Jakarta-Tokoh Maluku Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina menggalang Petisi Rakyat Maluku yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Sebab, perkembangan terbaru ada upaya untuk melawan keputusan Presiden Joko Widodo yang secara tegas menyatakan pengembangan kilang Blok Masela di darat. Selain itu, Maluku sama sekali tidak diajak terlibat dalam upaya pengembangan Blok Masela.
“Ya benar, kami sedang menggalang dukungan rakyat untuk menandatangani Petisi Rakyat Maluku yang berkaitan dengan pengembangan Blok Masela. ESDM dan Pertamina hendak menerapkan kombinasi pengembangan kilang laut dan darat. Itu nyata-nyata tidak sejalan dengan keputusan Presiden. Kami hanya bisa merespon dengan cara yang kami bisa melalui dukungan riil rakyat,” tegas Engelina Pattiasina kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/9/2023) ketika dikonfirmasi mengenai beredarnya penggalangan Petisi Rakyat Maluku yang digagasnya.
Dia menjelaskan, pihaknya menggalang tanda tangan riil di masyarakat. Saat ini, sudah mencapai sekitar 5000 sampai 10 ribu tanda tangan. Petisi itu diedarkan di seluruh Maluku, Jakarta dan juga diupayakan di beberapa kota lain. Selain itu, kata Engelina, untuk menjangkau dukungan luas di luar negeri, pihaknya juga menaruh petisi secara online lewat change.org.
“Dukungan tanda tangan mengalir deras dan sangat banyak yang secara iklas mengedarkan petisi. Ya sangat antusias. Dalam waktu tidak lama, sudah mendapat ribuan tanda tangan. Kami ingin memperoleh tanda tangan riil masyarakat sebanyak-banyak. Ya, kita lihat nanti berapa yang teken,” tuturnya.
Engelina mengatakan, Petisi Rakyat Maluku itu memang ditujukan kepada Presiden RI dan berisi tiga tuntutan utama. Sebenarnya, kalau ada niat baik untuk memperhatikan nasib rakyat di Maluku, tidak terlalu susah. Tetapi, masalahnya ada pemangku kepentingan yang lebih mengutamakan investor daripada rakyat Maluku. “Kami hanya ingin investor senang, rakyat senang dan pemerintah senang. Tapi, kalau semua senang dan Maluku tidak dapat apa-apa, itu masalahnya! Kekayaan ada di Maluku kok mau rampas untuk kesejahteraan orang lain. Itu sama dengan merampas kesejahteraan rakyat Maluku,” tegasnya.
Berikut isi lengkap Petisi Rakyat Maluku:
“Petisi Rakyat Maluku”
Kepada Yth
Bapak Presiden Republik Indonesia
Di
Jakarta
Bapak Presiden Yang Terhormat
Salam hormat dan Semoga Bapak Presiden RI berada dalam keadaan sehat walafiat dan senantiasa diberikan kekuatan dalam melaksanakan berbagai tugas kenegaraan yang tidak ringan. Namun, di tengah kesibukan itu, izinkan kami menyampaikan Petisi Rakyat Maluku mengenai pengelolaan proyek lapangan gas abadi Blok Masela, yang terletak di Provinsi Maluku.
Sesuai keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengumumkan secara resmi dan terbuka pada Rabu, 23 Maret 2016 di Bandar Udara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), bahwa kilang Blok Masela dibangun di darat (onshore). Keputusan itu setelah melalui banyak pertimbangan, terutama karena pengelolaan Blok Masela merupakan proyek jangka panjang.
Pertimbangan Presiden Joko Widodo, antara lain, pertama, karena ingin ekonomi daerah juga ekonomi nasional itu terimbas dari adanya pembangunan Blok Masela. Kedua, juga pembangunan wilayah, regional development agar terkena dampak dari pembangunan besar proyek Masela ini. Presiden juga menegaskan, keputusan itu akan ditindaklanjuti Menteri ESDM dan SKK Migas.
Presiden Joko Widodo juga menegaskan kembali komitmen itu ketika meresmikan Jembatan Merah Putih di Kota Ambon, Maluku, Senin, 4 April 2016. Alasan proyek Blok Masela di darat (onshore). Pertama, sesuai keinginan mayoritas rakyat Maluku. Kedua, pengembangan di laut akan sulit dipantau kalau ada kejadian. Selain itu, pengembangan di laut akan menjadikan lingkungan proyek bukan lagi enclave, tetapi menjadi super enclave.
Presiden Joko Widodo menyadari, dari sisi investor lebih senang di laut. Tapi dari sisi pembangunan daerah di daerah akan memberikan multiplier effect yang besar kalau di darat. Selain itu, Presiden meminta agar perguruan tinggi di Ambon, Politeknik, Universitas Pattimura dan sebagainya untuk menyiapkan sumber daya manusia, sesuai kebutuhan di Blok Masela, sekaligus menghitung kebutuhan SDM, kalau mereka membutuhkan 1000, misalnya, maka perlu disiapkan 2000 dari yang terbaik.
Namun, setelah tidak ada kemajuan apapun selama bertahun-tahun, kini tiba-tiba Menteri Energi Sumber Daya Mineral secara sepihak mengambil keputusan untuk mengkombinasikan kilang darat dan laut. Penegasan pengelolaan kombinasi itu juga disampaikan Direktur Utama Pertamina dalam sidang dengan DPR RI pada Rabu (30/08/2023), sebagai perwakilan pemegang 20 persen saham di Blok Masela.
Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena merupakan upaya halus untuk membawa kilang Blok Masela kembali ke laut.
Sebab, tidak ada lagi yang bisa menjamin untuk mempertahankan kilang Masela di darat untuk seterusnya. Hal ini, berkaitan erat dengan nasib generasi muda Maluku di masa depan.
Bapak Presiden Yang Terhormat
Ada harapan besar Blok Masela di darat akan membawa dampak ekonomi bagi Maluku dan kawasan, sehingga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, dengan keberadaan industri hilir untuk mengelola gas Masela sampai menjadi berbagai macam produk akhir di Maluku. Hal ini akan menghidupkan ekonomi dan membuka peluang kerja yang sangat luas. Tentu, harapan akhirnya Maluku keluar sebagai provinsi nomor empat termiskin di Indonesia.
Hal ini, bukan sekadar harapan, tetapi juga merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, dimana, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selain itu, menghadirkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial, juga merupakan tujuan mulia dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, tidak ada alasan pembenar apapun untuk mengabaikan kesejahteraan rakyat Maluku dalam pengembangan Blok Masela. Maluku harus mendapatkan porsi yang adil atas kekayaan alamnya, tidak sekadar participating interest (PI) 10 persen yang juga belum tentu menukik langsung kepada rakyat, seperti yang terjadi di tempat lain.
Sebab, merupakan praktik ketidakadilan, jika gas dari Blok Masela di bawah keluar begitu saja dari Maluku. Hal itu merupakan bentuk lain dari perampasan hak untuk sejahtera bagi rakyat Maluku. Kekayaan itu ada di Maluku, sehingga wajib dan pantas rakyat Maluku menikmati kesejahteraan atas kekayaan alam yang ada di Bumi Maluku.
Maluku itu bukan tanah kosong, sudah ribuan tahun silam dihuni, ada rakyat Maluku, masyarakat lokal, masyarakat adat, yang semestinya wajib dihormati dan dilibatkan ketika membicarakan sumber daya alam, yang juga terkait dengan ruang lingkungan kehidupannya. Sebab, dampak eksploitasi sumber daya alam di laut, dalam laut, darat dan sebagainya sepenuhnya menjadi beban masyarakat adat dan masyarakat lokal, bukan investor ataupun pemerintah pusat semata.
Keberadaan gas Blok Masela semestinya menjadi pengungkit kebangkitan ekonomid di Maluku khususnya dan kawasan timur umumnya. Dengan potensi Gas Blok Masela yang besar, sebenarnya sejak dini pemerintah sudah harus menyiapkan pengembangan industri di Maluku, sehingga siap beroperasi untuk memanfaatkan gas yang bersumber dari Blok Masela. Tanpa menyiapkan industrialisasi di Maluku, maka rakyat hanya diposisikan sebagai konsumen dari aneka produk akhir berbahan baku gas.
Kami yakin dengan komitmen hilirisasi Pemerintahan Joko Widodo, tentu akan memastikan pengolahan gas di Maluku, sehingga produk akhir itu keluar dari Maluku, bukan sebaliknya Maluku yang harus menerima pasokan aneka produk akhir gas.
Praktik yang terjadi di Blok Tanggu Papua, semestinya menjadi pelajaran penting, dimana gas hanya diangkut keluar tanpa ada industri apapun di Papua yang memanfaatkan keberadaan gas. Ini tidak boleh terulang di Blok Masela, sehingga patut memikirkan keberadaan aneka industri di Maluku, sehingga Maluku menjadi penghasil produk akhir, bukan pembeli produk akhir.
Untuk itu, melalui Petisi Rakyat Maluku ini, kami menyampaikan tiga tuntutan utama:
Pertama, Presiden Republik Indonesia diminta terus dan konsisten dengan komitmen untuk mengembangkan kilang Blok Masela 100 persen di darat, sesuai dengan Keputusan Presiden Joko Widodo pada 23 Maret 2016 dan penegasan kembali ketika meresmikan Jembatan Merah Putih di Ambon pada 4 April 2016. Sebab, keputusan itu tidak mengenal kombinasi kilang darat dan laut, apalagi dikembalikan ke laut.
Kedua, Pemerintah dalam hal ini, stakeholder yang berkaitan dengan industrialisasi Migas untuk memastikan adanya industri yang hendak dikembangkan dan dibangun di Maluku dan bukan di tempat lain, sebagai bagian dari upaya hilirisasi gas Blok Masela, termasuk industrialisasi untuk sumber daya alam lainnya, seperti minyak, nikel, dan mineral lainnya, termasuk industrialisasi perikanan dan lainnya di Maluku. Pemerintah harus memastikan pengelolaan semua SDA di Maluku, sehingga bisa memutus mata rantai kemiskinan yang ada.
Ketiga, Pemerintah harus memastikan perlindungan atas hak masyarakat adat Maluku, baik ruang lingkungan darat maupun laut, baik melalui regulasi, terutama dalam implementasi nyata di lapangan. Masyarakat adat tidak harus digusur dari ruang lingkungan dan tanah leluhurnya untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyat di bagian lain dunia.
Demikian Petisi Rakyat Maluku ini, kami sampaikan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, yang juga dilampiri tanda tangan rakyat Maluku yang mendukung petisi ini. Salam Hormat dan Terima Kasih. Merdeka!
Ambon, 2 September 2023
Penggagas Petisi Rakyat Maluku
Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina (Direktur Archipelago Solidarity Foundation)