26 April 2024
HomeBeritaTak Batalkan IUP Tambang Mas Sangihe, Presiden Joko Widodo Kecewakan Warga

Tak Batalkan IUP Tambang Mas Sangihe, Presiden Joko Widodo Kecewakan Warga

Tahuna- Warga Sangihe mengapreasi keputusan Presiden Joko Widodo yang membatalkan ribuan izin usaha pertambangan (IUP) karena berbagai pertimbangan. Hanya saja, ada kekecewaan karena IUP PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) yang nyata-nyata melanggar ketentuan perundangan tidak ikut serta dibatalkan.

Namun, ada keyakinan Presiden Joko Widodo akan memihak rakyat dan menyelamatkan Pulau Sangihe sebagai pulau kecil terdepan yang layak dilindungi.

Demikian Kordinator Save Sangihe Island (SSI), Alfred Pontolondo dalam keterangan pers, Sabtu (08/01/2021). Dia mengatakan, PT. Tambang Mas Sangihe yang sudah jelas-jelas melanggar UU 1 tahun 2014 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Begitu banyaknya pelanggaran hukum dalam pemberian izin terhadap PT. TMS, maka gerakan Save Sangihe Island bersama seluruh elemen organisasi masyarakat yang tergabung di dalamnya secara tegas mempertanyakan keputusan Presiden yang tidak menyertakan PT. TMS, perusahaan pelanggar Undang-Undang untuk dicabut IUP-nya,” jelas Alfred.

Selain itu, katanya, seluruh masyarakat Sangihe mempertanyakan kepada Presiden tentang keberpihakannya untuk melindungi pulau kecil.  “Apakah Presiden sungguh-sungguh hendak melindungi pulau Sangihe sebagai pulau kecil dan sebagai kawasan perbatasan NKRI?” katanya.

Seperti diketahui, Kamis 6 Januari 2021, Presiden Joko Widodo mengumumkan pencabutan 2.078 izin usaha pertambangan. Dengan alasan, izin-izin tersebut tidak digunakan, tidak produktif  dan telah dialihkan ke pihak lain serta tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan.  Sealin itu, Presiden menyatakan bahwa perusahaan yang telah diberi izin selama bertahun-tahun tidak menyerahkan rencana kerja kepada Pemerintah juga tidak mengerjakan izin tersebut. Ini mengakibatkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pencabutan izin ini, kata Presiden, bertujuan untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan dan kerusakan alam.

Menurut Alfred Pontolondo yang biasa disapa Ape, pencabutan izin ini tentu sangat perlu diapresiasi, apalagi bahwa pencabutan itu didasarkan pada pemberian izin yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang ada.

Namun jika menelusuri secara detil, dari daftar IUP yang dicabut izinnya, tidak ada IUP yang di wilayah Sulawesi Utara, terutama IUP PT. Tambang Mas Sangihe yang jelas-jelas melanggar UU 1 tahun 2014 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. “ Ini yang sangat kami sayangkan dan sesali,” ujarnya

Menurutnya, dalam definisi yang tertuang pada pasal 1 ayat 3 UU 1 tahun 2014, pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2000 Km2. Sementara pulau Sangihe tidak mencapai setengah dari batas maksimal luas pulau kecil karena hanya seluas 737 Km2.

“ Secara jelas pelanggaran itu dilakukan bertentangan dengan pasal 35 huruf k UU 1 tahun 2014, yang melarang melakukan penambangan mineral atas pulau kecil,” jelas Alfred.

Pelanggaran kedua menurut akitifis 98 itu yang dilakukan PT. TMS adalah terhadap pasal 26 huruf a UU 1tahun 2014, bahwa pemanfaatan pulau kecil dalam rangka penanaman modal asing wajib mendapatkan izin dari Menteri. Sementara diketahui bahwa, sampai hari ini PT. TMS belum mengantongi izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan.

Alumni salah satu universitas di Jogyakarta ini mengatakan, pelanggaran ketiga terkait penyusunan AMDAL PT. TMS yang melanggar pasal 26 UU 32 tahun 2009 yang mewajibkan PT. TMS sebagai pemrakarsa untuk melibatkan masyarakat dalam penyusunannya. Namun kenyataannya adalah PT. TMS sama sekali tidak melibatkan masyarakat. Bahkan yang lebih parah lagi, dokumen AMDAL yang seharusnya sebagai dokumen publik sama sekali tidak bisa diakses oleh masyarakat, meskipun masyarakat melalui lembaga WALHI dan Save Sangihe Island telah beberapa kali mengajukan permintaan salinan dokumen tersebut ke instansi terkait.

Dia menambahkan, belum lagi pelanggaran terhadap UU kehutanan, dimana IUP PT. TMS telah memasukkan hutan lindung Sahendarumang di tengah-tengah wilayah IUP-nya serta berbagai pelanggaran peraturan lain terkait hak masyarakat petani dan nelayan.

Seperti diketahui, PT. Tambang Mas Sangihe (PT.TMS), pada 29 Januari 2021 oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Jamaludin telah diberi izin usaha pertambangan operasi produksi selama 33 tahun pada areal konsesi sebesar 42.000 Ha.  Areal itu melebihi setengah daratan pulau Sangihe yang luasnya hanya sebesar 73.700 Ha.

Meskipun pada bulan April 2021, utusan masyarakat melalui gerakan Save Sangihe Island telah mengirim surat bahkan menemui langsung Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk menyuarakan persoalan ini, namun kementerian ESDM-RI tetap bergeming dan tidak mengubah keputusannya untuk mencabut IUP PT. TMS

“Gerakan Save Sangihe Island (SSI) bersama seluruh elemen organisasi masyarakat yang tergabung di dalamnya secara tegas mempertanyakan keputusan Presiden yang tidak menyertakan PT. TMS, perusahaan pelanggar Undang-Undang untuk dicabut IUP-nya.  SSI bertanya, apakah Presiden pilih kasih dan menganak-emaskan PT. TMS? Dan Apakah Presiden hendak memberikan yurisprudensi bagi perusahaan lain untuk melanggar Undang-Undang?Apakah Negara ini benar-benar berlandaskan hukum dan peraturan perundangan?,” jelasnya.

Menurutnya, kalau berlandaskan hukum dan peraturan perundangan seharusnya Presiden mencabut IUP PT. TMS yang telah melanggar hukum Negara Indonesia.

“Kami hanya bertanya, apakah Presiden sungguh-sungguh hendak melindungi Pulau Sangihe sebagai pulau kecil dan sebagai kawasan perbatasan NKRI?” katanya.

Menurutnya, Presiden perlu mengetahui kalau masyarakat Sangihe sungguh-sungguh menjaga perbatasan Negara dan setia kepada NKRI. Jadi jangan balas kesetiaan masyarakat Sangihe pada NKRI dengan mengorbankan Pulau Sangihe.

“Pak Presiden, tolong cabut IUP Operasi PT. TMS,” kata Alfred.(edl)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU