan oleh hakim terlapor. “Semua perilaku itu, kami menguraikan secara detail dalam pengaduan,” jelas Petrus.

Dari uraian Hakim Konstitusi Saldi Isra itu, jelas Petrus, memperlihatkan hakim terlapor memiliki kepentingan dan diduga mengendalikan beberapa Hakim Konstitusi untuk tiba kepada kesimpulan untuk mengabulkan sebagian Permohonan Perkara No.
90/PUU-XXI/2023, sehingga hal itu jelas merupakan pelanggaran terhadap Etik dan Hukum Acara mahkamah Konstitusi.

Menurut Pengacara Senior ini, hakim terlapor juga diduga kuat melanggar sumpah jabatan hakim konstitusi, karena terkait dengan sumpah jabatan ini mohon menjadi focus perhatian dalam pemeriksaannya nanti.

“Kami melihat hakim terlapor sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, sesungguhnyab sejak awal harus memahami bahwa posisinya selaku Ketua Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugastiugas baik selaku Hakim Konstitusi maupun selaku Ketua Mahkamah
Konstitusi, akan selalu bersinggungan, beririsan bahkan berhadap-hadapan
tidak saja dengan Presiden Jokowi yang adalah iparnya sendiri, akan
tetapi juga dengan Gibran Rakabuming Raka, Bobi Nasution yang adalah Putra dan Menantu Presiden Jokowi yang memangku jabatan sebagai Walikota yang dalam pemilukada berikutnya bisa saja mengikuti kontestasi Pilada bahkan Pilpres, apabila digugat ke Mahkamah Konstitusi, maka dipastikan bertemudan terjadi “konflik kepentingan” yang sangat kompleks dan berimplikasi hukum yang sangat problematic, terutama mengancam Putusan Mahkamah Konstitusi dalam banyak Perkara Uji
Materiil dan sebagainya dinyatakan tidak sah dengan segala akibat hukumnya.

“Kami harap, agar segera dibentuk Majelis Kehormatan MK, agar terhadap hakim terlapor dan Saksi-Saksi dan Pihak Terkait segera dilakukan pemeriksaan sesuai dengan
harapan tuntutan publik”,” katanya.(sp)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU