25 January 2025
HomeBeritaTransformasi RS Vertikal: Bagaimana Kolegium Keperawatan Siapkan Pemimpin Perawat Masa Depan?

Transformasi RS Vertikal: Bagaimana Kolegium Keperawatan Siapkan Pemimpin Perawat Masa Depan?

Oleh: Ester Mutiara Indah Silitonga

SHNet, JAKARTA – Dalam rangka mencapai visi Indonesia Emas 2045, Kementerian Kesehatan bertekad mentransformasi sistem kesehatan nasional melalui enam pilar utama, yaitu transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem pelayanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan dan transformasi teknologi kesehatan.

Rumah Sakit Unit Pelaksana Teknis (UPT) Vertikal menjadi bukti tekad pemerintah untuk berkomitmen dalam aplikasi transformasi layanan rujukan dengan berfokus pada empat aspek utama: pengalaman pasien, kualitas layanan, penguatan klinis, dan tata kelola rumah sakit.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Permenkes No 26 Tahun 2022, UPT menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Transformasi Rumah Sakit UPT Vertikal diharapkan dapat menjadi pusat rujukan nasional untuk meningkatkan kualitas layanan rujukan kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia.

Meskipun transformasi ini dianggap positif untuk masa depan layanan kesehatan di Indonesia, ketimpangan kualitas pelayanan kesehatan tetap menjadi masalah serius yang membutuhkan perhatian lebih.

Data yang diperoleh dari Direktoran Jendral Pelayanan Kesehatan (https://yankes.kemkes.go.id/upt), saat ini dari 41 Rumah Sakit UPT Vertikal yang terbangun, 25 diantaranya berpusat di wilayah Pulau Jawa, sebanyak 5 UPT di wilayah Pulau Sumatera, 2 UPT di Wilayah Pulau Bali dan Nusa Tenggara, 5 UPT di Wilayah Pulau Sulawesi dan 1 UPT di Wilayah Pulau Maluku dan Papua.

Di satu sisi, rumah sakit vertikal dengan fasilitas dan sumber daya yang memadai dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan spesialis. Namun, pembangunan yang kurang merata berdampak pada akses pelayanan khususnya untuk masyarakat di wilayah terpencil.

Rumah sakit vertikal yang peranannya sebagai pusat rujukan utama, memiliki potensi untuk mengatasi ketimpangan ini. Berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI dengan Dirjen Pelayanan Kesehatan Lanjutan Kemenkes RI dan Direktur Utama Rumah Sakit Vertikal pada Rabu, 13 November 2024, ada empat aspek utama yang perlu ditingkatkan, yaitu:

1) Penguatan ekosistem pelayanan kesehatan rujukan, termasuk manajemen layanan kesehatan, perbaikan tata kelola rumah sakit serta standar produktivitas kinerja spesialis

2) Pemenuhan sumber daya manusia (SDM) kesehatan dan alat kesehatan pendukung

3) Memastikan standar pelayanan berjalan secara maksimal dengan sistem monitoring dan evaluasi yang terstruktur

4) Penguatan sistem jejaring rumah sakit madya dan rumah sakit utama, serta perhatian terhadap kesejahteraan dan keselamatan SDM yang bekerja di rumah sakit vertikal

Aspek-aspek ini memperlukan kompetensi manajerial yang mengedepankan pengelolaan yang lebih terintegrasi dan sinergi antara tenaga medis, termasuk perawat. Tidak hanya berfokus pada pemberian layanan, tetapi juga turut serta dalam merancang kebijakan dan proses pengambilan keputusan yang lebih holistik.

Kompetensi manajerial didefinisikan sebagai perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan perilaku yang diterapkan oleh seorang karyawan dalam menjalankan tugasnya di dalam organisasi (Puni & Hilton, 2023).

Dalam konteks transformasi layanan di Rumah Sakit Vertikal, kompetensi manajerial perawat berperan sebagai elemen kunci dalam pengelolaan layanan kesehatan. Kompetensi ini menjadi landasan bagi perawat manajer untuk menjalankan peran strategis untuk memberdayakan staf bekerja mencapai visi Rumah Sakit yang pada akhirnya berdampak positif pada hasil perawatan pasien (Nene, 2024).

Selain itu karakteristik kepemimpinan yang dimiliki oleh manajer perawat tidak hanya beperngaruh pada kinerja organisasi, namun memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat komitmen, loyalitas dan motivasi staf perawat untuk memastikan standar pelayanan yang optimal (Abdul malik & Pangandaman, 2024).

World Health Organization merancang Global strategic directions for Nursing and Midwifery 2021-2025 menekankan pentingnya memperkuat peran kepemimpinan dan manajerial dalam tata kelola tenaga keperawatan di setiap negara. Lebih dari itu, dengan tanggung jawab seperti mengelola tenaga kerja, menganalisis data, serta mengoordinasikan dialog kebijakan, peran kepemimpinan keperawatan bisa menjadi katalisator bagi peningkatan kualitas dan pemerataan layanan kesehatan.

Hal ini sangat relevan, terutama di Rumah Sakit UPT Vertikal di Indonesia, yang memiliki potensi besar untuk menjadi contoh terbaik dalam tata kelola layanan kesehatan yang efektif dan efisien. Jika kepemimpinan keperawatan diberdayakan secara optimal, maka kesenjangan layanan kesehatan dapat ditekan dan kualitas pelayanan akan semakin merata hingga ke seluruh pelosok negeri.

Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 186 ayat (2), perawat memiliki hak dan peluang untuk menduduki posisi sebagai pimpinan rumah sakit. Regulasi ini membuka peluang bagi tenaga kesehatan, termasuk perawat, untuk berperan strategis dalam pengelolaan rumah sakit, namun tentunya memiliki kompetensi di bidang manajemen rumah sakit.

Hal ini menjadi sinyal positif bahwa perawat tidak hanya ditempatkan sebagai pelaksana klinis, tetapi juga sebagai pemimpin dalam pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada peningkatan kualitas layanan kesehatan.

Namun, peluang ini datang dengan tanggung jawab besar. Perawat yang ingin berperan sebagai pemimpin harus memiliki kompetensi klinis unggul, terutama dalam menangani kasus-kasus kompleks. Selain itu, kemampuan memimpin secara adaptif dan responsif sangat diperlukan untuk menghadapi dinamika dan tantangan kompleks dalam sistem pelayanan kesehatan.

Kepemimpinan adaptif ini memungkinkan manajer keperawatan untuk tidak hanya menjadi representasi suara perawat, tetapi juga berperan aktif dalam menyusun kebijakan strategis serta memimpin kolaborasi lintas profesi secara efektif.

Untuk menjawab kebutuhan akan kompetensi manajerial perawat, peraturan perundangan seperti PP No. 28 Tahun 2024 Pasal 705 Ayat (3) dan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memberikan dasar hukum yang kuat bagi pengembangan profesi keperawatan. Dalam konteks ini, Kolegium Keperawatan memiliki peran strategis dalam mengembangkan cabang ilmu keperawatan dan menyusun standar pendidikan serta kompetensi yang relevan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan nasional.

Dengan demikian, Kolegium bertanggung jawab memastikan bahwa perawat memiliki keterampilan yang memadai untuk menghadapi tantangan pelayanan kesehatan yang semakin kompleks dan dinamis.

Saat ini, Kolegium Keperawatan, yang dipimpin oleh Prof. Dr. Nursalam, BSN, M.Nurs (Hons) untuk periode 2024-2028, memiliki lima bidang fungsi utama, yaitu Evaluasi dan Ujian, Kurikulum, Pengembangan Kompetensi, serta Mutu dan Akreditasi.

Struktur ini memberikan landasan bagi pengembangan profesi keperawatan agar lebih profesional, terstandarisasi, dan adaptif terhadap kebutuhan nasional. Rumah sakit vertikal, sebagai pusat rujukan nasional, memerlukan perawat yang memiliki keterampilan klinis dan manajerial unggul. Oleh karena itu, Kolegium Keperawatan memegang peran sentral dalam meningkatkan mutu kompetensi perawat manajer di rumah sakit vertikal.

Untuk mewujudkan peran ini, ada beberapa langkah strategis yang dapat direkomendasikan. Pertama, Penguatan Kompetensi. Kolegium Keperawatan bertanggung jawab menyusun standar kompetensi dan kurikulum pelatihan yang mengintegrasikan keterampilan klinis dan manajerial. Hal ini memastikan bahwa perawat dapat mendukung pelayanan kesehatan yang efisien, berkualitas, dan merata di seluruh Indonesia.

Kedua yaitu Pengembangan Kepemimpinan. Kolegium Keperawatan perlu menyelenggarakan program pelatihan yang mencakup keterampilan teknis, administrasi, dan pengambilan keputusan strategis. Dengan program pengembangan kepemimpinan ini, perawat tidak hanya unggul dalam keterampilan klinis, tetapi juga siap menjadi pemimpin di organisasi kesehatan.

Kolegium Keperawatan dapat menyusun program magang atau pendampingan di rumah sakit vertikal atau organisasi kesehatan lainnya untuk membekali perawat dengan pengalaman nyata dalam mengatasi tantangan kesehatan, menerapkan riset, dan menyusun kebijakan berbasis data. Pendekatan ini akan melahirkan pemimpin keperawatan yang tangguh, adaptif, dan siap menghadapi dinamika pelayanan kesehatan di masa depan.

Ketiga yaitu Integrasi Kompetensi Budaya. Pengembangan kapasitas perawat yang mencakup Cultural Competence menjadi kunci untuk menciptakan layanan kesehatan yang inklusif dan berfokus pada kebutuhan pasien.

Rumah sakit vertikal dapat menjadi model pelayanan yang adil, merata, dan responsif terhadap keragaman budaya maupun geografis. Dengan langkah ini, perawat akan mampu mengoptimalkan kualitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia, menjadikan rumah sakit vertikal sebagai pilar utama dalam mewujudkan sistem kesehatan nasional yang berkualitas dan inklusif.

Transformasi Rumah Sakit UPT Vertikal memerlukan sinergi antara pengelolaan tata kelola, pemenuhan SDM, dan penguatan kompetensi tenaga kesehatan. Perawat, sebagai tenaga kesehatan strategis, memiliki peluang besaruntuk menjadi katalisator perubahan, baik sebagaipelaksana layanan klinis maupun pemimpin di tingkat manajemen.

Hal ini sejalan dengan pemikiran Betty Neuman, salah satu tokoh teori keperawatan terkemuka dan penemu Neuman Systems Model yaitu “Integrating leadership scholarship with nursing practice is essential for the advancement of the profession and the improvement of patient care” yang menegaskan bahwa mengintegrasikan kepemimpinan dengan praktik keperawatan adalah kunci untuk kemajuan profesi dan peningkatan kualitas perawatanpasien.

Dengan pengembangan kompetensi kepemimpinan yang terarah, perawat dapat berkontribusi secara signifikan dalam memperkuat sistem kesehatan yang lebih baik, serta memastikan pelayanan yang lebih optimal di Rumah Sakit UPT Vertikal sebagai pusat rujukan nasional, dalam rangka mendukung visi Indonesia Emas 2045.

(Penulis adalah: Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Universitas Indonesia)

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU